Hoax Pemecah Belah Bangsa
Oleh : Billy Wicaksono )*
Apakah berlebihan bila kita menyebut era ini adalah era hoax? Ya mungkin saja berlebihan, karena masih banyak informasi yang benar dan dapat dipercaya. Namun, tidak bisa juga kita pungkiri bahwa jumlah hoax atau berita bohong itu banyak sekali, dan mungkin diproduksi setiap hari.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mem aparkan penemuan hoax untuk bulan April 2019. Selama bulan tersebut, Kominfo mengidentifikasi 486 hoax. Jumlah hoax tersebut merupakan yang terbanyak sejak Agustus 2018.
Total jumlah hoax yang berhasil didapatkan oleh mesin Ais yang kemudian diidentifikasi, diverifikasi dan divalidasi oleh Kominfo menjadi 1.731 hoax terhitung sejak Agustus 2018 sampai dengan April 2019. 1.731 hoax berhasil diidentifikasi, diverifikasi dan divalidasi oleh Kominfo. Lalu pertanyaannya, berapa banyak hoax yang lolos dari identifikasi? Mungkin saja, berita hoax dapat lolos dari sistem yang dibuat oleh Kominfo.
Kenapa kita perlu membahas hoax, apakah berbahaya? Akademisi Komarudin Hidayat mengatakan momok dari penyebaran berita bohong atau hoax tak ubahnya seperti peredaran narkotik dan pornografi. Bila dibiarkan, kata dia, berita hoax bisa membahayakan dan merugikan masyarakat.
Mantan rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta itu menambahkan, hoax merupakan tindakan kriminal di wilayah cyber. Hoax disebut hadir dari sikap mental yang mengesampingkan integritas, terutama hoax yang muncul mengatasnamakan agama.
Duta Anti Hoax lainnya, Olga Lidya mengatakan kemunculan berita hoax saat ini tak ubahnya propaganda rezim Nazi di Jerman sebelum perang dunia II. Hoax menjadi berbahaya apabila disebarkan terus-menerus karena akan membuat orang yang awalnya sangsi menjadi percaya.
Sudah banyak contoh hoax memakan korban. Peristiwa yang terbaru adalah hoax terkait ucapan rasisme yang memicu pecahnya kerusuhan di Wamena, Papua. Korban tewas pun berjatuhan. Masyarakat diingatkan agar jangan gampang terprovokasi dan ikut-ikutan
Kenyataan ini juga dimanfaatkan pihak-pihak tertentu dengan bermacam kepentingan. Mereka sengaja menyebarkan informasi yang bertujuan memancing emosi dan memprovokasi.
Literasi dan Pendidikan: Senjata Masyarakat di Era Digital
Para pakar berpandangan sama bahwa literasi penting dalam memberantas berita bohong. Mereka yang mengikuti pengecek fakta adalah mereka yang dari awal punya literasi media dan sering kali skeptis. Mereka yang tidak begitu skeptis jauh lebih mungkin untuk langsung menyebarkan berita tanpa mengeceknya.”
Tingkat literasi di Indonesia masih sangat rendah, dan ini yang berpotensi membuat orang rentan terjebak hoax. Kita harus meningkatkan tingkat literasi untuk menyelamatkan masa depan kita dalam dunia digital.
Pakar Information Technology (IT) dari Universitas Krsiten Duta Wacana Yogyakarta Budi Sutedjo menjelaskan, literasi media juga berkaitan dengan kemampuan pembaca menelusuri dan mengkritisi informasi, serta menulis kembali informasi. “Kalau literasi pembaca rendah, amat mudah bagi pembaca dibohongi dengan berita hoax, berita atau informasi yang dibuat seolah-olah benar, seolah-olah meyakinkan,” ujarnya.
*) Penulis adalah Pegiat di Nusapers.com