Generasi Muda dan Mahasiswa Perlu Terlibat Penanganan Covid-19
Oleh : Susah Kurniasari )*
Mahasiswa dan generasi muda sebagai agent of change seharusnya benar-benar melakukan perubahan dan tidak hanya sibuk berteori, utamanya di masa pandemi Covid-19. Salah satu bentuk partisipasi tersebut adalah dengan turun ke jalan untuk membantu masyarakat yang kesusahan, termasuk dengan menjadi relawan Covid-19.
Kita mungkin sudah bosan mendengar berita yang pelik tentang corona. Virus mini itu memporak-porandakan hidup dan manusia dituntut untuk survive, dengan mempraktekkan protokol kesehatan dan berpikir positif. Namun sayangnya sekelompok mahasiswa justru negative thinking, cemberut dan menyalahkan pemerintah.
Belakangan santer ajakan untuk unjuk rasa yang dilakukan oleh mahasiswa. Mereka yang berasal dari salah satu kampus di Ambon berdemo tanggal 19 juli lalu, dan menolak PPKM darurat. Para mahasiswa juga menuntut agar Presiden Jokowi mengundurkan diri, karena dianggap belum berhasil dalam menangani pandemi Covid-19.
Masyarakat kemudian tidak habis pikir dengan tindakan tersebut karena mahasiswa malah seperti anak TK. Sudah tahu masa pandemi, mengapa malah nekat berdemo? Padahal berpotensi untuk menyebabkan klaster corona baru. Kalau mereka benar-benar terinfeksi virus Covid-19, maka itu akibat dari perbuatanya sendiri dan dilarang menyalahkan pemerintah lagi.
Selain itu, sebagai mahasiswa seharusnya mereka mencari solusi, bukannya menyalahkan orang lain. Pemerintah sudah berusaha sangat keras untuk mengatasi dampak pandemi, mulai dari memberi BLT cash, sembako, kartu pra kerja, kewajiban untuk mematuhi protokol kesehatan, sampai vaksinasi yang 100% gratis. Bahkan Indonesia lebih dulu membeli vaksin Sinovac daripada beberapa negara lain di Asia Tenggara.
Seharusnya para mahasiswa berpikir bahwa pemerintah sudah berusaha, bukannya malah mencari-cari kesalahan. Bayangkan jika posisinya dibalik, belum tentu mereka becus dan bisa bergerak cepat seperti Presiden Jokowi dan mengatasi permasalahan akibat pandemi dengan kepala dingin. Hargailah usaha pemerintah selama ini.
Sebagai mahasiswa yang agent of change seharusnya mereka melakukan berbagai perubahan positif dan bergerak, alih-alih hanya berdemo dan mengomel. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyatakan bahwa peran mahasiswa saat pandemi sangat besar. Mereka bisa mensosialisasikan protokol kesehatan kepada masyarakat dan mengedukasi agar lebih banyak yang disiplin memakai masker. Dalam artian, para mahasiswa memiliki kemampuan untuk mengubah keadaan dan memotivasi masyarakat.
Contohnya adalah para mahasiswa bisa membuat desain grafis tentang pentingnya vaksinasi dan kewajiban untuk melakukan protokol kesehatan di luar rumah. Desainnya bisa diunggah ke media sosial sehingga bisa dilihat oleh para followers. Sehingga banyak yang terinspirasi dan akhirnya mau diinjeksi dan mematuhi protokol dengan disiplin. Secara tidak langsung, mereka menjadi duta vaksinasi di dunia maya.
Selain itu, aksi nyata para mahasiswa yang ditunggu oleh masyarakat adalah dengan memberi bantuan oksigen. Saat ini tabung oksigen harganya melonjak hingga 2 , bahkan 3 kali lipat. Untuk isi ulang juga harus mengantri lama. Padahal pasien corona sangat membutuhkannya.
Mahasiswa bisa membuat bakti sosial dengan berdonasi via jasa dan tenaga. Misalnya para mahasiswa jurusan seni rupa bisa membuat lapak online atau offline dan membuka jasa lukis, lalu honornya dikumpulkan untuk membeli tabung oksigen. Tabung itu disumbangkan keapda para pasien yang kesulitan finansial, sehingga bisa tertolong nyawanya.
Para mahasiswa juga bisa membuat jasa cuci motor dan mobil lalu sebagian besar hasilnya dibelikan tabung oksigen, atau dirupakan sembako yang nanti dibagikan kepada kaum dhuafa. Jika mahasiswa bergerak di bidang sosial maka akan banyak yang tertolong. Di masa pandemi memang sudah seharusnya kita saling menolong.
Mahasiswa jangan hanya pandai berteori dan berunjuk rasa untuk menentang kebijakan pemerintah. Mereka seharusnya malu karena sudah besar tetapi lupa mengasah kepekaan sosial. Seharusnya mereka mengadakan aksi untuk berdonasi dan hasilnya diberikan kepada pasien corona dan fakir-miskin.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini