Disiplin Prokes 5M Guna Cegah Penularan Gelombang Kedua Covid-19
Oleh : Reza Pahlevi )*
Gelombang kedua penularan covid-19 yang terjadi di India jangan sampai terjadi di Indonesia. Untuk mencegahnya, maka masyarakat harus makin disiplin dalam menaati protokol kesehatan dan menerapkan 5M. Jangan malah santai-santai karena corona bisa mengintai di mana saja.
Pandemi covid-19 sudah kita lewati selama setahun dan belum tahu kapan selesainya. Yang terjadi malah ada gelombang kedua penularan corona yang terjadi di India, karena masyarakatnya nekat tak pakai masker dan tak menjaga jarak. Akhirnya, ratusan orang jadi korban jiwa dan virus covid-19 mengalami mutasi ganda, sehingga makin cepat menular.
Keberadaan serangan gelombang kedua corona ini patut kita waspadai, karena jangan sampai peristiwa ini juga terjadi di Indonesia. India dan Indonesia agak mirip karena sama- sama berada di Asia dan memiliki jumlah penduduk yang banyak. Namun, kita jangan meniru ketidak-disiplinan mereka dalam menaati protokol kesahatan.
Berkaca dari India, maka protokol kesehatan adalah hal yang wajib ditaati jika ingin selamat dari corona. Protokol yang ada tidak hanya 3M, melainkan 5M. Yakni mencuci tangan, menjaga jarak, memakai masker, dan ditambah dengan mengurangi mobilitas dan menghindari kerumunan.
Poin protokol menghindari kerumunan amat penting, karena faktanya masih banyak yang melakukannya dengan alasan ia aman karena mengenakan masker. Padahal bisa jadi maskernya kotor sehingga tidak maksimal dalam menahan laju droplet yang membawa virus covid-19. Jangan sampai kita berakhir seperti India karena mereka mengadakan acara ritual beramai-ramai, lalu juga terkapai ramai-ramai.
Kerumunan yang ada di Indonesia ada beragam, mulai dari pasar hingga jalan raya. Jangan malah sengaja mendatanginya karena kita tidak tahu siapa OTG yang ada di sana. Ketika ada penularan virus maka bisa menginfeksi manusia. Maukah tubuh Anda terasa lemas dan daya penciuman menghilang gara-gara jadi pasien corona? Jawabannya tentu saja tidak.
Kita juga diharap sadar diri dan tidak membuat kerumunan. Misalnya acara pernikahan, tidak usah pesta besar-besaran, tetapi cukup ijab kabul di KUA atau di dalam masjid. Para tamu boleh datang tetapi dilarang bersalaman secara langsung, dan makanan dibawa pulang dalam kotak agar tidak ada yang melepas masker karena akan makan hidangan prasmanan.
Selain menghindari kerumunan, maka Ketika mendekati hari raya, maka mudik dilarang keras, dengan alasan mobilitas akan meningkatkan penularan corona. Larangan ini dibuat karena berkaca dari liburan panjang tahun lalu, selalu ada peningkatan jumlah pasien corona hingga 100%. Pasca berlibur malah sakit, siapa yang mau? Pasti Anda gelen-geleng kepala.
Jangan malah nekat mudik dan melanggar protokol kesehatan lainnya. Karena saat ada pengetesan rapid massal, hasilnya 50% pemudik positif corona. Untung ketahuan sehingga bisa cepat dirawat di Rumah Sakit. Bagaimana jika mereka mengelabui petugas dengan mudik tengah malam? Akhirnya baru tahu kalau kena corona dan menularkannya kepada orang tua.
Saat orang tua akhirnya kena corona maka beresiko tinggi karena ada komorbid. Apakah Anda mau mereka kehilangan nyawa, hanya gara-gara menyambut keluarganya yang tengah mudik? Justru jika tidak mudik akan melindungi orang tua dan kerabat dari resiko covid.
Apalagi jumlah pasien corona makin bertambah, dari total 1,5 juta orang menjadi 1,7 orang. Sementara pasien per harinya bertambah lebih dari 4.000 orang. Penambahan ini sungguh tidak membanggakan karena menunjukkan ketidak-disiplinan masyarakat.
Jangan pernah lupakan potokol kesehatan 5M agar tidak terkena corona maupun menularkannya. Saat ini semua orang bisa dicurigai sebagai OTG. Jadi jangan pernah melepas masker saat berada di luar rumah, dan menaati protokol lainnya.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini