Indonesia-Pacific Parliamentary Partnership (IPPP) ke-2: Sinergitas Serta Apresiasi terhadap Peran DPR dan Aparat Keamanan
Oleh: David Nordfolk *)
Indonesia kembali menegaskan perannya sebagai pemain kunci dalam diplomasi regional dengan menjadi tuan rumah penyelenggaraan Indonesia-Pacific Parliamentary Partnership (IPPP) ke-2 yang digelar pada 24-26 Juli 2024 di Jakarta. Sidang ini bertujuan mempererat kemitraan maritim dan meningkatkan konektivitas dengan negara-negara Pasifik, seperti yang diungkapkan Ketua DPR RI Puan Maharani. Puan menekankan pentingnya kemitraan maritim untuk stabilitas kawasan, seraya berharap tema “Partnership for Prosperity: Fostering Regional Connectivity and Inclusive Development” dapat diterapkan untuk menciptakan kawasan Pasifik yang damai dan stabil.
Keamanan menjadi prioritas utama dalam persiapan penyelenggaraan Indonesia-Pacific Parliamentary Partnership (IPPP) ke-2. Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR RI melakukan geladiresik di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, dua hari sebelum acara dimulai. Kepala Biro Umum Setjen DPR RI, Rudi Rochmansyah, menjelaskan bahwa persiapan tersebut mencakup pengetatan keamanan di semua sektor. Untuk memastikan keamanan maksimal, 54 personil pengamanan dalam (Pamdal) DPR RI telah dikerahkan ke berbagai titik strategis. Mereka bertugas mengamankan pintu gerbang, mengawal delegasi dari bandara ke venue-venue, serta melakukan pengawalan khusus saat delegasi berkunjung ke Kebun Raya Bogor pada tanggal 26 Juli.
Selain itu, Setjen DPR RI juga telah menyiapkan penyambutan delegasi asing dengan jajar kehormatan, menambahkan elemen protokol yang ketat dalam penyelenggaraan ini. Para personil pengamanan tidak hanya bertugas menjaga keamanan fisik tetapi juga memastikan kelancaran seluruh rangkaian acara. Sinergi antara berbagai sektor keamanan menunjukkan keseriusan DPR RI dalam menjamin kenyamanan dan keselamatan delegasi dari 16 negara peserta, yang merupakan cerminan dari komitmen Indonesia dalam menyukseskan pertemuan internasional ini.
Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI, Putu Supadma Rudana, menegaskan bahwa Indonesia-Pacific Parliamentary Partnership (IPPP) ke-2 memiliki peran strategis dalam mendukung diplomasi jalur pertama yang dijalankan oleh pemerintah Indonesia. Forum ini bertujuan untuk memperkuat hubungan bilateral dan multilateral dengan negara-negara Pasifik, sebuah wilayah yang memiliki potensi besar namun belum sepenuhnya dimanfaatkan dalam konteks kerja sama pembangunan. Menurut Putu, IPPP diharapkan dapat menjadi katalisator untuk mempererat kerja sama di berbagai bidang, mulai dari ekonomi, budaya, hingga politik, yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan dan stabilitas kawasan. Dengan demikian, IPPP bukan hanya sekadar forum diskusi, tetapi juga platform untuk aksi nyata dalam memperkuat hubungan diplomatik Indonesia dengan negara-negara Pasifik.
Lebih lanjut, Putu menyoroti pentingnya memanfaatkan momentum IPPP untuk memperkuat engagement Indonesia dengan negara-negara di kawasan Pasifik, khususnya mengingat posisi strategis Indonesia yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini. Papua Nugini dianggap sebagai salah satu negara kunci di Pasifik karena pengaruhnya terhadap negara-negara kepulauan lainnya. Dengan IPPP, Indonesia memiliki kesempatan untuk memperkuat kerja sama dengan Papua Nugini, yang diharapkan dapat membuka jalan bagi kerja sama yang lebih luas dengan negara-negara Pasifik lainnya. Putu menekankan bahwa melalui forum ini, Indonesia dapat menunjukkan komitmennya dalam mendukung pembangunan berkelanjutan di kawasan Pasifik, yang pada gilirannya akan memperkuat posisi Indonesia sebagai mitra strategis yang dapat diandalkan di mata internasional.
