Polemik Politik

Generasi Muda Islam Pemersatu Bangsa Ala KH. Ma’ruf Amin

Oleh: Nur Jannah*

Kunjungan Cawapres Ma’ruf Amin ke Pondok Pesantren Mambaul Ulum di Kabupaten Bondowoso mendapatkan sambutan hangat oleh ratusan santri di sepanjang jalan menuju pesantren dengan mengibarkan bendera merah putih. Kunjungan Maruf Amin ke Bondowoso, merupakan serangkaian dari agenda silaturahmi Tour de Jatim dirinya diantaranya Surabaya, Sidoarjo, Malang, Jember, Situbondo, dan Banyuwangi.  Silaturahmi yang dilakukan ke lingkungan pondok pesantren merupakan wujud dari kepedulian Cawapres nomor urut 1 ini kepada generasi-generasi santri muda agar tercipta santri yang unggul,berwibawa, berkarakter dan memiliki jiwa nasionalisme.

Mengesampingkan statusnya sebagai Cawapres dan kepentingan politik menjelang pemilu 2019, KH. Ma’ruf Amin menemui para tokoh ulama pengasuh pondok pesantren, berikut ratusan santri dari berbagai jenjang pendidikan. Di sela-sela pertemuan tersebut, Maruf Amin memberikan suntikan semangat kepada para santri yang hadir  agar lebih giat dalam menuntut ilmu-ilmu yang disampaikan oleh pengajar sehingga dapat tercipta lulusan atau alumni yang sukses. Ia mencontohkan bahwa saat ini santri lulusan dari pondok pesantren tidak hanya akan menjadi kyai saja, Namun banyak alumni pondok pesantren yang menjadi pengusaha, pejabat, Bupati, Gubernur, bahkan menjadi seorang Presiden seperti Kyai Haji Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Untuk menunjang dan mengotimalkan pendidikan dilingkungan pondok pesantren, Cawapres pasangan petahana Jokowi ini memiliki gagasan untuk mengusulkan adanya kementerian kepondok pesantrenan agar keberadaan pondok pesantren akan mendapatkan perhatian yang lebih dalam mencetak generasi bangsa berdasarkan kaidah islam dan memiliki jiwa nasionalisme.

Keberadaan Pondok Pesantren di Indonesia memiliki peran vital untuk melanjutkan peran ulama dan mempersiapkan generasi-generasi muda sebagai tokoh ulama masa depan, yang akan mengentaskan manusia dari jahiliyah menuju cahaya iman dan Islam. Sehingga tidak perlu dihawatirkan, agama Islam akan hilang atau tercemar karena pondok pesantren masih tetap eksis. Atas dasar tersebut, mendorong KH. Ma’ruf Amin melakukan silaturahmi ke pondok pesantren dan memberikan dorongan moril agar ajaran islam yang ada di masing-masing pondok pesantren tidak keluar dari jalurnya.

Bukanlah hal yang tabu bagi telinga kita jika mendengar nama KH. Ma’ruf amin dan kegiatannya yang berkaitan dengan keagamaan seperti kunjungannya ke beberapa pondok pesantren di Jawa Timur. Beliau merupakan Rais ‘Aam Syuriah pada pengurus besar Nahdatul Ulama dan sempat menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia(MUI).  Selain menempati jabatan tersebut, rupanya KH. Ma’ruf Amin pernah dipercaya mengisi kursi jabatan sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tepat pada 9 Agustus 2018, KH. Ma’ruf Amin diumumkan sebagai calon Wakil Presiden Indonesia pada pemilu 2019 mendatang untuk mendampingi petahana Joko Widodo.

Keberadaan KH Ma’ruf Amin yang berdiri sebagai cawapres bagi petahana Joko Widodo, menjadikan keuntungan tersendiri dalam perolehan dukungan masyarakat yang mayoritas muslim. Ciri khas keulamaan cukup menjadi magnet politik sebagai citra positif seorang tokoh kharismatis yang akan duduk dalam kursi nomor dua di pemerintahan yang dapat menjunjung tinggi nilai-nilai budaya Islam nusantara. Simbol keagamaan atau kebudayaan ternyata cukup penting bahkan berpengaruh dalam membuat pemetaan kelompok-kelompok simpatisan Islam politik, mana yang moderat-tradisional atau fanatik-radikal.

Potensi perolehan suara dukungan yang mengalir dari kalangan NU kepada Ma’ruf Amin, semata-mata bukan sebatas dukungan politik, namun lebih jauh dari itu, masyarakat muslim berharap ia dapat mewakili kalangan mayoritas muslim menjadi sosok pengawal kultur yang secara sosial-politik mampu merekatkan nilai-nilai solidaritas antarkelompok Islam. Perlu kita cermati bersama, akan lain ceritanya apabila suatu ketika bukan Ma’ruf yang dipilih menjadi cawapres pendamping petahana jokowidodo. Maka dampaknya Islam politik akan lebih leluasa dalam mengelompokkan antar umat beragama yang mungkin saja berdampak luas terhadap entitas kebangsaan, kenegaraan, bahkan keberagamaan.

Harus diakui, gesekan-gesekan yang menimbulkan gejolak sosial belakangan lebih diakibatkan oleh adanya benturan antara ideologi-keagamaan yang seolah-olah menciptakan persepsi pada publik sebagai benturan politik kepentingan. Oleh sebab itu, pembentukan karakter dan moral di bidang keagamaan yang terarah serta tidak bertentangan dengan jiwa nasionalisme bangsa perlu mendapatkan dukungan dari khalayak umum agar tercipta kader-kader ulama muda yang dapat menegakkan syariat islam tanpa bertentangan dengan Ideologi bangsa Indonesia.

 

*)Mahsiswi UIN Malang

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih