Jangan Termakan Provokasi Isu Pembatalan Haji
Oleh : Zakaria )*
Topik tentang keagamaan selalu menjadi pemantik diskusi yang panas, tak jarang topik ini akan menghasilkan dialektika di dunia maya yang cenderung kebablasan ketika beropini. Sejumlah grup whatsApp dan berbagai aplikasi media sosial kini tentah sibuk membicarakan terkait keputusan pemerintah membatalkan pemberangkatan ibadah haji pada tahun ini. Masyarakat pun diimbau untuk tidak mudah terprovokasi isu tersebut.
Banyak informasi yang terdistorsi lalu menyebar di dunia maya secara cepat bagai penyebaran virus corona. Beberapa pihak ada yang merasa legowo sembari berpikir positif bahwa mungkin ada rencana indah dibalik kejadian ini.
Namun, netizen adalah entitas yang tidak kurang akal dan tidak kurang pasokan amunisi sinis. Ada saja orang yang menganggap bahwa sikap legowo tersebut ditunjukkan oleh Buzzer, tanpa berpikir bahwa status pandemi di Indonesia belum berakhir.
Sejatinya alasan dibatalkannya pemberangkatan haji adalah karena Indonesia masih dalam status pandemi. Kita juga perlu mengetahui bahwa Islam mengajarkan menjaga jiwa ialah kewajiban yang harus diutamakan. Keputusan tersebtu juga selaras dengan undang-undang No 8 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah yang memberikan amanah kepada pemerintah untuk melaksanakan tugas perlindungan.
Oleh karena itu, faktor kesehatan, keselamatan dan keamana jemaah tentu saja menjadi hal utama.
Menteri Agama RI Yaqut Cholil mengatakan, Penyelenggaraan haji merupakan kegiatan yang melibatkan banyak orang yang berpotensi menyebabkan kerumunan dan peningkatan kasus baru covid-19.
Alasan lainnya, Indonesia memutuskan untuk tidak memberangkatkan ibadah haji pada 2021 karena waktu yang tidak cukup. Waktu menyangkut persiapan teknis administrasi dan hal-hal teknis pelaksanaan ibadah.
Pada hari Kamis 3/6/2021, Pemerintah melalui kementerian agama secara resmi telah mengumumkan pembatalan pemberangkatan jemaah haji tahun 1432 H/2021. Keputusan tersebut telah diatur dalam SK Menteri Agama No. 660 Tahun 2021 yang ditetapkan pada 3 Juni 2021 dan diumumkan oleh Menteri Agama, Gus Yaqut Cholil Qaumas, pada konferensi pers bersama ketua komisi 8 DPR RI dan perwakilan ormas-ormas Islam dan pejabat terkait.
Di antara alasan pembatalan ini adalah terancamnya kesehatan, keselamatan, dan keamanan jemaah haji akibat pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia dan Arab Saudi. Pertimbangan lainnya yakni Kerajaan Arab Saudi hingga kini belum mengundang pemerintah Indonesia untuk membahas dan menandatangani nita kesepahaman terkait dengan persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2021.
Tentu saja keputusan tersebut melahirkan pro dan kontra, tidak sedikit pula yang menggoreng narasi kontraproduktif dengan nada provokatif. Namun kita harus melihat kemaslahatan secara komprehensif, bahwa keputusan pemerintah untk membatalkan keberangkatan haji memang jalan yang paling moderat dan dapat disokong dengan beberapa argumen tanpa dicampuri ego pribadi.
Pertama, Haji merupakan ibadah yang harus memenuhi seluruh syarat istitha’ah yaitu kemampuan secara fisik, ekonomi, keamanan, transportasi dan kesehatan. Dalam kondisi pandemi Covid-19 yang masih sangat mengerikan seperti saat ini, isthitha’ah kesehatan tentu merupakan aspek yang belum terpenuhi secara sempurna.
Di sisi lain, pihak Arab Saudi juga telah merilis 11 negara yang diizinkan masuk ke negaranya, dari 11 negara tersebut Indonesia tidak masuk di dalamnya, meskipun perizinan tersebut tidak terkait langsung dengan haji dan umrah, namun suspend ini secara otomatis akan mengganggu jalur penerbangan dari Indonesia ke Arab Saudi.
Jika Indonesia tidak membatalkan haji maka istitha’ah transportasi juga tidak terpenuhi. Sehingga kewajiban haji secara hukum syar’i telah gugur.
Selain itu, perlu kita ketahui, seandainya jemaah haji diberangkatkan di masa pandemi, maka pelaksanaan ibadahnya akan sangat minimalis. Banyak amalan sunnah bahkan wajib haji yang biasanya dapat dilakukan di masa normal, kemungkinan besar di masa pandemi ini tidak dapat dilakukan, seperti misalnya mencium hajar aswad, shalat di belakang maqam Ibrahim hingga mencukur rambut di bukin shafa.
Penundaan pelaksanaan Haji demi kemashlahatan tentu bukan sebuah kezaliman, karena status darurat pandemi Covid-19 memang belum berakhir.
Sehingga diperlukan pemikiran secara rasional dan kesabaran bagi para calon jamaah yang telah menyisihkan sebagian pendapatnya untuk dapat menunaikan haji di tanah suci. Daripada mencari siapa yang salah, alangkah baiknya kita tetap berdoa dan bersabar agar pandemi segera berakhir.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini