Jelang KTT ASEAN, Pengamat Optimis ASEAN IIDC Miliki Peran Strategis Membangun Perdamaian di Asia Tenggara
Jakarta – Dalam upaya memperkuat kerja sama antaragama dan antarkultural di kawasan Asia Tenggara, ASEAN Interfaith and Intercultural Dialogue Conference (ASEAN IIDC) telah mendapatkan sorotan dari para pengamat dan pemerhati masalah perdamaian jelang KTT ASEAN ke-43 di Jakarta. Pengamat menyatakan optimisme terhadap peran strategis yang dapat dimainkan oleh ASEAN IIDC dalam membangun perdamaian berkelanjutan di kawasan.
Forum ASEAN Interfaith and Intercultural Dialogue Conference (ASEAN IIDC) yang diinisiasi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendapatkan sorotan positif dari pengamat dengan keyakinan bahwa forum ini memiliki potensi besar untuk menjadi jembatan yang kuat dalam merekatkan perdamaian dan kerja sama di kawasan tersebut.
Diskusi terbuka antara pemimpin agama, cendekiawan, dan tokoh masyarakat di ASEAN yang diselenggarakan di Jakarta beberapa waktu lalu diharapkan dapat meredam ketegangan serta membangun pemahaman lintas budaya wilayah kawasan ASEAN.
Hal ini diungkapkan oleh Pengamat Hubungan Internasional Central China Normal University (CCNU), Ahmad Syaifuddin Zuhri.
“Agama menjadi institusi yg sangat sakral, khususnya dalam hal ini di masyarakat ASEAN, saya sangat optimis ini bisa menjadi jembatan dalam merekatkan perdamaian,” ucap Zuhri.
Menurutnya, ASEAN IIDC memiliki peran strategis dalam meredam konflik dan mengatasi perbedaan.
Forum dialog tersebut melihatkan kesediaan untuk saling mendengarkan dan mencari titik temu. Ini adalah langkah penting dalam membangun pemahaman, menghindari prasangka, dan mempromosikan rasa saling menghormati di tengah keberagaman agama dan budaya.
“Pertemuan ASEAN IIDC yang digagas PBNU dan didukung pemerintah RI sangat penting sekali, yang tidak hanya dialog, PBNU bersama organisasi, lembaga negara dan stakeholders yang lain di ASEAN juga bisa mendorong pertemuan ini nantinya menjadi praktek dan teladan global dalam praktek harmonisasi dengan latar belakang keanekaragaman budaya dan agama pada masyarakat ASEAN,” ucap dia.
Ia juga menyoroti nilai-nilai toleransi dan harmoni yang tercermin dalam kerja sama lintas agama di ASEAN IIDC. Forum ini membangkitkan semangat inklusifitas dan kerja sama lintas budaya.
“Praktik keagamaan dan keberagamaan di masyarakat ASEAN berbeda dengan masyarakat di regional lainnya, salah satunya karena dipengaruhi budaya luhur masyarakat ASEAN yang kental dan masih kuat,” papar dia.
“Saya kira ini menjadi nilai plus bagi kita ketika praktek seperti ini untuk bisa diresonansikan ke dunia, yang tentunya juga kita tetap menghormati nilai lokal setempat di wilayah dunia lainnya,” imbuh dia.
Namun, Zuhri juga menegaskan bahwa kesuksesan dalam mencapai perdamaian yang berkelanjutan tidak dapat dicapai dalam waktu singkat. Ini adalah perjalanan panjang yang memerlukan upaya kolaboratif dan konsisten. Indikator keberhasilannya, lanjut dia, akan terlihat dalam berkurangnya konflik yang mencerminkan isu agama di masyarakat. Tantangan ini tidak hanya menjadi tanggung jawab elit, tetapi juga harus melibatkan partisipasi aktif masyarakat akar rumput.
“Pelan dan tahapan lainnya juga harus mengikuti. Kita berharap ikhtiar dalam upaya perdamaian global pelan, tapi pasti bisa diejawantahkan oleh masing-masing negara melalui cara dan kekhasannya masing-masing,” papar dia.
“Salah satu indikatornya menurut saya adalah berkurang atau menurunnya konflik-konflik terutama yang mengatasnamakan agama di wilayah masing-masing. Dan bagaimana masyarakat akar rumput juga kita ajak berpartisipasi aktif dalam mewujudkannya, jadi tidak hanya di lingkaran elit saja,” tutup dia.
Hal ini mendukung KTT ASEAN sebagai momentum positif dalam mempromosikan dialog antar keberagaman untuk perdamaian yang berkelanjutan di Asia Tenggara.