Hoax Vaksinasi Hambat Penanganan Pandemi Covid-19
Oleh : Ahmad Kurniawan )*
Penyebaran hoax maupun disinformasi menjadi ancaman serius di masa krisis akibat pandemi Covid-19. Masyarakat pun diminta waspada dan ikut memerangi berita bohong tersebut, khususnya berita bohong seputar vaksinasi yang dapat menghambat penanganan virus Corona.
Vaksinasi adalah salah satu perlindungan penting bagi setiap orang agar terhindar dari penyakit menular berbahaya yang disebabkan oleh virus maupun bakteri.
Vaksin bekerja dengan melatih sistem kekebalan tubuh untuk mengenali dan memerangi patogen, baik virus maupun bakteri. Untuk melakukannya, molekul tertentu dari patogen harus dimasukkan ke dalam tubuh guna memicu respons imun. Molekul tersebut disebut dengan antigen, yang ada di semua virus dan bakteri. Dengan menyuntikkan antigen ke dalam tubuh, sistem kekebalan akan belajar mengenalinya.
Sebagai pelindung tubuh, sistem kekebalan akan menyerang, memproduksi antibodi, serta mengingatnya jika suatu saat bakteri atau virus tersebut muncul kembali. Jika di kemudian hari muncul, sistem kekebalan otomatis akan mengenali antigen dan menyerang secara agresif sebelum patogen menyebar yang menyebabkan penyakit.
Tentu saja vaksin tidak hanya bekerja pada masing-masing tubuh seseorang saja, tetapi juga mampu melindungi seluruh populasi manusia. Jika banyak orang melakukan vaksinasi, maka peluang untuk terjangkit penyakit tertentu menjadi sangat rendah.
Sementara itu, hal yang tak luput dari sorotan masyarakat juga terkait dengan keamanan. Di mana setelah mendapatkan vaksin terdapat Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI). Dr. dr. Benyamin Lukito, SpPD mengatakan, bahwa KIPI dari vaksin ini ringan-sedang. Selain itu, efek sampingnya juga tidak berbahaya dan bisa pulih kembali. Efek samping yang ditemukan antara lain, nyeri, indurasi atau iritasi, kemerahan, pembengkakan. Sedangkan efek samping sistemik yang dirasakan antara lain, myalgia atau nyeri otot, fatigue atau kelelahan dan demam.
Untuk mengatasi demam, Benyamin mengatakan bahwa kita dapat minum paracetamol, dimana obat tersebut memang sudah biasa digunakan untuk mengatasi demam.
Dirinya juga mengingatkan, agar masyarakat tidak perlu bimbang dan mempersoalkan berbagai merek dagang dari vaksin. Ia mengungkap bahwa vaksin yang telah dipilih pemerintah ini sudah yang terbaik.
Benyamin juga mengajak kepada seluruh masyarakat untuk bersama berkontribusi dalam penanganan pandemic Covid-19. Yaitu dengan melakukan protokol kesehatan dan mengikuti program vaksinasi dari pemerintah.
Sebelumnya, dr Tirta angkat bicara di akun media sosialnya, pada 12 Juni 2021, dirinya mengaku mendapatkan banyak pertanyaan terkait efek samping vaksin AstraZeneca. Dirinya juga menjelaskan penjelasan terkait KIPI yang dirasakan pascavaksinasi Covid-19 dengan menggunakan vaksin AstraZeneca.
Ia menuturkan, KIPI kategori ringan yang rata-rata dialami oleh penerima vaksin Covid-19 dengan menggunakan vaksin AstraZeneca. Ang ringan itu rata-rata adalah, adanya demam sampai dua hingga tiga hari, setelah itu terjadi pegal-pegal. Jika KIPI yang dirasakan tak tertahankan, dr. Tirta pun menyarankan agar penerima vaksin AstraZeneca untuk segera menghubungi kontak yang tertera di kartu vaksinasi Covid-19.
Oleh karena itu, dr. Tirta menghimbau kepada masyarakat untuk tidak perlu panik dengan vaksinasi Covid-19 yang menggunakan vaksin astrazeneca. Penjelasan tersebut rupanya mendapatkan dukungan komentar dari beberapa netizen yang turut serta bercerita terkait efek samping yang dirasakan setelah menerima vaksin AstraZeneca.
Dokter sekaligus influencer di media sosial tersebut-pun lantas memberikan imbauan kepada para pengikutnya, agar memberikan jawaban dengan sangat jujur ketika melakukan skrining, guna mencegah efek samping akibat penyakit bawaan yang tidak disebutkan.
Meski sudah mendapatkan vaksin, bukan berarti kita menang dan terbebas dari paparan virus tersebut. Meskipun sudah memiliki antibodi, penerima vaksin tetap berisiko terkena Covid-19.
Hal tersebut bisa terjadi apabila penerima vaksin tetap membandel, seperti tidak menerapkan protokol kesehatan atau tidak menjauhi kerumunan. Semestinya, seseorang yang baru mendapatkan vaksin, harus beristirahat selama 2 minggu. Hal tersebut dikarenakan tubuh baru menerima antibodi, harus diistirahatkan selama dua minggu. Jika melanggar tentu saja berisiko terpapar Covid-19.
Perlu diketahui pula, bahwa studi terkini menunjukkan bahwa Sinovac dan Astrazeneca efektif dalam mengurangi angka kegawatdaruratan Covid-19, mengurangi risiko untuk dirawat di ruang ICU dan mengurangi fatalitas.
Narasi optimis ini tentu patut dibangun agar tidak ada disinformasi terkait vaksinasi yang tengah berlangsung, ikhtiar vaksinasi ini mesti dilakukan demi mengakhiri pandemi Covid-19 yang sudah terjadi selama lebih dari 1 tahun.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini