Kelompok Separatis Papua Adalah Musuh Bersama
Oleh : Sabby Kosay )*
Aksi Kriminal dan tindakan keji merupakan stigma yang melekat pada kelompok separatis Papua. Akibatnya, mereka tidak hanya dimusuhi masyarakat Papua, tetapi juga Papua Nugini.
Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua, tampaknya mencari tempat persembunyian di Wilayah Papua Nugini. Keberadaan merekapun mendapatkan penolakan secara terang-terangan oleh sejumlah Tokoh Masyarakat Papua Nugini, atas keberadaan para separatis Papua Merdeka tersebut di wilayahnya.
Ray Tanji, yang merupakan tokoh masyarakat di Wutung, Vanimo, Propinsi West Sepik yang berbatasan langsung dengan distrik Skouw, Jayapura, Indonesia, meminta aparat berwenang untuk memulangkan KKB Papua Merdeka ke wilayah Jayapura.
Dalam sebuah wawancara radio, Ray Tanji menyatakan bahwa kehadiran KKB di Papua Nugini telah menimbulkan banyak masalah bagi warga yang tinggal di perbatasan.
Ray meminta kepada pemerintah Papua Nugini untuk menyingkirkan orang-orang KKB dari Vanimo, karena merekalah yang dianggap sebagai pembuat masalah di wilayah perbatasan selama ini.
Ray Tanji juga menghimbau kepada aparat Papua Nugini untuk menyelidiki kehadiran dan aktifitas elemen KKB Papua demi menjaga keamanan warga setempat.
Pada 1 Oktober lalu, dilaporkan adanya kontak senjata antara aparat militer RI dan elemen yang terkait dengan gerakan Papua Merdeka.
Akibat peristiwa itu, pihak berwenang langsung menutup akses perbatasan antara Indonesia – Papua Nugini, di Skouw-Wutung, Distrik Muara Tami, Jayapura.
Komandan Satuan Tugas (Dansatgas) Pengamanan Perbatasan (Pamtas) RI-PNG dari yonif 713/ST Mayor Inf Dony Gredinan
Menurutnya, bunyi tembakan terdengar beberapa kali pada pukul 06.00 WIT menyebabkan kekhawatiran di kalangan warga perbatasan. Mayor Doni juga membantah akan adanya aparat keamanan RI yang terkena tembakan.
Sementara itu pada Jumat 04 Oktober 2019 lalu, warga Wutung sepakat untuk mengajukan petisi kepada Pemerintah PNG untuk merelokasi para pengungsi asal Papua yang kini bermukim di Wutung dan wilayah lain di pesisir barat Vanimo.
Petisi tersebut, dimaksudkan untuk mengatasi risiko keamanan bagi para pengungsi dan warga setempat di perbatasan.
Pemuka masyarakat setempat juga telah menyatakan, selama masih ada pengungsi di wilayah itu, maka warga setempat tetap rawan untuk mendapat serangan dari aparat.
Sekolah-sekolah diliburkan dan angkutan umum diminta untuk tidak mengambil penumpang PNG yang akan berangkat ke Pasar Batas yang terletak di wilayah NKRI.
Warga juga melaporkan kontak senjata antara militer Indonesia dan KKB tersebut terjadi di sekitar Pasar Batas.
Kelompok yang menamakan dirinya West Papuan Revolutionary Army (WPRA) mengaku bertanggungjawab atas kontak senjata tersebut.
Selama ini aktifitas menyeberang perbatasan baik melalui darat maupun laut terjadi di sekitar pesisir utara Papua Nugini di dekat Jayapura. Dalam situasi normal, sedikitnya 100 warga Papua Nugini masuk ke Jayapura dan mengalami peningkatan pesat pada hari pasar di distrik Skouw, dekat perbatasan.
Kita juga tahu bahwa selama ini tidak hanya strategi tempur saja yang diupayakan oleh TNI, tetapi juga pendekatan persuasif agar para anggota KKB tersebut mau kembali ke NKRI.
TNI juga memastikan bahwa pihaknya dapat melakukan langkah persuasif jika kelompok pimpinan egianus kogoya tersebut memiliki itikad baik untuk menyerahkan diri dan menyatakan siap bergabung dengan NKRI.
Pergerakan KKB tentu masih akan tetap berjalan, hal itulah yang menyebabkan pasukan TNI akan selalu berada dalam posisi siaga.
Sebelumnya, kita tentu telah mengetahui bahwa Papua Nugini benar-benar mendukung kedaulatan NKRI dan menolak referendum Papua Barat.
Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, mengaku bahwa dirinya telah menjalin komunikasi dengan pemerintah Papua Nugini terkait dengan adanya dukungan referendum terhadap Papua Barat.
Retno memastikan, pemerintah Papua Nugini mendukung Papua Barat berada di bawah kekuasaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pihaknya mengatakan, dukungan terhadap Papua Barat berada di bawah kekuasaan NKRI tersebut disampaikan langsung oleh perdana Menteri Papua Nugini.
Keberadaan KKB nyatanya telah meresahkan banyak elemen, bahkan negara tetangga juga merasakan dampaknya.
Pendekatan soft approach dan Hard Approach nampaknya juga perlu optimalkan oleh aparat TNI, mereka yang ingin merdeka atas nama Papua Merdeka, sudah pasti menunjukkan perlawanan terhadap kedaulatan NKRI.
Selain itu aparat TNI semestinya dapat mengendus pemasok senjata untuk KKB, dan dapat mempersempit ruang bagi pemasok senjata maupun amunisi bagi KKB sehingga pergerakan organisasi separatis itu tidak kian meresahkan.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Yogyakarta