DOB mengurangi pengangguran di pedalaman Papua
Pemerintah pusat sedang mendorong pengesahan tiga daerah otonomi baru (DOB) provinsi di wilayah timur Indonesia untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat agar terwujud kesejahteraan masyarakat. Tiga DOB provinsi itu adalah Provinsi Papua Selatan yang meliputi Kabupaten Merauke, Boven Digoel, Mappi, dan Asmat dengan ibu kota provinsi direncanakan di Merauke.
Provinsi kedua adalah Papua Tengah yang meliputi Nabire, Paniai, Mimika, Puncak Jaya, Puncak, Dogiyai, Intan Jaya, dan Deyai dengan ibu kota kabupaten adalah Nabire, serta provinsi ketiga adalah Papua Pegunungan yang meliputi Kabupaten Jayawijaya, Pegunungan Bintang, Yahukimo, Tolikara, Mamberamo Tengah, Yalimo, Lanny Jaya, dan Nduga dengan pusat ibu kota kabupaten di Kabupaten Jayawijaya. Dengan pembentukan DOB, pelayanan pemerintah kepada masyarakat akan lebih dekat lagi, bahkan bisa menjangkau kampung-distrik yang selama puluhan tahun sulit dijangkau pemerintah.
Ketika terbentuk provinsi dengan ibu kota di Jayawijaya akan terjadi pembangunan infrastruktur setingkat ibu kota provinsi, misalnya akses jalan yang dapat menghubungkan daerah yang selama ini hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki ataupun pesawat, seperti di Distrik Trikora di Kabupaten Jayawijaya. Pemerintah akan melakukan pembenahan terhadap ribuan kilometer akses jalan yang belum diaspal, sehingga memudahkan kendaraan menjangkau permukiman warga. Dari sisi lain, DOB nantinya memberikan peluang lapangan pekerjaan yang cukup banyak untuk menjawab keluhan ribuan sarjana menganggur, misalnya di Kabupaten Jayawijaya yang pernah mengakibatkan beberapa pihak melakukan demonstrasi mengkritik pemerintah setempat, karena dinilai tidak bisa mengatasi angka pengangguran yang terus naik hingga kini berada pada angka 7.125 berdasarkan data Pemerintah Jayawijaya tahun 2021.
“Walau jumlah pengangguran banyak, tetapi lapangan pekerjaan tidak cukup sehingga kita susah. Satu-satunya cara mengatasi itu adalah kita tunggu DOB. Kalau kita sudah jadi provinsi sendiri kan berarti bisa mengurangi pengangguran di kabupaten ini. Memang kita tidak punya lapangan pekerjaan, perusahaan mana yang mau rekrut. Selama ini ada beberapa perusahaan, namun tidak membutuhkan karyawan yang banyak. Mau tidak mau kita harus terima DOB, sebab itu keputusan pemerintah,” kata Ketua DPRD Jayawijaya Matias Tabuni. Bagi masyarakat terpelajar di Jayawijaya, DOB mengantar peluang tetapi juga tantangan yang harus diambil hikmahnya dan mengolahnya agar menjadi sesuatu yang berguna tanpa merugikan sesama. Suka tidak suka DOB sudah ada di depan mata, sehingga masyarakat harus sigap menerimanya.
Salah satu dari sejumlah peluang baik, misalnya bagi mereka yang selama ini memiliki kerinduan bekerja sebagai aparatur sipil negara (ASN), dengan masuknya DOB maka akan dibutuhkan pegawai pemerintah yang cukup banyak untuk ditempatkan pada kantor pemerintah provinsi dan kabupaten-kabupaten di dalam provinsi itu, untuk mempercepat pembangunan di wilayah adat Lapago ini. “SDM ini menjadi tantangan untuk bagaimana kita bisa menyikapi atau bisa mempersiapkan untuk mengisi DOB. SDM ini yang nantinya menjadi tantangan berat pemerintah beberapa tahun ke depan untuk menyiapkan SDM yang nantinya bisa berdiri di tanahnya sendiri. Hal ini terbukti, sampai saat ini saja kami di RSUD Wamena belum memiliki dokter khusus putra asli, paling-paling spesialis. Ini menjadi tantangan buat kita ke depan bahwa adanya DOB, nanti siapa-siapa yang mengisi di posisi ini,” kata tokoh generasi muda Jayawijaya Samuel Pigai.
