Jangan Hambat KPK Tuntaskan kasus e-KTP
Oleh : Septo Indarto )*
Sampai saat ini masalah e-KTP masih menjadi polemik dan menjadi isu nasional mega proyek yang melibatkan banyak pihak. Di sisi lain sampai saat ini belum semua orang mendapatkan e-KTP dan juga pengadaan infrastruktur e-KTP yang berbau aroma mega korupsi. Kasus ini adalah salah satu mega korupsi besar yang melibatkan banyak pihak. Kasus e-KTP masih jauh dari kata penyelesaian di bidang hukum karena pihak yang terlibat banyak dan ini adalah salah satu proyek nasional di era pemerintahan SBY yang menyimpan banyak masalah. Kasus ini banyak melibatkan nama-nama besar. KPK sebagai lembaga pemerintah yang telah berjasa mengungkap kasus tersebut pernah memanggil gurbenur aktif, para menteri dan para anggota dan juga ketua DPR. Diantaranya sebanyak 14 orang telah mengembalikan uangnya sebesar Rp 250 miliar.
Kenapa banyak sekali orang-orang dari kalangan pejabat yang berasal dari lintas kekuasaan (yaitu berasal dari kalangan eksekutif dan kalangan legislatif) dan mereka melakukan korupsi yang bersifat sistematik? Mereka tergiur dengan besarnya anggaran yang di minta. Karena ini proyek yang di sebut dengan mega proyek berskala nasional, korupsi tersebut telah dilakukan mulai dari mengajukan proposal kegiatan, sebelum satu dan lainnya memeriksa dan menyetujui anggaran tersebut. Mereka secara bersama-sama mulai mencari celah untuk menggelembungkan anggaran dari kegiatan yang akan diajukan. Mereka bersepakat untuk membagi uang komisi yang akan di bagi secara bersama-sama untuk memuluskan proyek tersebut. Dalam pikiran mereka ini adalah bisnis proyek dan bukan proyek nasional. Jadi apapun kegiatan harus berjalan dalam koridor bisnis sehingga pembagian komisi akan sama dan yang lebih besar dari yang di rencanakan. Kasus tersebut memang dilakukan oleh orang-orang yang yang berbakat dan berkelompok. Kasus e-KTP bagi mereka bukan proyek nasional tetapi bisnis dalam skala nasional.
Parahnya mereka yang melakukan hal ini berani untuk melawan hukum. KPK sebagai lembaga yang melakukan penyelidikan tindakan korupsi juga di lawan dengan cara di teror. Rencana komisi III Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengajukan hak angket terhadap KPK di nilai publik untuk melemahkan KPK karena banyaknya anggota DPR yang terlibat. Hak angket diajukan sebagai cara agar KPK mau membuka rekaman pemeriksaan anggota DPR dari Fraksi Partai Hanura. Miryam S Haryani untuk di minta keterangan dalam kasus dugaan korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik. Komisi III menginginkan bagian rekaman saat Maryam menyebutkan sejumlah anggota komisi III yang telah menekan dirinya untuk mencabut Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Sebelumnya DPR telah mencoba untuk menghambat penegakan hukum kasus e-KTP dengan rencana untuk melayangkan nota keberatan kepada presiden Jokowidodo terhadap pelarangan dan pencegahan ketua DPR Setya Novanto untuk memudahkan kasus penyidikan kasus ini dengan tersangka Andi Agustinus.
Sebelum melakukan pengajuan hak angket, DPR tiba-tiba membuka kembali wacana revisi undang-undang KPK. Ini sangat berbahaya karena banyak materi revisi yang akan memperlemah kerja dan kinerja KPK. Ini adalah strategi bagaimana caranya DPR melemahkan KPK, tujuannya supaya kasus e-KTP tidak terbongkar. Karena banyaknya pejabat dari lintas kekuasaan yang terlibat.
Terkait hak angket. DPR telah menggunakan prosedur yang salah. Karena hak itu hanya bisa digunakan DPR kepada pemerintah. Hak angket digunakan yang berkaitan dengan penyelenggaran pemerintahan bukan berkaitan dengan penegakan hukum. Jika hal ini memang benar-benar dilakukan sama saja ini menjadi sebuah proses politik melalui hak angket berpotensi membatalkan proses hukum yang dilakukan oleh KPK. Jadi Intinya KPK akan dilemahkan untuk menyelamatkan orang-orang yang terlibat kasus ini. Jadi DPR mempunyai kekuatan besar untuk mengintervensi kasus ini. DPR menilai KPK terlalu vokal dan mendramatisasi kasus ini dengan menyebutkan sejumlah nama anggotanya. DPR pun terus melakukan berbagai macam perlawanan untuk mencari pembelaan.
Bagi KPK pengunaan hak angket DPR yang meminta KPK untuk membuka rekaman pemeriksaan hal itu sama saja untuk menghambat penuntasan kasus dugaan korupsi e-KTP.
Menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di Gedung KPK Jakarta (21/4/2017) mengatakan jika rekaman di buka, maka ada risiko kasus ini akan terhambat dan itu artinya ada potensi ke depan penanganan e-KTP tidak akan tuntas. KPK saat ini sedang melakukan penyelidikan dan ada dua tersangka dan dua terdakwa dalam kasus e-KTP.KPK saat ini sedang dalam masalah besar karena sedang menangani kasus yang sarat dengan konflik kepentingan.
)* Penulis adalah pemerhati Politik dan Sosial Budaya