Dukung Visi Indonesia Maju dan SDM Unggul
Oleh: Dadang Suhendar*
Dalam menghadapi kompetisi global yang semakin ketat dan cepat, dibutuhkan akselerasi menyeluruh negara di berbagai sektor. Teknologi mutakhir dan SDM yang unggul dianggap sebagai komponen utama menunjang tujuan tersebut.
Menghadapi hal tersebut, Indonesia mencanangkan visi Indonesia maju. Salah satunya dengan mempersiapkan SDM yang unggul dan modernisasi teknologi. Hal tersebut digagas sebagai pembangunan nasional berkesinambungan. Bangsa yang kuat dan mampu bersaing di dunia global merupakan harapan semua pihak.
Persaingan pasar global tidak saja didominasi kemampuan suatu negara dalam melakukan ekspansi sumber daya alam dan volume produksi. Namun saat ini dengan perkembangan era revolusi Industri 4.0 yang begitu cepat, pasar global membutuhkan SDM berkualitas high-tech berbasis generasi milenial. SDM unggul saat ini menjadi faktor pengungkit kecepatan berinovasi kekuatan ekonomi makro suatu negara.
Fenomena di sejumlah negara-negara dikenal Macan Asia percepatan pembangunan high-tech selalu didukung maksimal dengan jumlah engineer yang terus mengalami peningkatan. Pertanyaan adalah mengapa jumlah engineer di Indonesia tak turut meningkat, ketika Asia kian gegap gempita dengan percepatan pembangunan industri high-technya. Dan bagaimana hal itu berkorelasi terhadap kian turunnya daya saing negeri ini ?
Sangat menarik untuk digarisbawahi ketika Presiden Jokowi dalam momentum 17 Agustus 2019 menegaskan, kita butuh ilmu pengetahuan dan teknologi yang membuat kita bisa melompat dan mendahului bangsa lain. Kita butuh terobosan-terobosan, jalan pintas yang cerdik, yang mudah, yang cepat. Kita butuh SDM-SDM unggul yang berhati Indonesia, berideologi Pancasila. Disisi lain, kita juga menghadapi persoalan kompetensi secara makro. Berdasarkan riset ASO College Group dari Jepang, pada tahun 2015, ketersediaan sarjana teknik di Indonesia sebanyak 37.000 orang per tahun. Padahal, setiap tahun idealnya dibutuhkan sekitar 57.000 orang. Sementara itu, pada periode 2015-2020 diperkirakan dibutuhkan rata-rata 90.500 per tahun. Artinya, Indonesia membutuhkan tambahan sumber daya muda untuk mengejar ketertinggalan itu. Posisi mereka sebagai kunci penggerak utama dunia industri.
Tanpa kita sadari lompatan sejumlah negara Asia yang semakin cepat telah menurunkan aktivitas nilai tambah di wahana industri dalam negeri, tenaga ahli dan tenaga kerja terampil yang berpotensi besar kehilangan kesempatan untuk mengambil momentum evolusi proses desain, rekayasa dan manufaktur. Hal ini pada gilirannya terkoneksi perlambatan proses nilai tambah menghasilkan produk-produk berkualitas tinggi yang pada gilirannya menurunkan daya saing negara secara keseluruhan.
Dalam situasi kegiatan industri negara kita lesu, tidak menutup kemungkinan memunculkan gelombang migrasi tenaga ahli dan talenta kita apalagi generasi milenial untuk memilih berkiprah ke luar negeri karena pangsa pasar global membuka akses luas kebutuhan sumber daya high-tech. Untuk menjawab persoalan ini perlu dibuatkan visi jangka pendek dan menengah berorientasi kuat mementingkan investasi infrastruktur Iptek yang terkoneksi dari jenjang pendidikan hingga perguruan tinggi yang saling terkait dengan semua lembaga memproduksi barang dan jasa yang memiliki nilai inovasi.
Sudah saatnya negara meninggalkan orientasi narasi keungulan sumber daya alam yang selalu muncul mewarnai buku pelajaran dan pola ajar di sekolah. Penyederhaan narasi ini sangat perlu dilakukan agar kita tidak larut dalam kesulitan permanen untuk memperbaiki posisi daya saing bangsa. Sudah saatnya Indonesia maju dalam mengembangkan pabrik cerdas melalui brain gain policy satu kesatuan SDM Unggul agar dapat menghimpun potensi anak bangsa dalam hal sains, teknologi dan inovasi di era revolusi industri 4.0.
* Penulis merupakan Aktivis Pemuda Peduli Bangsa