Warta Strategis

Ibu Kota Negara Baru Solusi Masalah Kependudukan

Oleh : Putu Prawira )*

Pemerintah terus mengoptimalisasikan pembangunan Ibu Kota baru di Kalimantan Timur. Selain sebagai strategi percepatan pemerataan pembangunan, perpindahan Ibu Kota diyakini juga sebagai solusi pertambahan penduduk di Indonesia.

Pemindahan Ibu Kota rupanya tidak hanya sekadar isu, pemerintah juga merancang skenario pemindahan ibu kota negara dari berbagai aspek. Dalam hal ini, BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) yang akan mengambil peran strategis untuk menangani masalah terkait pertambahan jumlah penduduk.

Sebelumnya, Nofrijal berkeyakinan bahwa pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur dapat menjadi salah satu solusi dalam mengatasi persoalan kependudukan. Bahkan, menurutnya, bonus demografi dapat dimaksimalkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

            Dengan tumbuhnya potensi ekonomi baru di luar Jawa, ketimpangan sosial yang selama ini menjadi masalah klasik di Indonesia akan semakin teratasi.

            Selama ini, kita tahu bahwa bonus demografi banyak dipengaruhi oleh kelahiran dan migrasi angkatan kerja, dengan pemindahan pusat pemerintahan ke sana dipastikan akan ada migrasi angkatan kerja ke daerah tersebut.

            Saat ini Pulau Jawa memiliki jumlah penduduk tertinggi terbesar di Indonesia, di mana 56,56% dari total jumlah penduduk Indonesia menempati Pulau Jawa. Sementara itu, daerah-daerah lain memiliki jumah penduduk sangat rendah kurang dari 10% kecuali Pulau Sumatera.

            Nofrijal berujar, tingginya beban DKI Jakarta sebagai pusat sejumlah aktifitas perekonomian diiringi pula dengan tingginya kadar pencemaran udara serta padatnya penduduk dan rawannya bencana di Pulau Jawa. Sejalan dengan pengendalian kuantitas penduduk, BKKBN juga akan fokus pada perkembangan kualitas penduduk di Kalimantan Timur.

            Perlu kita ketahui juga bahwa kondisi Jakarta yang sudah sangat padat penduduk. Saat ini jumlah penduduk Jakarta sudah mencapai 10,2 juta. Angka tersebut telah berhasil mengantarkan Jakarta sebagai 10 besar kota terpadat di dunia setelah Manila, New Delhi dan Tokyo.

            Padatnya jumlah penduduk di Jakarta kian menjadi karena ditopang oleh sejumlah kota yang juga memiliki populasi besar.

            Tercatat Kota Bekasi dihuni 2,4 juta penduduk, Depok 2,1 juta penduduk, Tangerang 2 juta penduduk dan Tangerang Selatan 1,5 juta penduduk.

            Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, Isa Rachmatarwata menyampaikan sekitar 870 ribu aparatur sipil negara (ASN) akan dipindahkan ke Kaltim. Hal tersebut tentu saja akan menstimulasi pasar barang, jasa dan industri rumah tangga, serta mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

            Kita tidak bisa menutup mata bahwa bonus demografi merupakan salah satu peluang besar bagi Indonesia untuk keluar dari middle income trap. Menurutnya, perubahan pada pola migrasi yang dimulai dari ratusan ribu ASN merupakan hal positif untuk memanfaatkan bonus demografi di Indonesia.

            Jumlah penduduk yang padat tentu saja berdampak pada lalu linta di Jakarta yang semakin sesak. Kemacetan dan deru klakson adalah lagu harian jalanan Jakarta. Hal ini diperparah dengan rata-rata kecepatan di jalanan jakarta yang hanya 16 Km per jam, sehingga tentu saja percumah memiliki ferari atau lamborgini.

            Banyaknya penduduk juga berdampak pada sektor lingkungan, jika 1 orang membuah 1 kilo sampah sehari, tentu saja jumlah sampah akan semakin banyak jika jumlah penduduk di Jakarta semakin padat.

            Dampaknya, banjir kerap bersilaturahmi memasuki gang-gang, hal ini diperparah dengan penurunan permukaan tanah di pantai utara Jakarta yang mencapai 7,5 cm per tahun.

            Bayangkan saja, dari tahun 1989 sampai 2007, penurunan tanah sudah mencapai 60 cm. Sementara itu permukaan air laut terus naik, maka sesuatu yang wajar jika banjir akan menjadi tamu tahunan di Jakarta.

            Sementara itu, Menteri PPN Bambang Brodjonegoro mengatakan proyeksi dibuat dengan mendasarkan pada nilai proyek pengembangan ibu kota baru dengan daya serap tenaga kerja yang diciptakan. Pihaknya telah menghitung proyek senilai Rp 1 Triliun dalam pengembangan ibu kota baru akan mampu menyerap 14 ribu tenaga kerja.

Selain itu, pemerintah juga akan menyediakan tiga juta lapangan kerja di lokasi ibu kota baru, Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara.

Untuk merealisasikan hal tersebut, pemerintah perlu sebuah penelitian mengenai jumlah penduduk yang kira-kira bisa tinggal di lokasi ibu kota baru. Jumlah penduduk yang akan tinggal disana tergantung pada daya tarik ibu kota negara tersebut.

            Pemindahan Ibu Kota merupakan salah satu upaya pemerintah dalam pemerataan pembangunan, agar pembangunan dapat berjalan secara Indonesiasentris bukan Jawasentris.

)* Penulis adah kontributor Pertiwi institute

Show More

Related Articles

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih