FPI Terlibat Gerakan Radikal
Oleh : Firza Ahmad )*
Pemerintah telah resmi membubarkan Front Pembela Islam (FPI). Selain tidak terdaftar di Kemenkum HAM maupun Kemendagri, FPI terindikasi terlibat dengan gerakan radikal, sehingga perlu dilarang keberadaannya di Indonesia.
Sebelumnya, sebanyak 26 terduga teroris dari Makassar dan Gorontalo dibawa ke Jakarta. Sebagian dari para teroris tersebut rupanya merupakan anggota FPI. Pihak kepolisian juga telah menuturkan bahwa 19 dari 26 anggota yang tertangkap semua terlibat atau menjadi anggota FPI di Makassar. Di mana, mereka disebut sangat aktif dalam kegiatan-kegiatan FPI yang ada di sana.
Terkait hal tersebut, pengamat intelijen dan Terorisme Universitas Indonesia (UI) Ridwan Habib, mengungkapkan faktor apa yang membuat belasan anggota FPI itu kemudian memilih menjadi teroris.
Menurutnya, ada ketidakpuasan selama mereka di organisasi FPI yang mereka ikuti. Seperti sejauh mana kerasnya perjuangan yang ditembus. Atas hal itulah mereka merasakan adanya sesuatu yang tidak memuaskan diri mereka.
Ridwan mengatakan, rata-rata mereka tidak puas dengan organisasi yang ada merasa terlibat lebih jauh, seperti membuat senjata dan terlibat perang.
Ia mengatakan, puncak sejumlah anggota FPI berafiliasi dengan kelompok teroris yakni pada saat euforia kemunculan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) pada 2015. Namun, setelah diketahui garis perjuangan ISIS membunuh sesama muslim, FPI lantas berpaling.
Sikap FPI atas ISIS tersebut kemudian direspons para anggota. Bagi anggota yang berjiwa sangat militan, lantas memilih untuk bergabung dengan kelompok radikal seperti Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Sehingga keterlibatan FPI dalam Gerakan Radikal, tentu menjadi sebuah landasan yang tepat bagi pemerintah untuk membubarkan FPI.
Pada kesempatan berbeda, ketua bidang hukum dan ham, PP Pemuda Muhammadiyah, Razikin menganggap, langkah pemerintah yang secara resmi membubarkan ormas FPI diyakini sudah melalui kajian secara komprehensif.
Dirinya memandang, langkah pemerintah yang melarang seluruh aktifitas FPI merupakan langkah yang tepat, Karena dirinya melihat, ormas yang didirikan Habih Rizieq tersebut semakin memperlihatkan berbagai tindakan yang melanggar hukum.
Ia melihat, FPI sendiri cenderung menumpang dalam fasilitas demokrasi yang menabrakkan prinsip-prinsip dasar dari demokrasi itu sendiri.
Meski demikian, Razikin menilai ada hal yang jauh lebih penting dari sekadar polemik pembubaran tersebut, yang dianggapnya perlu pencermatan semua pihak, dimana belakangan ini gejala radikalisme semakin kuat di Indonesia.
Dirinya mencermati, FPI seakan memberikan ruang bagi bibit radikalisme dan ekstremisme itu tumbuh. Yang menjadi pertanyaan, apakah FPI secara sengaja membuka ruang tersebut, ataukah FPI tidak menyadari akan hal itu.
Semenjak ada FPI, maka sebagian orang mulai berani mengatakan kafir dan kafir, tidak hanya kepada pemeluk agama lain, bahkan sesama pemeluk agama Islam saja dikatakan kafir.
Apalagi jika mereka mendukung diterapkannya Khilafah di Indonesia. Hal ini tentu akan sangat berbahaya jika dibiarkan. Kita tentu yakin bahwa Pancasila adalah dasar negara yang sudah final dan tidak dapat diganti oleh ideologi apapun.
Sehingga jika ada sekelompok orang yang memiliki pemikiran tentang merubah dasar negara Republik Indonesia, hal tersebut tentu sudah jauh menyimpang dan berbahaya, hal tersebut dikarenakan Pancasila sebagai dasar negara telah ‘berubah’, maka otomatis Indonesia sudah tidak ada lagi dan bukan Indonesia lagi namanya.
Sebelum FPI secara resmi dibubarkan oleh pemerintah, Ketua DPP LPMI Abdillah Zain mengatakan, bukan sekali dua kali publik menyuarakan pembubaran FPI. Ormas Islam besutan Habib Rizieq ini dinilai selalu menampilkan praktik radikalisme di tengah iklim kehidupan publik yang menginginkan keberagaman.
Jejak Digital juga masih merekam istilah ‘potong leher’ yang diucapkan Habib Rizieq untuk penista agama. Seruan tersebut tentu saja baru satu dari sekian banyak kata-kata kasar yang sering disebutkan oleh HRS dalam sejumlah pidato-pidato yang cenderung provokatif.
Pihak DPP LPMI juga mengecam keras FPI yang dengan sengaja melakukan tindakan tidak taat aturan hukum di Indonesia.
Pada 2012 lalu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi saat itu juga sempat mempertimbangkan untuk membekukan ormas tersebut, hal ini dikarenakan dirinya belum bisa melupakan aksi anarkis massa FPI saat unjuk rasa menolak evaluasi sembilan perda miras 12 Januari 2012. Dimana pada saat itu sejumlah kaca gedung kemendagri hancur karena aksi anarkis tersebut.
Tindakan anarkis yang dilakukan oleh FPI tentu saja tidak bisa dibiarkan, hal tersebut justru menjadi zona pertumbuhan bibit radikalisme yang dapat mengancam keutuhan NKRI.
)* Penulis adalah warganet tinggal di Bogor