Apresiasi tinggi juga layak diberikan kepada masyarakat Indonesia yang mendukung suksesnya penyelenggaraan Sidang Ke-2 IPPP. Partisipasi aktif masyarakat menunjukkan bahwa Indonesia siap menjadi mitra terpercaya dan berkontribusi aktif dalam membangun kawasan Pasifik yang maju dan berkelanjutan.
Sidang Kedua Indonesia-Pacific Parliamentary Partnership (IPPP) ini bukan hanya sekedar forum diplomasi, tetapi juga simbol sinergi yang kuat antara DPR RI, aparat keamanan, dan masyarakat Indonesia dalam menjadikan kawasan Pasifik lebih stabil, damai, dan sejahtera.
Resmi dibuka di Jakarta pada Kamis, 25 Juli 2024, acara yang dihadiri oleh para anggota parlemen dari berbagai negara di kawasan Pasifik ini mengusung tema utama “Partnership for Prosperity: Fostering Regional Connectivity and Inclusive Development” membawa fokus utama pada perubahan iklim, ekonomi biru dan inklusivitas pembangunan lingkungan serta manusia.
Presiden Indonesia dalam pidato pembukaannya menekankan pentingnya kerjasama internasional dalam menghadapi tantangan global yang semakin kompleks. Presiden Joko Widodo optimis terhadap kemitraan IPPP yang memungkinkan untuk memanfaatkan berbagai praktik terbaik, di mana parlemen berperan sebagai jembatan antara aspirasi rakyat dan kebijakan publik. menyebut sejumlah tantangan yang sama-sama dihadapi Indonesia dan negara-negara Pasifik, diantaranya ancaman perubahan iklim, tantangan dan potensi ekonomi biru, perlunya pemberdayaan SDM dan kerjasama Pasifik. Presiden Jokowi berharap kerjasama di kawasan Pasifik harus terus ditingkatkan untuk mencapai kesejahteraan bersama.
Pandangan positif terhadap IPPP ke-2 juga dapat kita lihat dalam sambutan Ketua DPR Puan Maharani yang mengajak kepada seluruh negara kawasan untuk bisa melanjutkan kerjasama yang telah dbangun sejak pertemuan pertama yang telah terlaksana 2018. IPPP didasarkan tujuan yang mulia membangun konektivitas antar Parlemen negara-negara pasifik untuk menghadapi tantangan global yang sangat dinamis. Indonesia memiliki andil besar dalam membangun kawasan Pasifik. Pada pertemuan kedua IPPP seluruh negara-negara kawasan Pasifik bisa menciptakan kesejahteraan kawasan Pasifik. Hal ini menjadi tantangan bagi seluruh negara-negara kawasan.
Pernyataan Puan Maharani dalam sambutannya dapat kita lihat sebagai suatu sinyalemen positif bagi pembangunan kawasan asia pasifik, dimana DPR RI siap membantu pengembangan ekonomi biru, konektivitas di kawasan pasifik dan mengatasi dampak perubahan iklim. Terkait pembangunan inklusif di Pasifik, lebih dalam lagi Puan mendorong isu pemberdayaan perempuan, dimana hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan partisipasi perempuan dalam politik dan untuk memegang jabatan publik. Diplomasi parlemen harus dapat mendorong agar negara di Pasifik memprioritaskan kerja sama dan bukannya kebijakan uni-lateral, kolaborasi dan bukan konflik. Serta hubungan saling menguntungkan. Dengan terciptanya kawasan pasifik yang damai, stabil dan sejahtera tentu akan berkontribusi positif pada perdamaian dan kesejahteraan pada titik dan tingkat global.
*) Peneliti Lentera Research Institute (LRI).