Jaga Kerukunan Selama Sidang Sengketa Pileg di MK
Oleh: Puteri Nababan*
Sidang sengketa Pemilihan Legislatif (Pileg) di Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan momen krusial bagi kestabilan politik dan sosial di Indonesia. Dalam menjalani proses hukum ini, menjaga kerukunan menjadi hal yang sangat penting. Ketegangan politik yang muncul seiring dengan sengketa tersebut bisa membahayakan kedamaian dan kesatuan bangsa. Oleh karena itu, selama proses sidang, penting bagi semua pihak terlibat untuk menunjukkan sikap yang dewasa dan bertanggung jawab dalam menanggapi setiap tahapannya.
Menjaga kerukunan selama sidang sengketa Pileg di MK memerlukan sikap yang adil dan transparan dari pihak-pihak yang terlibat, baik itu dari peserta Pemilu, pengacara, hingga hakim yang memimpin sidang. Keberhasilan dalam mencapai keadilan dan kebenaran menjadi landasan utama dalam menjaga kerukunan tersebut. Setiap langkah yang diambil haruslah dilandasi oleh prinsip-prinsip keadilan dan hukum yang berlaku, tanpa memihak pada satu pihak tertentu.
Sidang pemeriksaan awal perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) untuk sengketa Pileg 2024 telah dimulai oleh MK. Dengan total 297 perkara yang akan disidangkan, sembilan hakim konstitusi terbagi dalam tiga panel sidang yang berjalan bersamaan. Setiap panel terdiri dari tiga hakim konstitusi yang bertugas memeriksa perkara secara cermat dan adil. Panel I dipimpin oleh Hakim Suhartoyo, Panel II oleh Hakim Saldi Isra, dan Panel III oleh Hakim Arief Hidayat. Pembagian penanganan jumlah perkara dilakukan dengan cermat, di mana Panel I akan memeriksa 103 perkara, sementara Panel II dan III masing-masing akan memeriksa 97 perkara.
MK memiliki batas waktu 30 hari kerja sejak perkara dicatat dalam e-BRPK untuk menyelesaikan perkara PHPU Legislatif. Dalam hal ini, MK diatur oleh PMK Nomor 1 Tahun 2024 untuk memutuskan perkara tersebut paling lambat pada 10 Juni 2024. Hal ini menunjukkan komitmen MK untuk menyelesaikan sengketa dengan tepat waktu dan memberikan kepastian hukum kepada semua pihak yang terlibat.
Pengadilan sidang sengketa Pileg 2024 ini merupakan kelanjutan dari penyelesaian sengketa Pilpres sebelumnya oleh MK. Dengan demikian, MK kembali menjalankan tugasnya dalam menegakkan supremasi hukum dan menjamin keadilan dalam proses demokrasi di Indonesia.
Juru Bicara MK, Fajar Laksono, menegaskan bahwa proses hukum akan dilaksanakan dengan transparansi dan profesionalisme, sehingga keputusan yang dihasilkan oleh MK dapat dipercaya oleh masyarakat.
Dalam sidang sengketa Pileg 2024, Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan bertindak sebagai termohon. Pihak KPU telah menyatakan kesiapannya untuk menghadapi sidang lanjutan dan merespons 285 permohonan PHPU dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), baik dari partai politik maupun perseorangan calon anggota legislatif. Komitmen KPU pun telah nampak dalam mendukung proses hukum yang berjalan di MK dan menghormati keputusan yang akan diambil oleh lembaga peradilan tersebut.
Sidang-sidang sengketa Pileg di MK ini juga merupakan cerminan dari pentingnya menjaga kerukunan dan kestabilan dalam masyarakat. Dalam konteks politik, sengketa Pemilu dapat menciptakan polarisasi dan ketegangan di antara berbagai pihak. Namun, dengan adanya lembaga peradilan seperti MK yang independen dan berkompeten, diharapkan proses penyelesaian sengketa dapat dilakukan secara adil dan menghasilkan keputusan yang dapat diterima oleh semua pihak.
Selain itu, dalam menjaga kerukunan, penting juga untuk menghindari segala bentuk provokasi dan pernyataan yang dapat memicu konflik. Komunikasi yang baik antara semua pihak dapat mengurangi potensi gesekan dan meningkatkan pemahaman bersama terhadap proses hukum yang sedang berlangsung. Ketelitian dalam menyampaikan informasi dan menanggapi argumen dari pihak lawan perlu diutamakan demi menghindari penyebaran informasi yang salah atau menyesatkan.
Selain pihak-pihak yang langsung terlibat, peran masyarakat juga sangat penting dalam menjaga kerukunan selama sidang sengketa Pileg di MK. Masyarakat perlu dilibatkan secara aktif dalam memantau dan mengawasi jalannya proses hukum tersebut. Dukungan moral dan pengawasan dari masyarakat dapat membantu menekan potensi pelanggaran atau tindakan yang merugikan proses hukum. Selain itu, masyarakat juga perlu diingatkan untuk tidak terprovokasi oleh isu-isu politik yang dapat mengganggu ketertiban dan kerukunan.
Selama proses sidang, penegakan hukum juga harus dilakukan secara tegas terhadap setiap pelanggaran yang terjadi. Tidak ada toleransi terhadap tindakan yang mengganggu ketertiban dan kerukunan, baik itu dari pihak peserta sidang maupun pihak-pihak lain di luar sidang. Penegakan hukum yang adil dan tegas akan memberikan sinyal kuat bahwa negara serius dalam menjaga integritas dan otoritas lembaga peradilan.
Dengan menjaga kerukunan selama sidang sengketa Pileg di MK, Indonesia dapat menunjukkan kedewasaannya sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi prinsip keadilan, demokrasi, dan persatuan. Proses sidang yang berjalan dengan lancar dan diwarnai oleh sikap saling menghormati antara semua pihak akan menjadi contoh bagi negara lain tentang pentingnya menjaga ketenangan dan kerukunan dalam menyelesaikan konflik politik. Dengan demikian, bukan hanya keputusan hukum yang dihasilkan oleh MK yang menjadi penting, tetapi juga proses peradilan itu sendiri yang menjadi contoh bagi upaya menjaga kerukunan dan persatuan di tengah perbedaan.
*Penulis merupakan mahasiswa Ilmu Politik