Hindari Politik SARA dan Jaga Demokrasi, Pemilu Jangan Picu Perpecahan
Oleh : Ahmad Dzul Ilmi Muis )*
Hindari adanya politik dengan menggunakan isu SARA dan masyarakat diharapkan berperan aktif dalam menjaga iklim demokrasi di Indonesia, penyelenggaraan pesta demokrasi Pemilu 2024 jangan sampai justru memicu adanya perpecahan yang merusak tatanan dan persatuan yang selama ini sudah diperjuangkan oleh para pendiri bangsa untuk keutuhan NKRI.
Indonesia merupakan negara yang menganut sistem pemerintahan demokrasi, maka dari itu, menjadi sangat penting adanya pelibatan masyarakat dalam seluruh proses politik, yang mana bentuk pelibatan masyarakat tersebut adalah dengan penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu).
Pemilu merupakan sarana bagi masyarakat untuk ikut menentukan figur dan arah kepemimpinan negara atau daerah dalam periode tertentu. Ketika demokrasi mendapat perhatian yang luas dari masyarakat dunia, penyelenggaraan pemilu yang demokratis menjadi syarat penting dalam pembentukan kepemimpinan sebuah negara. Pemilu memiliki fungsi utama untuk menghasilkan kepemimpinan yang benar-benar mendekati kehendak rakyat. Oleh karena itu, pemilu merupakan salah satu sarana legitimasi kekuasaan.
Pemilu dapat dikatakan aspiratif dan demokratis apabila memenuhi beberapa persyaratan. Pertama, pemilu harus bersifat kompetitif, dalam artian peserta pemilu harus bebas dan otonom. Kedua, pemilu yang diselenggarakan secara berkala, dalam artian pemilu harus diselenggarakan secara teratur dengan jarak waktu yang jelas. Ketiga, pemilu harus inklusif, artinya semua kelompok masyarakat harus memiliki peluang yang sama untuk berpartisipasi dalam pemilu. Tidak ada satu pun kelompok yang diperlakukan secara diskriminatif dalam proses pemilu. Keempat, pemilih harus diberi keleluasaan untuk mempertimbangkan dan mendiskusikan alternatif pilihannya dalam suasana bebas, tidak di bawah tekanan, dan akses memperoleh informasi yang luas. Kelima, penyelenggara pemilu yang tidak memihak dan independen.
Termasuk yang menjadi salah satu hal penting agar bisa terus diupayakan mengenai penyelenggaraan pemilu adalah dengan terus menjaga perdamaian dan mengupayakan supaya tidak terjadi perpecahan. Mengenai hal tersebut, Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI), Jusuf Kalla mengimbau kepada semua masyarakat Tanah Air agar tidak menjadikan masjid sebagai mimbar kampanye politik, utamanya adalah pada bulan suci ramadhan seperti sekarang ini.
Justru menurutnya, masjid sendiri seharusnya dijadikan sebagai sebuah tempat peribadatan, kegiatan dzikir dan doa bersama. Selain itu, masjid juga mampu difungsikan sebagai sarana untuk menyebarkan syiar agama Islam dan mempersatukan umat. Maka dengan tegas, menurut mantan Wakil Presiden RI tersebut, apabila ada politisi yang ingin mengajak untuk berpolitik di masjid, maka jelas saja bahwa masjid bukanlah tempatnya.
Bagaimana tidak, pasalnya bagi beliau, apabila ada politisi yang justru mengajak untuk kegiatan politik namun di masjid, dirinya khawatir bahwa hal tersebut bisa saja menyebabkan perpecahan umat antar satu dengan yang lain. Beberapa hal seperti diantaranya adalah adanya upaya saling sindir atau menjelekkan baik antar individu atau kelompok lain dalam konteks perpolitikan.
Jangan sampai masjid justru dibuat sebagai tempat untuk saling memecah belah umat, namun seharusnya masjid sangat bisa digunakan untuk terus menyerukan ajakan ikut pemilu atau sosialisasi mendukung demokrasi yang damai.
Sementara itu, Ketua Yayasan Masjid Agung Palembang, H Abdul Rozak mengungkakan bahwa secara umum sama sekali tidak ada pelarangan jika seorang politisi kebetulan memiliki kemampuan untuk melakukan ceramah atau menjadi imam di masjid. Akan tetapi, dengan tegas diungkapkan bahwa setiap politisi tersebut tidak diperkenankan untuk menggunakan mimbar mengajak orang berpolitik.
Dirinya mengaku kalau pihaknya sangat ketat untuk terus mengawasi terkait urusan mimbar atau kampanye politik yang rentan memicu perpecahan atas kerukunan yang sudah dibina oleh para pendiri bangsa sejak lama.
Pada kesempatan lain, Ketua Relawan Sedulur Saklawase, Sayoga menyebutkan bahwa berjalannya Pemilu 2024 yang damai memang sangat diperlukan untuk bisa menghasilkan para pemimpin yang benar-benar berpihak untuk rakyat. Bukan para pemimpin atau elit politik yang mencari kegaduhan saja.
Pihaknya kemudian terus melakukan konsolidasi dan sosialisasi kepada masyatakat dan mengajak elemen masyarakat agar bisa menggelorakan semangat untuk menjaga gelaran pesta demokrasi Pemilu 2024 terus damai. Meski misalnya terdapat masyarakat yang berbeda pilihan politik, namun jangan sampai hal itu menyebabkan terjadinya perpecahan persatuan di Tanah Air.
Senada, Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi menginstruksikan jajaran Forum Komunikasi Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) setempat agar menjaga keamanan dan menetralkan munculnya potensi kegaduhan di tengah tahun politik. Dirinya mengaku sama sekali tidak ingin adanya perpecahan antar warga hanya dikarenakan persoalan politik.
Perpecahan merupakan hal yang memang sangat merugikan banyak sekali pihak, lantaran adanya kesatuan dan persatuan di NKRI sudah sangat diperjuangkan oleh para pendiri bangsa sejak jauh hari. Maka dari itu, adanya momentum Pemilu jangan sampai merusak seluruh tatanan dan stabilitas tersebut. Hindari adanya politik yang menggunakan isu SARA dan juga masyarakat harus terus berperan aktif mengawasi berjalannya demokratisasi di Indonesia dengan baik.
)* Penulis adalah alumni Fisip Unair