Jurus Sia-Sia Ijma Ulama 4 Pasca Pertemuan Jokowi-Prabowo
Persaudaraan Alumni (PA) 212 berencana menggelar ijtima Ulama keempat untuk menentukan sikap setelah Capres yang diusungnya Prabowo Subianto bertemu dengan Presiden 2 Periode Joko Widodo. Acara tersebut rencananya akan dilaksanakan pada awal Agustus, ujar Novel Bakmumin selaku juru bicara PA 212.
Novel sendiri menyayangkan pertemuan antara Prabowo dan Jokowi yang tidak didahului komunikasi dengan PA 212. Seperti yang kita tahu PA 212 memiliki gerakan awal yang besar sejak kasus tuduhan penistaan agama membelit mantan Gubernur DKI Jakarta.
Kita semua juga tahu, bahwa hampir media di Indonesia merekam momen dimana Prabowo mengucapkan “Selamat Bekerja” kepada rivalnya Jokowi. Dengan adanya ucapan tersebut, polarisasi politis antara kubu 01 dan 02 haruslah berakhir.
Namun sepertinya Novel merasa kecewa dengan pertemuan yang menyejukkan tersebut, Ia mengatakan bahwa sejak MK membacakan hasil putusan Pilpres 2019, Prabowo belum pernah berkomunikasi dengan pihak PA 212.
Seakan Novel merasa “dilangkahi” padahal pertemuan kedua anak bangsa tersebut tidak ada kaitannya dengan PA 212, Prabowo tentu memiliki hak untuk bertemu dengan siapapun demi terwujudnya persatuan Indonesia agar guyub kembali.
Sikap yang ditunjukkan oleh PA 212 tersebut menunjukkan bahwa tidak semua kelompok pendukung Prabowo – Sandiaga senang dengan pertemuan antara Jokowi dan Prabowo di MRT. Bahkan PA 212 juga hendak melangsungkan Ijtima Ulama 4 yang akan digelar pada Agustus mendatang, pertemuan tersebut rencananya akan membahas sikap politik usai Prabowo bertemu dengan Jokowi,
PA 212 bahkan mengancam akan meninggalkan ketua umum Gerindra itu bila Prabowo bersedia “dirangkul” Jokowi.
Pertemuan tersebut tentu patut dipertanyakan, apa urgensinya bagi bangsa Indonesia, padahal rangkaian Pilpres 2019 sudah selesai sampai pada tahap putusan Majelis Konstitusi. Padahal masyarakat menginginkan adanya rekonsiliasi, dan sudah terwujud dengan sangat akrab. Sehingga penyelenggaraan Ijtima Ulama 4 jangan sampai menginginkan keterbelahan di Indonesia.
Padahal ulama merupakan tokoh terhormat. Ulama merupakan sosok yang dihormati dengan visi keislaman dan keilmuannya sebagai pewaris nabi. Bukan lantas membenci akan pertemuan yang mendamaikan.
Menurut PBNU Masduki, di NU pelaksanaan ijtima hanya dilakukan untuk membahas masalah fiqih dan keagamaan, bukan untuk membahas politik praktis. Dirinya pun menyebutkan, bahwa NU tidak akan terlibat dalam ijtima ulama yang digagas oleh PA 212 tersebut.
Jika kelak PA 212 bertujuan untuk memberikan dukungan terhadap persatuan masyarakatm itu tentu merupakan sesuatu yang bagus. Namun jika ingin memelihara keterbelahan apalagi menuduh junjungannya sebagai pengkhianat, hal tersebut tentu sebuah kontraproduktif dari apa yang diinginkan oleh masyarakat Indonesia, yaitu persatuan pasca pemilu.
Tak jauh berbeda dengan sikap PBNU, Ketua Majels Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo, memandang bahwa rencana ijtima ulama 4 tidaklah diperlukan jika acara tersebut hanya merespons pertemuan Jokowi – Prabowo.
Menurutnya, sebuah ijtima tidak perlu bersifat responsif akibat suatu pertemuan antar 2 orang.
Meski dalam berdemokrasi tidak ada larangan untuk berkumpul dan berserikat. Namun Ijtima Ulama 4 merupakan agenda yang sarat akan nuansa politk, hal tersebut tentu dapat memecah rasa persatuan setelah rekonsiliasi antara Prabowo dan Jokowi terwujud.
Pihak PP Muhammadiyah juga menegaskan, tidak ada warga Muhammadiyah yang akan hadir dalam ijtima ulama yang digagas PA 212 tersebut. Sebab, warga Muhammadiyan akan mengikuti ketentuan Muhammadiyah. Yaitu berupa fatwa Majelis Tarjih dan kebijakan PP Muhammadiyah.
Jika kedua ormas Islam terbesar di Indonesia tersebut menolak untuk tidak hadir dalam ijtima ulama 4 yang digelar PA 212, maka menghadiri acara tersebut tentu sebuah kesia – siaan, karena tidak ada dampak yang konstruktif bagi bangsa.
PA 212 tentu tidak boleh terkesan mempolitisasi pertemuan Jokowi dan Prabowo untuk kepentingannya, meskipun Prabowo merupakan rival politik bagi Jokowi, namun keduanya tetaplah seorang sahabat yang senantiasa menjaga silaturahmi.
Tentu tidak ada landasan yang kuat bagi PA 212 untuk menganggap junjungannya sebagai pengkhianat karena telah mengucapkan selamat kepada Jokowi.
Untuk itu siapun dulu yang kita coblos, kita tentu harus menerima dan legowo jika junjungan kita tidak berhasil menduduki kursi kepresidenan. Bukan lantas membuat acara yang beresiko memecah rasa persatuan.