Keberadaan UU Cipta Kerja sebagai Payung Hukum Kuat Lindungi Kaum Buruh
Oleh : Clara Diah Wulandari )*
Sebagai sebuah negara hukum, tentunya di Indonesia hampir setiap apapun harus memiliki landasan dasar hukum yang kuat. Adanya payung hukum yang kuat, terlebih kepada golongan yang biasanya rentan seperti kaum buruh, patut mendapatkan apresiasi lantaran menjadikan mereka kini juga memiliki kekuatan yang bahkan sama atau setara di mata hukum.
Perlindungan kepada kaum buruh tersebut, terus Pemerintah Republik Indonesia (RI) berikan sebagai bentuk atau wujud nyata kepedulian atas bagaimana nasib dari golongan pekerja yang biasanya sering mengalami diskriminasi atau marjinalisasi.
Staf Ahli Bidang Ekonomi Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Aris Wahyudi mengungkapkan bahwa keberadaan UU Cipta Kerja bertujuan untuk memberikan perlindungan dan juga kepastian dalam aspek hukum kepada para pekerja atau buruh. Dengan demikian, tatkala payung hukum kuat sudah para buruh miliki melalui keberadaan Undang-Undang Ciptaker tersebut, maka akan sangat menguntungkan dan juga memberikan mereka kepastian dalam membuktikan pada saat misalnya terjadi perselisihan dengan pihak perusahaan tempat dia bekerja.
Selain itu, adanya seperangkat aturan tersebut juga mengharuskan pihak perusahaan dalam memberlakukan segala bentuk jenis perjanjian harus berdasarkan kepada kesepakatan antara dua belah pihak terlebih dahulu, yakni perusahaan dengan pekerja yang bersangkutan.
Lebih lanjut, pemerintah juga sangat membatasi pihak perusahaan untuk berbuat semena-mena dengan para buruh mereka, yakni dengan mewajibkan adanya kesepakatan yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan juga peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pada dasarnya, pemerintah melalui UU Cipta Kerja sangat menghendaki terciptanya suatu hubungan kerja yang berdasarkan pada kesepakatan antar kedua belah pihak, yakni perusahaan dengan pekerja mereka. Namun misalnya pada suatu hari, terdapat salah satu pihak yang memilih untuk tidak bersepakat dan tidak melanjutkan hubungan kerjanya, maka dalam seperangkat aturan itu, pemerintah mengharuskan perusahaan memberikan perlindungan bagi para buruh, yakni berupa pembayaran uang pesangon dan sebagainya.
Sementara itu, Sekretaris Ditjen PHI dan Jamsos Kementerian Tenaga Kerja RI, Surya Lukita menyebutkan bahwa penerbitan Undang-Undang Cipta Kerja oleh pemerintah pada dasarnya memang berguna untuk memberikan perlindungan serta mampu memenuhi seluruh hak dari kaum buruh.
Tiga aspek utama dalam perancangan UU Cipta Kerja sejak awal, yakni pertama adalah berkaitan dengan perlindungan terhadap masyarakat yang mengalami kesulitan dalam mencari lapangan pekerjaan. Aspek kedua, yakni pemerintah melalui Undang-Undang Cipta Kerja berupaya untuk memperbaiki perlindungan kepada para buruh dengan terus mencantumkan dengan sangat jelas seluruh hak bagi para pekerja. Selanjutnya yang ketiga yakni pemerintah memberikan perlindungan pada para pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) melalui skema jaminan sosial.
Di sisi lain, Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani dengan sangat tegas mengungkapkan bahwa UU Cipta Kerja justru sangat melindungi para kaum buruh tanpa terkecuali, termasuk mereka pekerja migran di Tanah Air. Oleh karena itu, menurutnya bagaimana semangat atas perlindungan kaum buruh oleh pemerintah tersebut, beserta dengan upaya untuk membuka lapangan pekerjaan harus mendapatkan dukungan penuh dari semua pihak.
UU Cipta Kerja sama sekali tidak mengurangi bahkan sedikitpun perlindungan terhadap para kaum buruh termasuk pekerja migran di Indonesia. Justru perlindungan kepada mereka terus menjadi perhatian sangat serius oleh pemerintah dan sudah sangat jelas bahwa mereka akan terlindungi bahkan dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Belakangan ini, tatkala perusahaan tekstil di Indonesia secara masif melakukan PHK kepada para pegawai mereka. Namun sebenarnya pemerintah telah sangat melindungi semua hak mereka melalui Undang-Undang Ciptaker. Seluruh perlindungan atau payung hukum yang sangat jelas bagi para kaum buruh, khususnya mereka yang terkena kebijakan PHK dari perusahaan tempatnya bekerja telah termaktub dalam UU Cipta Kerja.
Terdapat sebanyak 3 hak yang wajib perusahaan penuhi kepada para buruh atau pegawai mereka jika hendak melakukan pemutusan hubungan kerja. Pertama yakni perusahaan harus memenuhi hak berupa uang pesangon kepada para buruh mereka yang terkena PHK, kemudian memberikan uang penghargaan masa kerja (UPMK), dan juga uang pengganti hak yang seharusnya diterima.
Untuk berapa besaran atas pemberian hak berupa ketiga uang tersebut, seluruhnya juga telah pemerintah atur dengan sangat jelas memalui payung hukum dan perlindungan kepada para buruh dalam UU Cipta Kerja, sebagaimana masa kerja yang para pegawai itu jalani.
Maka dari itu, sebenarnya sudah sangat jelas bahwa keberadaan UU Cipta Kerja sendiri menjadi sebagai payung hukum yang sangat kuat dan jelas kepada para kaum buruh sehingga mereka bisa mendapatkan pemenuhan akan seluruh haknya oleh perusahaan tempat mereka bekerja, terlebih jika misalnya para pekerja itu mengalami PHK.
)* Penulis adalah Kontributor Ruang Baca Nusantara