Hormati Hasil Pemilu, Ketidakpuasan Dapat Menempuh Mekanisme Hukum
Oleh : Suti Nurhayati
Pemilihan umum (Pemilu) adalah tonggak penting dalam perjalanan demokrasi suatu negara di mana rakyat memiliki kesempatan untuk memilih pemimpin dan wakil mereka. Namun, dalam beberapa kasus, hasil pemilu bisa menimbulkan ketidakpuasan di kalangan masyarakat.
Meskipun demikian, adalah kewajiban kita sebagai warga negara untuk menghormati proses demokrasi dan menemukan solusi atas ketidakpuasan tersebut melalui mekanisme hukum yang telah disediakan.
Wakil Presiden (Wapres) KH Ma’ruf Amin mengimbau masyarakat untuk memanfaatkan mekanisme hukum yang tersedia, seperti mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) apabila terdapat ketidakpercayaan atau ketidakpuasan terhadap hasil sementara pemilu 2024 yang dihitung dalam Sistem Rekapitulasi Suara (Sirekap).
Dia menegaskan bahwa perhitungan dalam Sirekap bukanlah acuan final atas hasil pemilu, yang akan diumumkan secara resmi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dalam konteks ini, penting bagi masyarakat untuk memahami bahwa proses pemilu masih berlangsung dan hasil akhir belum ditetapkan.
Saat ini, muncul wacana tentang hak angket yang digulirkan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait dugaan kecurangan dalam pemilu. Namun, Koordinator Nasional Formasi Indonesia Moeda (FIM), Syifak Muhammad Yus, menegaskan bahwa hak angket tersebut tidak akan berdampak pada hasil Pilpres 2024.
Menurutnya, Undang-Undang menetapkan pelantikan presiden harus dilakukan pada Oktober 2024, dan hak angket tidak akan mengubah fakta tersebut. Pernyataan ini juga disampaikan oleh Guru Besar Hukum Tata Negara dan Cawapres 03, Mahfud MD, yang menjelaskan bahwa hak angket merupakan upaya politik yang tidak akan mempengaruhi keputusan KPU maupun MK.
Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra menambahkan bahwa hak angket yang diusulkan DPR juga tidak akan membatalkan hasil pemilu. Hak angket merupakan instrumen untuk menyelidiki suatu permasalahan yang dianggap penting, namun tidak akan mengubah keputusan MK terkait hasil pemilu. Meskipun demikian, Yusril menghormati upaya dari beberapa pihak, termasuk capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo, yang ingin menggunakan hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan.
Dalam konteks ini, perlu dicermati bahwa upaya menggulirkan hak angket di DPR tidaklah sederhana. Proses tersebut membutuhkan dukungan mayoritas anggota DPR dan akan memakan waktu yang cukup panjang. Apapun hasilnya, rekomendasi dari DPR tidak akan mempengaruhi putusan MK. Oleh karena itu, meskipun hak angket merupakan hak konstitusional DPR, masyarakat perlu memahami bahwa hasil pemilu akan ditentukan oleh MK dan bukan oleh DPR.
Kecurangan dalam pemilu menjadi perhatian serius, dan beberapa pihak menyarankan agar masyarakat menempuh jalur hukum dengan melalui class action. Pengamat politik Eep Saefulloh Fatah menekankan bahwa masyarakat yang merasa dirugikan oleh dugaan kecurangan dapat mengambil langkah hukum tersebut.
Class action merupakan salah satu opsi untuk membuktikan dugaan kecurangan yang terjadi pada Pemilu 2024. Namun demikian, langkah ini perlu diorganisir dengan baik, mengingat belum ada preseden terkait class action dalam konteks hasil pemilu di Indonesia.
Penjabat Wali Kota Serang, Yedi Rahmat, mengajak masyarakat untuk menghormati hasil rekapitulasi suara pemilu yang akan ditetapkan oleh KPU setempat. Dia menekankan pentingnya sikap santun, toleransi, dan kerjasama dalam menyikapi hasil pemilu. Selain itu, Kiai Azaim Ibrahimy dari Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo juga mengajak masyarakat untuk menghormati hasil pemilu, sambil berdoa agar negara tetap dalam keadaan yang aman dan sejahtera.
Bupati Situbondo, Karna Suswandi, juga menekankan pentingnya sportivitas dan ketenangan dalam menyikapi hasil pemilu. Dia menegaskan bahwa siapapun yang terpilih sebagai pemimpin, akan kembali kepada kehendak rakyat. Dalam konteks ini, pemerintah daerah dan seluruh masyarakat memiliki tanggung jawab untuk menjaga stabilitas wilayah dan memelihara persatuan serta kesatuan bangsa.
Terkait dengan proses penyelesaian sengketa pemilu, perlu dipahami dengan lebih mendalam tentang peran mekanisme hukum yang tersedia. Mahkamah Konstitusi (MK) adalah lembaga yang memiliki kewenangan untuk memutuskan sengketa hasil pemilu yang diajukan oleh para pihak yang merasa dirugikan atau tidak puas dengan hasil pemilu. Dalam hal ini, MK memiliki peran yang sangat penting dalam menjamin keadilan dan keabsahan proses demokrasi.
Selain MK, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga memegang peran penting dalam memantau dan menangani dugaan pelanggaran dalam pemilu. Bawaslu memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan memberikan rekomendasi kepada lembaga penegak hukum jika ditemukan bukti yang cukup terkait dengan pelanggaran pemilu. Dengan demikian, Bawaslu juga merupakan bagian integral dari mekanisme hukum yang bertujuan untuk menjaga integritas dan keabsahan proses pemilu.
Dalam menghadapi berbagai perbedaan pendapat dan ketidakpuasan terhadap hasil pemilu, kita sebagai warga negara memiliki tanggung jawab untuk menghormati proses demokrasi yang ada. Dengan mengutamakan sikap hormat, kedewasaan politik, dan dialog yang konstruktif, kita dapat menjaga kedamaian dan persatuan bangsa serta memperkuat fondasi demokrasi.
Oleh karena itu, mari kita bersama-sama menjaga kedamaian dan persatuan bangsa, menghormati proses demokrasi, dan membangun masa depan yang lebih baik untuk generasi mendatang. Dengan kerja sama dan komitmen kita, kita dapat mencapai cita-cita mulia ini dan menjadikan Indonesia sebagai negara yang lebih maju dan bermartabat.
)* Penulis adalah kontributor Lapak Baca Indonesia