Jokowi-Amin Tawarkan Solusi Konkrit Dalam Debat Perdana
Oleh : Agung Sudrajat )*
Debat perdana pasangan capres-cawapres telah berlangsung. Kedua pasangan calon, Joko Widodo- Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto- Sandiaga Uno sudah unjuk kebolehan dan terjadi perdebatan yang sengit antara kedua pasangan calon tersebut. Tidak sulit untuk menilai siapa yang lebih unggul dalam debat perdana capres-cawapres, karena dapat dilihat secara keseluruhan pasangan Jokowi-Ma’ruf sudah menguasai tema debat yakni Hukum, HAM, Korupsi dan Terorisme serta tampil lebih konkrit, tenang dan tidak abstrak dalam menerapkan visi dan misi mereka. Jika dibandingkan kubu Prabowo-Sandiaga yang hanya mengandalkan retorika, abstrak, tampak panik, dan gelagapan saat menanggapi sejumlah pertanyaan kritis dari kubu lawan.
Dalam debat tersebut, permasalahan yang diangkat terkait isu tentang penyetaraan hak bagi kelompok difabel misalnya, Jokowi secara konkret menyatakan pemerintah sudah dan akan terus berupaya mewujudkannya, sebagai contoh pemberian bonus yang sama besarnya bagi para atlet berprestasi Asian Paragames dengan atlet Asian Games tahun lalu. Saat Jokowi menjelaskan langkah-langkah konkretnya, kubu Prabowo-Sandiaga justru memberi jawaban yang terasa di luar konteks. Kedua capres-cawapres ini menjadikan isu ekonomi sebagai solusi mengatasi masalah diskriminasi bagi kaum difabel dan bahkan sebagai solusi mengatasi terorisme. Padahal terkait isu terorisme, riset paling mutakhir menunjukkan fakta bahwa hal tersebut bukan perkara kesejahteraan karena sejumlah pelakunya bahkan berasal dari keluarga kelas menengah.
Paslon 01 juga terasa jauh lebih unggul mengenai topik tentang korupsi, yang dimana Jokowi melihat korupsi sebagai persoalan mentalitas, karena itu penyelesainnya harus dilakukan dengan sistematis. Sementara Prabowo justru ingin menaikkan gaji para pejabat sebagai solusi megatasi korupsi. Ia menihilkan kenyataan bahwa banyak pejabat yang terjerat korupsi adalah mereka yang punya harta kekayaan fantastis. Selain itu, Jokowi juga memberi contoh bagaimana ia membangun kultur anti-KKN di lingkungan keluarganya. Hal tersebut terbukti dari anak Jokowi yang tidak lolos tes CPNS dan tidak ada yang bermain dalam proyek negara. Justru di kubu seberang, sudah sangat jelas Prabowo sebagai ketua umum partai Gerindra turut berperan dalam menandatangani lolosnya mantan napi korupsi sebagai caleg-caleg partainya.
Dalam bidang hukum juga, kita lihat bersama dalam debat tersebut Jokowi menawarkan solusi konkret terkait tumpang tindih peraturan hukum antara pusat dan daerah dengan cara membuat dapur untuk penggodokan hukum dan tidak sekadar mengumpulkan pakar hukum lalu membuat sinkronisasi. Solusi tersebut lebih baik jika dibandingkan dengan pernyataan capres Prabowo mengenai presiden pimpinan tertinggi dalam penegakan hukum atau chief of law enforcement, karena sejatinya seorang Presiden memang pimpinan tertinggi di dalam penegakan hukum dan bukan merupakan isu baru saat ini.
Sementara, solusi Prabowo untuk persoalan hukum hanya menaikkan gaji birokrat gaji birokrat lewat tax ratio sebesar 16 persen untuk menekan korupsi yang dinilai malah akan membuat rakyat sengsara karena kenaikkan pajak. Rencana Prabowo itu akan menarik pajak dari rakyat dalam jumlah besar untuk mensejahterakan PNS yang secara tidak langsung akan membuat rakyat semakin menderita. Sejak awal memang visi Prabowo soal penindakan korupsi sangat inkonsisten. Prabowo mengatakan akan menghukum koruptor dengan menaruh di pulau terpencil dan memperkerjakan mereka dalam tambang pasir terus menerus, tapi di sisi lain dia membela enam caleg Gerindra mantan koruptor dengan mengatakan korupsinya yang ia anggap tidak seberapa. Sungguh ironis sekali melihat fakta tersebut.
)* Mahasiswa FISIP Universitas Udayana