Jurus Pemerintah Antisipasi Pelemahan Rupiah
Oleh : Zaki Walad )*
Menjelang berakhirnya masa Pemerintahan Jokowi menjabat sebagai Presiden Indonesia dapat diakui bahwa infrastruktur Indonesia melesat jauh dari sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari kebijakannya untuk melakukan revolusi APBN 2015 dimana anggaran yang sebelumnya digunakan untuk mensubsidi premium dialokasikan ke anggaran infrastruktur. Namun demikian, muncul sejumlah pertanyaan apakah pelemahan rupiah terhadap dolar mempengaruhi berbagai pembangunan infrastruktur yang saat ini dikebut pemeirntah.
Dari kebijakan revolusi APBN setidaknya Jokowi menghemat anggaran sebesar Rp 300 trilliun dan akan dialokasikan ke Infrastruktur, dengan modal tersebut Jokowi benar-benar melakukan pembangunan di seluruh Indonesia dengan merata namun perlu diingat bahwa kebutuhan bahan baku maupun barang modal untuk pembangunan infrastruktur belum bisa seluruhnya dipasok oleh industri dalam negeri, sehingga salah satu caranya adalah dengan melakukan impor yang mau tidak mau berkaitan dengan harga dolar yang sedang tinggi.
Sejak awal tahun, nilai tukar rupiah telah terdepresi hingga 6,6% terhadap dolar Amerika Serikat. Depresiasi rupiah menjadi tantangan besar dalam mengelola perekonomian lantaran kondisi tersebut juga berdampak pada melemahnya tingkat ekspor. Bank Indonesia, berusaha melakukan beberapa usaha menaikkan suku bunga acuan sebesar 100 poin untuk memancing aliran modal masuk agar rupiah bisa menguat. Begitu juga Pemerintah yang terus berusaha untuk menekan lajur impor dengan melakukan penundaan terhadap pembangunan infrastruktur.
Untuk diketahui juga, bahwa sejak dicanangkanya Proyek Strategi Nasional pada 2016, Presiden Jokowi telah menyetujui 222 proyek pembangunan dan tiga program dengan niali investasi kurang lebih Rp 4.100 trilliun. Angka tersebut jauh dan dapat dikategorikan sangat tinggi dibandingkan dengan anggaran belanja lainya. Dengan jumlah luar biasa tersebut, APBN hanya menyiapkan Rp 423 trilliun, sementara BUMN dan BUMD Rp 1.255 trilliun, dan sisanya Rp 2.413 trilliun akan melibatkan swasta lewat KPBU (Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha) serta PINA (Pembiayayaan Investasi Non Anggaran).
Jokowi sadar betul bahwa perekomian Indonesia saat ini sedang dihadapakan dengan inkonsistensi dari situasi global yang berdampak negatif terhadap kondisi perekomian Nasional yang juga berdampak pada negara-negara berkembang lain. Untuk mengurangi dampak negatif tersebut Jokowi memutuskan untuk menunda beberapa proyek strategis agar dapat membantu BI yang telah defisit dalam total transaksi berjalan pada tahun 2018 dengan nilai diperkiran sebesar US$ 25 milliar atatu lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu yaitu US$ 17 milliar.
Pelemahan nilai tukar rupiah dinilai bukan semata dari faktor internal saja, sentimen negatif ancaman perang global dan rencana Bank Sentral Amerika Serikat menaikkan bunga acuan, Fed Fund Rate, hingga empat kali tahun ini ikut melemahkan fondasi ekonomi bank sentral sehingga berpengaruh negatif terhadap kondisi ekonomi Indonesia.
Tidak hanya diam dan membiarkan kondisi ekonomi terus labil, Pemerintah dengan berusaha terus mengikuti perkembangan kondisi global, mereka berusaha mewujudkan beberapa kebijakan yang dapat digunakan untuk menstabilkan kembali kondisi ekonomi di Indonesia, salah satunya adalah mendorong investasi dan melakukan promosi destinasi wisata lokal ke dunia dengan tujuan agar dapat menambah pemasukan devisa negara. Selain itu, pemerintah juga melakukan seleksi terhadap proyek pemabangunan yang memang sadang dibutuhkan secara mendesak dan tidak membutuhkan impor dengan jumlah yang besar.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani berpendapat bahwa situasi ekonomi Indonesia saat ini masih dapat dikendalikan dan masyarakat tidak perlu untuk khawatir, karena kondisi ini masih diambang batas wajar. Dirinya juga menuturkan bahwa saat ini Presiden sedang menggariskan berbagai kebijakan yang nanti akan kita wujudkan dalam nota keuangan 2019 dan mempertimbangkan strategi pembangunan infrastruktur kedepannya. Sependapat dengan Menkeu, Asian Development Bank Institute, Eric Sugandi turut berpendapat memang saat ini iklim perdagangan memaksa Pemerintah untuk mengevaluasi kembali dan menentukan prioritas dalam pembangunan proyek infrastruktur untuk mengendalikan neraca transaksi berjalan demi terciptanya iklim ekonomi yang sehat.
Sedikit berbeda dengan pendapat menteri lain, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan bahkan berpendapat bahwa penundaan pembangunan infrastruktur dinilai tidak perlu dilakukan sebagai upaya mengatasi pelemahan rupiah terhadap dolar AS. Dirinya beranggapan bahwa Indonesia memiliki peluang untuk menutupi kebutuhan impor yang tinggi dari kelapa sawit, biodiesel, penerimaan tambahan dari batu bara dan kemudian turis yang akan meningkat tajam ketika nanti Asian Games 2018.
Kebutuhan impor yang tinggi memang membuat neraca perdagangan pada semester pertama tahun 2018 defisit sebesar US$1,02 milliar, angka ini jauh lebih baik dari semester sebelumnya yang menyentuh defisit hingga US$ 2,83 milliar. Dengan dampaknya kepada rupiah terburuk menyentuh pada angka Rp 14.564, dapat dibayangkan apa yang akan terjadi apabila kondisi ini terus diteruskan potensi hiper inflasi dapat terulang kembali seperti pada masa orde baru.
Namun perlu kita lihat juga, pembangunan secara besar-besaran yang dilakukan oleh Pemerintah sudah dilaksanakan sejak tahun 2014 dengan penetapan Proyek Strategi Nasional pada 2016 yang telah disahkan. Hampir lima tahun pemerintahan Jokowi dengan program pembangunannya dilaksanakan namun baru tahun 2018 problem disampaikan dan diekspos secara masif di media.
Jadi pelemahan rupiah yang terjadi memang sudah diprediksi oleh Pemerintah akan terjadi ketika melaksanakan pembangunan infrastruktur secara besar-besaran namun kondisi iklim perdagangan yang tidak konsisiten di tingkat global membuat prediksi yang sebelumnya terjadi lebih cepat dari yang diperkirakan. Hal ini lah yang memaksa Pemerintah untuk melakukan penundaan pembangunan sementara. Sebelumnya diperkirakan pembangunan infrastruktur yang sudah selesai memang akan dapat menunjang kegiatan pembangunan infrastruktur lain.
Event yang dilaksanakan sebentar lagi Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang juga menjadi ajang pencarian devisa negara dan peningkatan rupiah yang bagus bagi Indonesia. Berbagai wisatawan dari manca negara akan datang ke Indonesia untuk Menyaksikan Asian Games dan menguatkan kembali rupiah, inilah kesempatan yang dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah untuk membantu menstabilkan kembali rupiah ke angka yang normal.
)* Penulis adalah mahasiswa IAIN Pekalongan