Tak Jual Tanah
Masyarakat menyadari pastinya banyak pembangunan perkantoran pemerintah dan mereka telah mengantisipasi agar tanah-tanah hak ulayat mereka bisa memberikan manfaat dari masuknya DOB, selain kepada pemerintah, tetapi juga masyarakat adat. Masyarakat Pegunungan Papua yang kental dengan adat, sudah mewanti-wanti agar tanah adat atau tanah keramat, tempat berkebun tidak dijual secara bebas.
Aktivitas jual beli tanah yang dilakukan warga asli dan banyak dijumpai di Papua pada umumnya dan Jayawijaya khususnya seperti di Distrik Wamena, Wouma, Wesaput serta Hubikosi mengakibatkan warga asli pemilik ulayat tergeser dari pusat kota ke daerah pinggiran. “Saya mengimbau seluruh elemen masyarakat tidak menjual tanah sembarang, kecuali kepada pemerintah demi perkembangan pembangunan, itu pun harus ada regulasi yang diatur atau kesepakatan, bila perlu tanah tersebut tidak dijual tetapi dikontrakkan. Dengan perkembangan DOB, ke depan apabila kami menjual semua tanah, anak cucu generasi berikutnya akan tinggal dan hidup di mana,” kata Ketua Himpunan Lahir Besar Wamena (Labewa) itu. Pria suku Kabupaten Nabire yang telah lahir hingga besar di Jayawijaya ini, mengajak seluruh warga menciptakan Jayawijaya yang aman serta mengharapkan wilayah itu dibangun oleh generasi penerus Jayawijaya.
“Kepada adik-adik mahasiswa yang sedang menimba ilmu untuk memanfaatkan waktu yang ada, sehingga begitu selesai sekolah bisa kembali membangun negerinya,” kata dia. Tokoh-tokoh adat Jayawijaya telah mengumpulkan warganya dan mereka menyepakati untuk menerima DOB dengan syarat-syarat yang menguntungkan bagi anak cucu mereka, yaitu melibatkan mereka dalam sektor pemerintahan atau menerima mereka bekerja pada instansi pemerintah. Misalnya dari Suku Lokobal yang telah bersepakat menyediakan lokasi atau lahan untuk dibangunnya kantor-kantor pemerintahan provinsi, sebab mereka menyadari pentingnya pemerintahan dalam menopang mereka untuk membangun daerah yang dikenal dengan nama Lembah Baliem ini.
“Kami akan hibahkan tanah, dengan syarat pemerintah akan siapkan untuk anak cucu kita. Tetapi kalau hanya untuk kepentingan pemerintah saja yang mereka mau pakai, lalu kepentingan masyarakat diabaikan dengan uang, kami akan tolak itu. Pemerintah kalau ambil tanah kita, harus pikir anak cucu kita sampai puluhan hingga ratusan tahun ke depan, kami tetap terima itu. Hak pakai oleh pemerintah atau hak lepas langsung itu secara teknis akan kami bicara dengan pemerintah. Selain dari tanah yang sudah kita sepakati untuk berikan, tidak ada jual beli tanah. Itu kami keinginan kami,” katanya tokoh masyarakat dari Suku Lokobal, Ayub Wuka. Selan Ayub, tokoh masyarakat lainnya, Yakob Yogobi juga melihat hal positif ketika masyarakat menerima DOB di Lapago dan mereka mendukung untuk percepatan pengesahan agar dilanjutkan dengan pembangunan. “Saya mendukung DOB. Masyarakat harus bijak menyikapi dan mempersiapkan diri mengisi pembangunan,” katanya lagi.