Dukungan Papua Bagian NKRI di Berbagai Wilayah
Oleh : Rebecca Marian )*
Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) di Papua pada tanggal 19 November 1969 telah dilaksanakan dengan lancar, tertib dan aman, Pepera ini dilaksanakan oleh PBB dan diawasi langsung oleh beberapa negara peninjau, hasilnya Rakyat Papua dan Papua Barat menyatakan akan tetap bergabung dan menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sekjend PBB akhirnya menuju Jayapura untuk memperjelas bahwa PBB akan menjamin kelancaran proses alih kekuasaan dari Untea kepada Pemerintah Indonesia. Sebab pedoman integrasi Papua 1 Mei 1963 maupun hasil PAPERA 1969 yang melahirkan resolusi PBB 2405.
Hasil Papera tersebut akhirnya disahkan oleh Majelis Umum PBB melalui resolusi 2505 pada 19 November 1969, yang artinya Papua telah kembali ke Pangkuan Indonesia dan sudah didukung penuh oleh masyarakat Internasional PBB.
Pada 2017 silam, Pemerintah Inggris melalui Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Moazzam Malik mengungkapkan, bahwa kebijakan Pemerintah Inggris jelas mendukung persatuan Indonesia dan Papua yang sudah mutlak menjadi bagian dari NKRI.
Sehingga tidak ada alasan bagi Papua untuk memisahkan diri dari Indonesia. Kita punya peran penting untuk menjaga agar Papua bisa tetap berdaya dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Negara Indonesia.
Gerakan menolak Kemerdekaan Papua juga digaungkan di Makassar. Puluhan aktifis dari aliansi Anak Bangsa Cinta NKRI melakukan aksi unjuk rasa di depan monumen Nasional Pembebasan Irian Barat.
Aksi massa tersebut berkaitan dengan kerusuhan yang terjadi di Provinsi Papua hingga saat ini masih ditetapkan siaga satu oleh Pemerintah.
Aliansi Anak Bangsa Cinta NKRI tersebut meminta agar pihak keamanan khususnya Presiden agar memperhatikan kerusuhan yang terjadi di Papua yang dimana sekelompok massa ingin membebaskan diri dari NKRI dan membentuk Papua Merdeka.
Aksi yang dikomandoi oleh Rey Gunarmin sebagai koordinator aksi tersebut berorasi dan meminta agar kejadian yang terjadi di Papua segera terselesaikan, dan menolak keras akan adanya upaya adu domba dan provokasi melalui issu rasisme.
Selain itu, Rey berharap agar pemerintah pusat dapat menjamin keamanan dan kenyamanan seluruh Mahasiswa atau warga pendatang yang ada di Papua.
Pada kesempatan berbeda, Ketua Sinode Gereja Kingmi, Benny Giay, mengungkapkan, pihaknya telah menyebarkan imbauan kepada masyarakat di Papua terkait aksi – aksi menolak rasialisme di Papua, Papua Barat dan wilayah lain di Indonesia. Imbauan tersebut berisi ajakan melakukan unjuk rasa dengan tertib dan tidak mengibarkan bendera OPM / Bendera Berlambang Bintang Kejora.
Benny menyebarkan himbauan tersebut menggunakan selebaran kepada masyarakat Papua. Himbauan tersebut dilakukan karena belajar dari apa yang terjadi di Deiyai, Papua pada Rabu 28 Agustus 2019. Dimana aksi unjuk rasa menolak rasialisme kala itu menyebabkan 2 pengunjuk rasa meninggal dan satu prajurit TNI gugur.
Ia juga menegaskan, aksi – aksi di berbagai tempat sedianya memang untuk mengutuk aksi rasialisme, kendati demikian, aksi – aksi tersebut memang kerap dihiasi dengan berkibarnya bendera bintang kejora.
Pada aksi di Fakfak Agustus silam, pengibaran bendera bintang kejora menyebabkan aksi tandingan. Aksi Mahasiswa Papua di berbagai daerah di Jawa, termasuk di depan Istana kepresidenan juga dihiasi bendera bintang kejora dan seruan untuk meminta referendum Papua.
OPM hingga saat ini merupakan salah satu organisasi pro kemerdekaan Papua, hal ini menjadikannya masuk dalam daftar kelompok separatisme yang sampai hari ini masih melakukan perlawanan terhadap NKRI.
Menko Polhukam Wiranto telah memastikan, bahwa oknum yang mengibarkan bendera bintang kejora tersebut akan menerima hukuman sesuai dengan undang – undang.
Mantan Ketua MK Mahfud MD mengatakan, dalam upaya meredakan konflik di Papua dan Papua Barat, dirinya meminta agar pemerintah mengutamakan dialog konstruktif dan persuasif, karena aksi massa di dua provinsi tersebut ditakutkan akan mengganggu stabilitas nasional.
Selain itu dirinya juga mengingatkan kepada seluruh masyarakat agar tidak bersikap rasis terhadap sesama warga. Hal tersebut menjadi penting untuk mencegah terjadinya konflik kembali. Masyarakat Indonesia tidak boleh rasis terhadap sesama. NKRI merupakan kesepakatan yang sudah final dan tidak bisa ditawar, apalagi jika ada yang ingin merdeka atau memisahkan diri.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua, tinggal di Jakarta