DOB Papua Bukti Pemerintah Optimal Tangani Kasus Pelanggaran HAM
Oleh : Shenna Aprilya Zahra )*
Kasus pelanggaran HAM di Papua menjadi topik yang cukup hangat untuk dibahas, apalagi benang kusut kasus tersebut amatlah rumit. Namun keberadaan Daerah Otonomi Baru (DOB) Papua rupanya menjadikan penanganan kasus pelanggaran HAM menjadi lebih mudah, hal tersebut dikarenakan rentang kendali birokrasi diperpendek sehingga pelayanan publik dapat dimaksimalkan.
Willem Frans Ansanay selaku Ketua Badan Musyawarah (Bamus) Papua, memberikan apresiasi atas dibentuknya daerah otonomi baru (DOB) di Papua dan menyebut bahwa DOB akan memudahkan penanganan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Dirinya menuturkan kalau dulu amatlah sulit dalam mengikuti penyelesaian pelanggaran HAM, benang kusutnya terlalu rumit, saat ini dengan adanya DOB, rentang kendali birokrasi menjadi diperpendek dan pelayanan publik dimaksimalkan.
Selain itu, dalam keterangan tertulisnya Willem menerangkan, bahwa akselerasi pembangunan yang digencaran oleh pemerintah juga diyakininya akan membuat masa depan Papua menjadi lebih baik dan menumbuhkan banyak harapan baru di daerah tersebut. Willem juga menilai masalah pelanggaran HAM di Papua harus merujuk kepada UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Perbuatan Pelanggaran HAM yang bisa terjadi terhadap hak-hak hidup orang lain, baik pribadi, kelompok, maupun institusi.
Sementara itu untuk konteks pelanggaran HAM di Papua yang terjadi baik di masa lampau maupun saat ini, memang tidak terlepas dari perbedaan persepsi tentang bagaimana hidup berbangsa dan bernegara dalam NKRI. Dirinya menyebut salah satu hal yang menyebabkan terjadinya pelanggaran HAM adalah persoalan Papua yang dulu bernama Irian Barat. Padahal, persoalan tersebut telah selesai dan Papua merupakan wilayah yang sepenuhnya bagian integral dari NKRI.
Apabila masih ada kekecewaan sehingga meletus dan melebar kepada keinginan yang tida sejalan dengan tujuan berbangsa dan bernegara, maka hal inilah yang terkadang memunculkan terjadinya pelanggaran HAM baik yang disengaja atau tidak, baik pribadi perorangan atau kelompok. Berkaitan dengan penanganan kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Papua, Willem menyebutkan bahwa pendekatan hukum formal merupakan amanat undang-undang. Namun, dirinya menjelaskan beberapa daerah di Papua memiliki karakteristik berbeda, sehingga hukum adat juga memungkinkan untuk diberlakukan. Tetapi hukum adat itu sendiri bisa dirundingkan, dibicarakan, sehingga tidak terlalu fenomenal untuk merugikan pihak yang lain. Apalagi hukum konvensi membutuhkan kesepakatan karena berkaitan dengan mana yang bisa dibicarakan dengan baik. Tinggal bagaimana pemerintah daerah membangun komunikasi yang baik dengan tokoh masyarakat.
Di sisi lain Willem juga berharap agar pemerintah daerah dapat memahami duduk persoalan yang terjadi dalam penyelesaian pelanggaran HAM. Oleh arena itu, dirinya mendorong untuk memaksimalkan pelayanan publik oleh pemda setempat. Jika pelayanan publiknya baik, tentu saja hal-hal yang dikhawatirkan seperti pelanggaran HAM tidak akan mungkin terjadi.
Willem juga berharap agar pemimpin di Papua tidak mengutamakan kepentingan pribadi dan bersedia untuk mengabdi bagi kemajuan serta kesejahteraan masyarakat. Keberadaan DOB diharapkan mampu mengubah pelayanan birokrasi serta pelayanan publik menjadi lebih cepat dan efektif, di mana hal tersebut akan meredam kemungkinan terjadinya pelanggaran HAM di Papua.
Pelanggaran HAM bisa terjadi karena seseorang merasa tidak mendapatkan pelayanan yang maksimal. Hal tersebut ditambah dengan birokrasi yang sulit sehingga membuat masyarakat merasa kesal karena tidak mendapatkan pelayanan yang efektif.
Di sektor keamanan, keberadaan DOB tentu saja akan meningkatkan pengamanan di Papua. Hal ini dikarenakan penambahan DOB tentu saja akan menambah jumlah personel TNI-Polri di Bumi Cenderawasih. Meningkatnya keamanan di Papua tentu akan berdampak pada lancarnya distribusi logistik untuk menangani masalah kelaparan di Papua. Apalagi faktor keamanan juga menjadi salah satu masalah yang menyebabkan pengiriman bantuan tidak dapat berjalan dengan baik. Oleh karena itu, Presiden juga turut menginstruksikan jajaran TNI untuk membantu mengawal pengiriman bantuan tersebut.
Keberadaan DOB tentu saja menjadi harapan bagi masyarakat serta upaya konkrit pemerintah dalam menjalin kedekatan antara pemerintah dengan masyarakat asli Papua. Hal ini tentu saja menjadi langkah preventif agar kasus pelanggaran HAM tidak terjadi.
Pemerintah Daerah tentu memiliki peran vital guna menangani pelanggaran HAM yang terjadi di Papua. Hal ini dikarenakan Pemda setempatlah yang memiliki otoritas serta pemahaman terhadap duduk permasalahan yang ada. Sehingga upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM bisa diselesaikan dengan cepat.
Di sisi lain, pembangunan DOB juga perlu mendapatkan dukungan dari para tokoh masyarakat, tokoh adat maupun tokoh intelektual. Dukungan merekalah yang membuat pembentukan DOB menjadi lebih kuat dan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Para tokoh ini juga berperan sebagai perpanjangan tangan pemda untuk mengkaji penyebab terjadinya pelanggaran HAM di Papua.
Pembangunan DOB Papua tentu saja bertujuan untuk mendekatkan pemerintah dengan masyarakat, serta memudahkan penanganan kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Bumi Cenderawasih.
)* Penulis adalah kontributor Ruang Baca Nusantara