Jelang Pembukaan, Perubahan Iklim Menjadi Isu Penting KTT AIS di Bali
Bali — Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Archipelagic and Island States (AIS) Forum yang diselenggarakan di Bali pada 10-11 Oktober 2023 menjadi momentum Indonesia sebagai negara kepulauan untuk menunjukkan komitmen dalam menerapkan strategi ekonomi biru kepada dunia internasional.
Dalam konteks ini, “strategi ekonomi biru” mengacu pada pendekatan pembangunan berkelanjutan yang berfokus pada pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan. Selain itu, KTT AIS juga akan berkomitmen dalam mengatasi isu perubahan iklim.
Perubahan iklim adalah ancaman global yang signifikan, dan dampaknya sangat dirasakan oleh negara-negara kepulauan yang rentan terhadap kenaikan tingkat permukaan laut, badai tropis, dan fenomena perubahan iklim lainnya.
Hal tersebut dikatakan oleh Peneliti Universitas Padjajaran yang juga menjadi perwakilan Indonesia pada AIS RnD Conference 2023, Alexander Muhammad Khan.
Dalam konteks AIS Forum 2023, fokus pada tantangan perubahan iklim mencakup upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, adaptasi terhadap perubahan iklim yang sudah terjadi, dan pelestarian ekosistem laut yang dapat berperan sebagai penyerap karbon alami.
“AIS Forum akan menjadi wadah negara pulau dan kepulauan menghadapi common enemy (masalah bersama), seperti kenaikan permukaan air laut dan perubahan iklim. Upaya untuk itu akan menjadi lebih terkoordinir, terstruktur, dan tajam. Jadi tidak lagi sporadis,” ujarnya.
“Karena itu dengan adanya forum komunikasi seperti The Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries, and Food Security (CTI-CFF) dan sekarang AIS Forum, masalah-masalah tersebut dibingkai sebagai kepentingan bersama yang bisa dibagi dan bisa dikelola bersama-sama,” sambungnya.
Alex menilai langkah Indonesia sudah tepat dalam menggalang negara-negara lain untuk menyelesaikan masalah bersama.
Keberadaan forum komunikasi seperti The Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries, and Food Security (CTI-CFF) dan AIS Forum memberikan platform yang sangat berharga untuk mengatasi masalah-masalah kompleks yang terkait dengan kelautan dan kepulauan.
“Indonesia sudah on the right track menginisiasi terbentuknya CTI-CFF pada 2009 dan AIS Forum di 2018. Ini menunjukkan visi dan kepemimpinan Indonesia di tingkatan global, khususnya dalam isu-isu kelautan,” katanya.
Dengan pendekatan ini, negara-negara pulau dan kepulauan dapat mengelola masalah-masalah bersama secara lebih efektif dan berkelanjutan. Kerjasama lintas batas ini membuka pintu bagi inovasi, solusi berbasis masyarakat, dan pertumbuhan berkelanjutan di wilayah-wilayah yang rentan dan penting untuk kelangsungan hidup global.
“Jadi tidak one man show, tidak satu negara saja, tapi menjadi hal yang bersifat common, bersama dihadapi Indonesia dan negara-negara pulau dan kepulauan di AIS Forum itu,” tutur Alexander.
Bahkan sebagai salah satu bentuk komitmen memajukan sektor ekonomi biru, Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Jodi Mahardi mengutarakan Archipelagic and Island States (AIS) Forum siap mendukung negara–negara pulau dan kepulauan dengan menerbitkan surat obligasi biru (sovereign blue bond).
“Kita menyadari bahwa kerja sama lintas pemangku kepentingan sangat dibutuhkan untuk memfasilitasi transisi global menuju perekonomian kelautan yang lebih berkelanjutan,” kata Jodi.
Dengan panduan ini, kata dia, pelaku ekonomi di semua sektor akan lebih mudah melihat peluang dan mengambil peran dengan berinvestasi secara berkelanjutan di ranah ekonomi biru.
Lebih lanjut Ia mengatakan bahwa dokumen ini pun menjadi salah satu acuan Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan menerbitkan obligasi biru pemerintah.