Food Estate Strategi Memajukan Pertanian Indonesia
Oleh : Aulia Hawa )*
Food Estate merupakan strategi memajukan pertanian Indonesia agar menjadi lebih baik ke depannya. Dengan adanya konsep tersebut, maka kesejahteraan Petani diharapkan akan meningkat dan target swasembada pangan dapat tercapai.
Pernahkah Anda mendengar istilah food estate? Food estate adalah istilah populer dari kegiatan usaha budidaya tanaman skala luas (lebih dari 25 hektar) yang dilakukan dengan konsep pertanian sebagai sistem industrial, yang berbasis iptek, modal, serta organisasi dan manajemen modern. Konsep ini mengintegrasi pertanian, peternakan, dan perkebunan dalam 1 kawasan.
Indonesia adalah negara agraris dan food estate adalah langkah bagus untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan swasembada beras serta hasil bumi lainnya. Presiden Jokowi menyatakan bahwa sektor pertanian bisa maju jika petani meningkatkan daya saing dan profesionalisme. Oleh karena itu beliau menyarankan untuk fokus ke sektor hilir, bukan hulu, alias ke pasca panen dan pengolahan bahan alamnya.
Oleh karena itu Kementrian Pertanian membuat food estate sebagai wujud pertanian modern dan integrasi dengan peternakan serta perkebunan. Pembangunan food estate di beberapa daerah di Indonesia telah melalui berbagai kajian, sehingga diharap akan membuahkan hasil maksimal dan keuntungan yang tinggi. Sehingga sektor pertanian di Indonesia akan lebih maju lagi.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyatakan bahwa dalam program food estate segala hal yang berkaitan dengan tujuan pembangunan pertanian nasional diimplementasikan dengan baik. Yakni dari sektor hulu ke hilir dan dilakukan secara komprehensif.
Syahrul melanjutkan, program food estate memiliki beberapa ciri khas yaitu mengelola multikomoditas, menggunakan mekanisasi, korporasi, marketplace, dan berorientasi ekspor. Dalam artian, petani yang digandeng dalam program ini tidak hanya tahu cara menanam padi dan tanaman lain, tetapi juga menjalankan teknik pertanian modern sehingga bisa panen dalam jumlah besar.
Food estate memang harus melalui berbagai kajian agar hasilnya bagus. Seain itu, pertanian modern memang ditonjolkan dalam food estate, karena sudah saatnya petani meng-upgrade ilmu dan tidak hanya menanam berdasarkan ajaran lama. Jika para petani paham bahwa musim bergeser, maka tidak akan gagal panen, karena waktu untuk menanam juga digeser dan hasilnya akan sangat bagus. Saat padi tumbuh tidak akan kekeringan karena mereka sudah memprediksi, berdasarkan ilmu meteorologi dan klimatologi.
Para petani akan terbiasa dengan mekanisasi alias menggunakan alat-alat modern untuk bertani. Mereka tidak lagi membajak sawah dengan cara tradisional, misalnya hanya dengan tenaga kerbau atau sapi, tetapi digantikan dengan alat yang canggih. Hasilnya akan lebih cepat dan sawahnya bisa makmur. Ini adalah hasil dari kajian, demi majunya teknik pertanian di Indonesia.
Mengapa fokus pada pertanian modern dan mekanisasi? Karena Indonesia adalah negara agaris tetapi kita sempat gagal swasembada, sehingga haarus evaluasi di mana letak kesalahannya. Teknik pertanian harus dirombak agar panen raya terjadi dan bisa meng-cover kebutuhan rakyat se-Indonesia. Kita tidak lagi bergantung pada komoditas impor.
Ali Jamil, Direktur Jendral Sarana dan Prasarana Pertanian menyatakan bahwa ada 3 lokasi food estate, yakni di Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, dan Nusa Tenggara Timur. Penetapan area berdasarkan aspek teknis, melalui analisa peta, yakni peta kesesuain lahan, peta lahan gambut, dll.
Food estate telah melalui berbagai kajian dan tidak hanya teori belaka. Namun sektor pertanian akan disentuh dengan modernitas dan langsung dipraktekkan, sehingga akan menghasilkan panen yang banyak. Kajian melalui analisa peta dan lain-lain akan sangat membantu.
Diharap food estate akan menghasilkan panen melimpah, karena teknik pertanian dirombak jadi modern dan mekanis. Food estate adalah hasil dari kajian dan para ahli dengan senang hati membantu pertanian di Indonesia, agar kita selalu swasembada. Petani akan lebih makmur berkat ilmu yang didapatkan.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini