Jangan Paksa Presiden Terbitkan Perppu KPK
Oleh : Alfisyah Kumalasari )*
Berbagai kalangan gencar memaksa Presiden untuk menerbitkan Perppu KPK, Namun Hal tersebut tampaknya memang tidak perlu dilakukan untuk membatalkan UU KPK yang beru saja disahkan DPR. Hal tersebut dikarenakan UU KPK tersebut tidaklah mengurangi tugas dan wewenang KPK dan Perppu merupakan hak prerogatif Presiden. Selain itu, proses uji materi sedang berjalan di Mahkamah Konstitusi sehingga publik perlu bersabar dalam menanti rangkaian tersebut.
Berbagai polemik yang ada di masyarakat tampaknya terlalu dipolitisir dan disimplifikasi sehingga tidak bisa melihat dengan jernih masalah yang timbul.
Mantan Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila menilai, UU KPK yang sekarang berlaku tidak hanya sekedar memperkuat KPK, tetapi juga membuat KPK berada di jalan yang benar.
Menurut Laila, dorongan agar Presiden mengeluarkan Perppu KPK tidaklah relevan karena cukup menggunakan mekanisme demokrasi yang berlaku saat ini.
Sebagai lembaga yang cukup krusial di Indonesia, terutama dalam hal pemberantasan korupsi, menurutnya KPK melakukan evaluasi menyeluruh, karena meski sudah hadir sekitar 17 tahun, tetapi korupsi tak berkurang secara signifikan.
17 Tahun KPK berjalan, tentu memerlukan refleksi dan evaluasi, tumbangnya pada 5 kali pra peradilan dan kasasi MA, menunjukkan adanya mekanisme yang tidak cukup kuat di KPK.
Laila berpendapat, mekanisme pengawasan bisa mengurangi kemungkinan terjadinya kekalahan tersebut. Karena adanya pengawasan yang kuat sehingga prosedural dalam penyidikan dapat dijalankan sesuai prosedur sehingga cukup kuat apabila harus menghadapi pra peradilan.
Ia juga menjelaskan bahwa harapan masyarakat kepada KPK sangatlah tinggi, hal ini terbukti dari beberapa survey yang cukup dipercaya masyarakat. Oleh karena itu KPK harus diperluat dan dijaga marwahnya.
Laila berharap. Agar tidak ada lagi gerakan massa yang rentan untuk ditunggai oleh kelompok tertentu, jika merasa keberatan dengan disahkannya UU KPK yang baru, tentu langkah bijak yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan judicial review. Hal tersebut tentu akan menjadi diskusi yang menarik sekaligus mendidik daripada demo yang rentan ditunggangi.
Terkait dengan tidak terbitnya Perppu KPK, tenTu hal tersebut sudah menjadi keputusan, sehingga setiap warga negara harus taat walaupun juga tetap bersikap kritis, namun segala kritik alangkah indahnya apabila disampaikan secara tertib, damai dan sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Lantas apa yang terjadi jika Perrpu diterbitkan, tentu saja kita bisa melihat pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang saat itu mengeluarkan Perppu terkait UU Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada). Setelah UU Pilkada ditandatangani, Presiden mengeluarkan Perppu yang berarti UU tersebut tidak lagi berlaku seluruhnya. Kalau revisi sebagian, artinya Perppu tersebut akan menghaspus sebagian pasal-pasal tertentu dalam Perubahan UU KPK yang dianggap tidak sesuai dengan kehendak Presiden serta masyarakat.
Nantinya yang akan berlaku adalah perubahan UU KPK yang sudah disahkan dan Perppu membuat pasal-pasal tertentu. Sementara jika Perppu penundaan, berarti perubahan UU KPK yang disahkan tersebut tidak bisa berlaku dalam jangka waktu tertentu, dan selama jangka waktu tertentu tersebut, Presiden dan DPR akan membahas kembali Perubahan UU KPK.
Kita tentu harus memahami bahwa apapun keputusan dan kebijakan yang dikeluarkan Presiden Jokowi haruslah demi kepentingan negara, bukan karena desakan dari pihak tertentu.
Terlebih, desakan mengenai terbitnya Perppu KPK muncul tak lama setelah revisi UU KPK disahkan oleh DPR, setelah melalui pembahasan panjang dan komprehensif bersama pemerintah.
Kita juga perlu memahami bahwa KPK merupakan lembaga yang menggunakan produk undang-undang, tentu saja KPK tidak perlu melakukan manuver politik dengan cara-cara yang melanggar etis.
Politikus Partai Golkar, Firman Soebagyo menuturkan bahwa Presiden Jokowi tidak bisa didesak oleh pihak tertentu untuk menerbitkan peraturan pemerintah pengganti Undang-undang KPK hasil revisi.
Firman menyarankan agar pihak yang tidak puas terhadap hasil revisi UU KPK dapat mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. Menurutnya cara tersebut lebih baik daripada mendesak presiden untuk menerbitkan Perppu.
Mantan Anggotan Baleg DPR RI tersebut mengatakan, revisi UU KPK merupakan bagian dari proses bernegara sebagaimana diatur dalam undang-undang. Karena itu, apabila terdapat tekanan kepada Kepala Negara untuk menerbitkan Perppu, maka hal tersebut bisa dianggap tidak tepat.
Keputusan Presiden terkait tidak diterbitkannya Perppu MK, tentu demi kemaslahatan negara, adalah hal yang wajar apabila hal tersebut menuai pro kontra. Mendesak Presiden tentu bukanlah pilihan yang tepat.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik