Indonesia Optimis Lewati Resesi Corona
Oleh : Dodik Prasetyo )*
Pandemi akibat virus covid-19 masih melanda Indonesia. Orang-orang jadi diwajibkan untuk tinggal di rumah saja dan memilih untuk menahan diri dan hanya belanja kebutuhan primer. Akibatnya, banyak sektor yang bergelimpangan, terutama ekonomi. Penjualan jadi menurun drastis. Jika krisis berlanjut selama lebihd ari 2 kuartal, maka bisa jadi resesi. Namun pemerintah tetap optimis bisa melewatinya dengan kuat.
Resesi adalah keadaan ketika ekonomi suatu negara anjlok selama lebih dari 2 kuartal. Ketika Indonesia diserang corona sejak awal tahun 2020, maka dikhawatirkan akan terjadi resesi. Banyak perusahaan yang merumahkan karyawannya, karena memang omzetnya menurun drastis. Terutama yang bergerak di bidang pariwisata, karena semua orang tidak boleh rekreasi dulu untuk sementara waktu, akibat masih ada virus covid-19 di luar sana.
Walau keadaan ekonomi di Indonesia sangat mengenaskan, namun pemerintah tetap optimis dan berusaha keras untuk bangkit lagi. Untuk mengatasi banyaknya masyarakat yang jadi orang miskin baru, maka sudah ada beberapa program yang bisa mengatasinya. Seperti bantuan langsung tunai, program keluarga harapan, dan bantuan sosial. Pemerintah juga membuat kartu pra kerja yang sangat berguna, karena banyak pengangguran baru yang bermunculan di pandemi covid-19 ini.
Salah satu media dari Amerika yang bernama Politica menilai bahwa negeri kita bisa bangkit walau dihantam badai resesi. Penyebab utamanya adalah Indonesia tidak memberlakukan lockdown total yang bisa menghambat masuknya virus covid-19 tapi sekaligus mengancam kestabilan ekonomi karena distribusi barang jadi sangat terganggu. Indonesia hanya memberlakukan pembatasan dan aturan-aturan lain untuk mengatasi corona, jadi pengiriman barang antar kota masih bisa dilakukan walau dengan prosedur yang ketat.
Salah satu hal yang jadi tanda bangkitnya ekonomi Indonesia adalah kreativitas para pengusaha. Ketika pasar ditutup karena aturan PSBB, maka mereka berjualan secara online dan memberi layanan antar, bahkan gratis ongkos kirim dengan pembelian tertentu. Penjual barang fashion seperti baju, tas, dan dompet, beralih menjual masker dan hijab sekaligus cadar anti corona, juga secara online. Jadi mereka tetap bisa mendapat untung tanpa harus menutup tokonya.
Begitu juga dengan penjual lain. Mereka beralih menjual barang-barang yang laris dan dibutuhkan saat pandemi covid-19 berlangsung. Misalnya hand sanitizer, baju hazmat, alat kesehatan, dan juga suplemen serta cairan herbal untuk meningkatkan stamina. Banyak yang membutuhkannya agar tetap aman dari virus covid-19.
Para pengusaha di Indonesia adalah penggerak roda ekonomi. Pengusaha besar yang mengelola restoran franchise juga tidak mau kalah dalam berinovasi. Walau tidak boleh melayani pembeli di dalam area rumah makan, namun mereka menyediakan layanan pesan antar dengan iming-iming harga diskon. Layanan ini dilakukan baik dengan kurir sendiri maupun bekerja sama dengan perusahaan ojek online.
Jadi, kita tidak perlu takut dengan adanya resesi akibat pandemi covid-19. Apalagi mengira bahwa keadaannya akan jadi parah seperti krisis ekonomi tahun 1998. Walau kurs dollar masih tinggi, namun keadaan masih aman. Malah ada orang yang kaya mendadak karena kenaikan kurs dollar ini. Mereka bekerja sebagai freelancer internasional dan digaji dengan mata uang dollar.
Pandemi memang belum berakhir namun kita harus tetap optimis. Badai resesi pasti bisa dilewati karena walau bidang ekonomi sempat terguling, akan cepat kembali lagi. Sekarang banyak orang yang malah mencari celah di dalam keadaan genting ini dan menjual barang-barang yang dibutuhkan, untuk menutupi kerugian akibat pandemi.
Resesi akibat corona membuat banyak orang takut dan memperkirakan akan terjadi krisis ekonomi lagi. Namun kita harus tetap optimis dan berusaha keras. Indonesia tidak akan bangkrut begitu saja, karena semua rakyatnya tetap memandang positif di tengah pandemi. Pengusaha masih berusaha keras untuk berjualan dan bersikap optimis, serta berdoa semoga pandemi ini lekas berakhir.
)* Penulis adalah kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia (LSISI)