Jokowi VS Prabowo Dalam Internal Partai Demokrat
Penulis : Ahmad Harris*
Menjelang Pilpres 2019, Prabowo Subianto kerap mengkampanyekan visi misi, gagasan, serta hoax murahan kepada kalangan masyarakat umum. Mulai dari blusukan ke pasar, kunjungan ke daerah bencana hingga daerah-daerah kecil pun ia lakukan. Menurutnya, langkah tersebut akan efektif untuk menggalang dukungan masyarakat. Sayangnya, kesibukannya dalam menggalang suara masyarakat membuatnya lupa tentang strategi mempertahankan suara dari internal partai pengusungnya sendiri. Tanpa disadari, Prabowo ternyata mulai kehilangan suara dari para partai pengusungnya. Salah satu partai pengusung Prabowo yang kian mengalami penggerusan suara atas dukungan terhadap Prabowo-Sandiaga ialah Demokrat.
Berbagai kader serta pimpinan Demokrat di daerah justru berbalik memilih Jokowi ketimbang Prabowo. Salah satunya ialah Lukas Enembe, Gubernur Papua yang juga merangkap jabatan sebagai Ketua DPD Demokrat Papua. Lukas secara terang-terangan menyatakan dukungannya terhadap Jokowi di Istana Negara setelah dilantik langsung oleh Presiden. Bahkan, ia menyatakan tiga juta suara rakyat Papua menjadi milik Jokowi dalam Pilpres 2019. Tentu, dari pernyataan tersebut, dapat dipastikan Prabowo telah kehilangan suara kader Demokrat di Papua serta masyarakat umum yang tidak tergabung dalam Partai.
Selain itu, Pakde Karwo, orang nomor satu di Jatim alias Gubernur Jatim, juga turut mendukung Jokowi dalam Pilpres 2019. Pakde Karwo pun juga merangkap Ketua DPD Partai Demokrat di Jatim. Sudah dua pemimpin kader Demokrat di daerah yang hilang dari genggaman Prabowo. Begitu juga terjadi di berbagai daerah di Indonesia yang mungkin masih belum terekspos. Dukungan Partai Demokrat terhadap Jokowi ternyata cukup besar dan hampir mencapai setengah suara dari seluruh kader Demokrat. Berdasarkan lembaga survei Median, terdapat sekitar 37,9% konstituen Partai Demokrat yang mendukung Jokowi-Ma’ruf. Angka tersebut cukup besar dan tidak boleh dianggap remeh.
Apalagi dengan adanya para pemimpin kader di daerah yang memberikan dukungan kepada Jokowi, bukan tidak mungkin kader-kader dibawahnya pun akan mengikuti gelombang-gelombang pemimpin kader Demokrat di daerah seperti Pakde Karwo dan Lukas Enembe. Hal tersebut bukan tidak mungkin terjadi mengingat Edhie Baskoro Yudhoyono sebagai Ketua Fraksi Demokrat di DPR mengatakan bahwa Partai Demokrat tidak akan memberikan hukuman kepada kader yang memilih Jokowi dengan alasan menjunjung tinggi nilai demokratis Partai Demokrat. Pernyataan tersebut justru seolah menjadi pintu untuk membenarkan kader Demokrat agar memilih Jokowi-Ma’ruf Amin.
Kondisi ini tentu menjadi bumerang bagi Prabowo. Partai Demokrat sebagai salah satu partai besar dalam koalisinya justru berbalik melawannya. Gelombang dukungan tersebut pun agaknya semakin sulit dibendung oleh Prabowo. Setidaknya terdapat beberapa alasan yang membuat Prabowo tidak mungkin membendung perpindahan dukungan ini. Pertama, sejak awal, Prabowo tidak mengangkat Agus Yudhoyono sebagai Cawapres. Kondisi ini membuat sejumlah petinggi partai seolah tidak sepenuh hati dalam mendukung Prabowo-Sandiaga. Tidak ada tanggungjawab maupun keharusan Partai Demokrat untuk berperang habis-habisan dalam Pilpres 2019.
Selain itu, kedekatan Prabowo dengan Partai Berkarya serta wacana mengembalikan masa orde baru menjadi batu sandungan hubungannya dengan Partai Demokrat. Wasekjen Partai Demokrat bahkan pernah menanggapi wacana orde baru tersebut dengan mengatakan agar Pilpres 2019 tidak perlu diselenggarakan dan tetap melanjutkan kepemimpinan Jokowi. Kedua faktor tersebut menunjukkan Prabowo telah melakukan kesalahan fatal terhadap Partai Demokrat. Tentu, untuk memperbaiki masalah-maslaah tersebut, Prabowo sudah sangat terlambat. Alih-alih merapatkan barisan dengan Demokrat, Prabowo hanya bisa pasrah dengan berpindahnya dukungan suara kader Demokrat kepada Jokowi. Begitu pula dengan Pilpres 2019, alih-alih mencoba mencari dukungan dari rakyat, akan lebih baik Prabowo untuk pasrah dan menerima kemenangan Jokowi dengan lapang dada. * Mahasiswa FISIP Universitas Dharma Agung