Indonesia Solid dan Siapkan Taktik Khusus Hadapi Tarif Impor Era Trump

Oleh : Astrid Widia )*
Kenaikan tarif impor yang diumumkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump beberapa waktu lalu menimbulkan dinamika baru dalam peta perdagangan global. Namun, Indonesia justru memandang ini sebagai peluang strategis untuk memperkuat ekonomi nasional dan mengakselerasi transformasi struktural yang telah digagas Presiden Prabowo Subianto sejak awal masa pemerintahannya.
Respons cepat dan terukur dari pemerintah Indonesia menunjukkan kesiapan dalam membaca arah angin geopolitik global. Menteri Kebudayaan, Fadli Zon menegaskan bahwa kebijakan strategis Presiden Prabowo merupakan langkah jangka panjang untuk membangun kemandirian ekonomi bangsa. Pemerintah tidak memilih bersikap reaktif terhadap tekanan global, melainkan memanfaatkan momentum ini untuk memperluas jangkauan perdagangan dan memperkuat fondasi ekonomi dalam negeri.
Salah satu langkah utama adalah diversifikasi mitra dagang. Fadli menyebut strategi Presiden Prabowo dalam memperluas kemitraan dengan BRICS, ASEAN, dan negara-negara Global South sebagai bentuk antisipasi atas proteksionisme dagang yang semakin agresif. Dengan menjadi bagian dari RCEP, yang mencakup 27 persen perdagangan dunia, serta mendorong aksesi ke OECD, Indonesia memperkuat pijakan dalam rantai pasok global yang lebih beragam dan stabil. Tak hanya itu, Indonesia juga terus mengupayakan penyelesaian berbagai perjanjian dagang komprehensif seperti IEU-CEPA, I-EAEU CEPA, dan CP-TPP.
Sebagai tokoh yang lama aktif di dunia parlemen, Fadli Zon telah mendorong negosiasi perjanjian dagang dengan Uni Eropa dan entitas regional lainnya. Dalam pandangannya, perluasan pasar adalah instrumen vital untuk menjamin keberlangsungan pertumbuhan ekspor Indonesia, khususnya saat pasar tradisional seperti AS mulai mengunci diri dengan tarif tinggi.
Langkah kedua yang tak kalah penting adalah percepatan hilirisasi sumber daya alam. Pemerintah kini fokus membangun nilai tambah domestik melalui industrialisasi mineral, perkebunan, hingga sektor kelautan. Fadli melihat pendirian Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara sebagai bentuk keseriusan pemerintah dalam memastikan hilirisasi berjalan dengan tata kelola yang baik dan berpihak pada kesejahteraan rakyat.
Pentingnya hilirisasi bukan hanya terletak pada potensi peningkatan nilai ekspor, tetapi juga pada dampaknya terhadap penciptaan lapangan kerja dan pengurangan ketergantungan pada bahan mentah. Dalam kerangka ekonomi jangka panjang, strategi ini akan membentuk basis industri nasional yang tangguh dan kompetitif di tengah ketidakpastian global.
Strategi ketiga Presiden Prabowo adalah meningkatkan konsumsi dalam negeri melalui penguatan daya beli masyarakat. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menyasar 82 juta penerima manfaat hingga akhir 2025 merupakan langkah konkret untuk mendongkrak permintaan domestik. Fadli menyebut kebijakan ini sebagai fondasi baru bagi ketahanan ekonomi nasional, karena mendorong perputaran ekonomi dari bawah dan mengurangi tekanan terhadap sektor ekspor saat pasar global sedang tidak menentu.
Di sektor pedesaan, rencana pendirian 80.000 Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) juga menjadi tumpuan baru. Melalui koperasi ini, desa-desa akan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi lokal yang mandiri, dengan multiplier effect terhadap serapan tenaga kerja dan distribusi pendapatan yang lebih merata. Fadli meyakini bahwa penguatan desa adalah prasyarat utama dalam membangun daya tahan ekonomi nasional.
Dari sisi dukungan legislatif, Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir menyatakan dukungan penuh terhadap kebijakan Pemerintah dala menghadapi tarif resiprokal dari AS. Ia juga mendorong agar strategi pemerintah mencakup deregulasi kebijakan yang menghambat investasi, serta peningkatan daya saing nasional melalui penciptaan iklim investasi yang ramah. Menurutnya, hal ini menjadi sangat penting agar Indonesia tidak hanya bertahan, tetapi justru unggul dalam kompetisi regional dan global.
Senada, Ketua Kadin Kota Surabaya, Ali Affandi, melihat kebijakan tarif Presiden Trump sebagai sinyal perubahan peta produksi global. Perusahaan-perusahaan multinasional dari AS dan Eropa kemungkinan akan mencari lokasi produksi baru yang lebih netral dan efisien. Indonesia, dengan populasi besar, posisi strategis, dan sumber daya melimpah, memiliki peluang besar untuk menjadi basis manufaktur baru di kawasan.
Andhi juga menyoroti peluang ekspor non-AS yang akan meningkat, terutama ke Timur Tengah, Afrika, dan Asia Tenggara. Dengan catatan, Indonesia harus sigap dalam mengoptimalkan insentif investasi, meningkatkan efisiensi logistik, serta menjamin ketersediaan tenaga kerja terampil. Jika ini bisa dijawab, Indonesia bukan hanya selamat dari proteksionisme global, tetapi juga menjadi pemain utama baru dalam rantai pasok internasional.
Kebijakan tarif Trump memang mengganggu stabilitas perdagangan global, namun di balik tantangan itu tersimpan peluang besar bagi negara-negara yang mampu beradaptasi dan bergerak cepat. Indonesia, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo, menunjukkan bahwa negara ini tidak hanya siap menghadapi tantangan, tetapi juga mampu mengubahnya menjadi momentum kebangkitan ekonomi nasional.
Sinergi lintas sektor—dari diplomasi perdagangan, hilirisasi, penguatan konsumsi domestik, hingga reformasi kebijakan investasi—merupakan strategi komprehensif yang tak hanya menjawab dinamika jangka pendek, tapi juga meletakkan dasar bagi kedaulatan ekonomi jangka panjang.
Kini saatnya publik memberikan dukungan dan apresiasi atas langkah strategis pemerintah. Indonesia punya semua prasyarat untuk unggul dalam lanskap ekonomi global yang baru ini. Mari kita optimis dan percaya bahwa badai perdagangan ini justru akan mengantar Indonesia menuju masa depan yang lebih kuat dan mandiri.
)* Penulis adalah pengamat ekonomi