Dukung Independensi MK, Semua Pihak Perlu Menghomati Putusan Sistem Pemilu
Oleh : Mika Putri Larasati )*
Dukung penuh independensi yang dimiliki oleh MK dengan sama sekali tidak mengintervensi lembaga tersebut, seluruh partai politk maupun masyarakat memang hendaknya harus terus mampu menghormati dan menghargai apapun putusan yang dibacakan oleh Mahkamah Konstitusi mengenai sistem Pemilu, apakah tetap menggunakan proporsional terbuka ataupun tertutup nantinya. Karena putusan itu jelas merupakan sebuah putusan yang objektif dan mengedepankan kepentingan bangsa.
Mahkamah Konstitusi (MK) akan segera menggelar sidang dalam rangka pengucapan putusan gugatan uji materi pada Pasal 168 Undang-Undang (UU) Pemilihan Umum (Pemilu) mengenai sistem Pemilu proporsional terbuka. Gelaran sidang tersebut dilangsungkan pada hari Kamis, 15 Juni 2023 mendatang.
Terkait adanya sidang pengucapan putusan sistem Pemilu itu, Juru Biacara (Jubir) MK, Fajar Laksono menyatakan bahwa jadwal sidang telah dikirimkan kepada beberapa pihak seperti Pemerintah Republik Indonesia (RI), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) dan juga pada pihak terkait lainnya dalam gugatan itu.
Diketahui bahwa soal gugatan sistem Pemilihan Umum, yang merupakan perkara 114 itu sidang pengucapan putusannya akan dilakukan pada pukul 09:30 Waktu Indonesia bagian Barat (WIB) di Ruang Sidang Gedung MK.
Kemudian, menerima surat panggilan undangan untuk menghadiri sidang, Kuasa Hukum DPR di Mahkamah Konstitusi, Habiburokhman mengaku bahwa pihaknya akan menghadiri sidang pembacaan putusan uji materi tersebut, yang mana nantinya akan sangat berpengaruh karena mengatur bagaimana penerapan sistem Pemilu, apakah masih menggunakan proporsional terbuka, yakni pencoblosan secara langsung dilakukan oleh masyarakat kepada nama calon legislatif (caleg) yang mereka dukung, ataukah menggunakan proporsional tertutup.
Jika misalnya pihak MK ternyata mengabulkan gugatan itu, maka ke depannya, Indonesia akan menerapkan sistem Pemilihan Umum yang berubah, yakni dengan secara proporsional tertutup, yang mana masyarakat hanya akan mencoblos partai politik (parpol) saja, untuk kemudian pihak partai yang akan menentukan kader terbaik mereka duduk di kursi parlemen.
Tentunya, kedua penerapan sistem Pemilu itu, entah menggunakan proporsional terbuka ataupun proporsional tertutup, keduanya sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing dan pastinya pihak Mahkamah Konstitusi serta Pemerintah RI akan memutuskan apa yang terbaik bagi keberlangsungan bangsa ini di masa mendatang.
Sementara itu, Juru Bicara Partai Aceh (PA), Nurzahri menyatakan bahwa sempat terjadinya polemik mengenai bagaimana sistem Pemilu ke depannya, apakah tetap menggunakan proporsional terbuka, ataukah kemudian diganti menjadi proporsional tertutup pada pelaksanaan pesta demokrasi dan kontestasi politik Pemilu pada tahun 2024 mendatang, sebenarnya merupakan sikap yang sama saja hendak mengintervensi putusan MK.
Maka dari itu, hendaknya jangan sampai ada sebuah polemik yang terus lahir dan berkelanjutan di masyarakat, apalagi jika polemik tersebut kemudian justru malah ditambahi dengan banyaknya isu dengan berita bohong atau hoaks yang justru sangat menyesatkan masyarakat.
Terlebih, ketika polemik terjadi, maka sudah barang tentu masyarakat juga akan menjadi terpecah belah dan sangatlah mengancam rasa kesatuan dan persatuan di Tanah Air. Untuk itu, apapun keputusan yang akan dibacakan oleh Mahkamah Konstitusi dalam sidang tersebut mengenai bagaimana sistem Pemilu, hendaknya jangan sampai diintervensi oleh pihak manapun.
Bagaimana tidak, pasalnya sudah jelas bahwa secara aturan dalam perundang-undangan saja, partai politik (parpol) tidak diperkenankan untuk memiliki sikap demikian, yakni terus memberikan intervensi kepada pihak MK dengan apapun alasannya karena memang Mahkamah Konstitusi sendiri merupakan lembaga yang independen dan tidak memihak siapapun partai politik tertentu.
Selain itu, seluruh proses apakah ada pihak dari parpol tertentu yang mungkin kurang berkenan dengan hasil putusan yang dibacakan oleh MK, mereka tidak perlu menjadikan isu dan polemik terlalu luas di masyarakat karena semua juga sudah terdapat aturannya, yakni mereka bisa kembali mengajukan gugatan.
Daripada harus menjadikan putusan Mahkamah Konstitusi menjadi sebuah polemik besar di masyarakat dan justru akan menimbulkan kegaduhan yang luar biasa, tentunya sebenarnya itu bukanlah sebuah sikap dewasa yang bisa ditunjukkan oleh sebuah partai politik dalam memberikan respon mengenai suatu permasalahan, utamanya adalah gugatan pengadilan.
Jika memang terdapat pihak yang masih keberatan dan menyatakan sikapnya tidak sesuai dengan bagaimana putusan MK, tentu seluruhnya harus melalui jalur hukum dan diselesaikan lewat jalur hukum, karena memang itu semua bukanlah ranah politik, melainkan sudah menjadi ranah hukum, sehingga sudah tidak perlu lagi mengadakan pertemuan sikap penolakan atau apapun itu.
Tentu, hendaknya seluruh pihak, mulai dari partai politik ataupun setiap elemen masyarakat mampu terus mendukung penuh bagaimana independensi dari MK dan memiliki ketegasan untuk tidak terlalu mengintervensi apapun yang nantinya akan diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi serta menerima apapun keputusan dari MK, entah itu ke depannya masih menerapkan sistem Pemilu proporsional terbuka ataupun tertutup.
Dengan adanya dukungan penuh dan juga seluruh pihak mampu tetap menghormati bagaimana putusan MK mengenai sistem Pemilu ke depannya, maka sama saja masyarakat juga turut andil dalam mendukung bagaimana independensi yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi, sehingga putusan yang dihasilkan pun terbebas dari intervensi pihak manapun dan mampu secara objektif demi kebaikan bangsa ke depannya.
)* Penulis adalah kontributor Ruang Baca Nusantara