Sendi Bangsa

Kesaktian Pancasila: Isu Yang Rawan Dipelintir

Oleh: Ardian Wiwaha )*

 

Keputusan Presiden yang termaktub dalam Keppres Nomor 153 Tahun 1967 terkait penetapan Hari Kesaktian Pancasila, tak ayal menuai kontroversi dan rawan dipelintir oleh segenap kelompok kepentingan. Ada beberapa orang yang menganggap bahwa hari Kesaktian Pancasila yang jatuh tepat pada 1 Oktober dinilai sebagai hari selamatnya bangsa Indonesia dari malapetaka Gerakan 30 September (G30S), namun tak sedikit yang menganggap bahwa peringatan hari Kesaktian Pancasila sebagai pembodohan terhadap rakyat hingga isu pemecah belah sejarah yang memposisikan Jenderal Suharto sebagai pengkhianat kekuasaan Presiden sebelumnya, Soekarno.

Kebenaran Fakta Sejarah

Peringatan hari Kesaktian Pancasila yang jatuh disetiap 1 Oktober, memiliki keterkaitan yang kuat dengan peristiwa sejarah 30 September 1965, yakni kasus penculikan dan pembunuhan terhadap jenderal-jenderal terbaik bangsa Indonesia, yakni Letnan Jenderal A. Yani, Mayjen R. Suprapto, Mayjen Haryono, Mayjen S. Parman, Brigjen D.I. Panjaitan, Brigjen Sutoyo, Letnan Satu Pire Andreas Tendean, dan Brigadir Polisi Karel Susult Tubun. Sementara Jenderal A.H. Nasution, meski kakinya tertembak, dirinya berhasil meloloskan diri dari kepungan kelompok barbar PKI. Namun berbeda dengan nasib putrinya Ade Irma Suryani, yang justru menjadi korban kejaman kelompok komunis tersebut. Sungguh kejam ketika diketahui para pemimpin TNI AD dibuang/dikuburkan di dalam satu tempat yakni di sumur tua di Lubang Buaya daerah Pondok Gede.

Masih teringat jelas, pada saat itu kelompok pemberontak PKI berhasil menguasai dua sarana komunikasi yaitu RRI Pusat dan Pusat Telekomunikasi masing-masing di Jalan Merdeka Barat dan di Jalan Merdeka Selatan. Melalui RRI pagi jam 07.20 dan jam 08.15. pemberontak mengumumkan tentang terbentuknya “Dewan Revolusi” di pusat dan di daerah-daerah. Dewan Revolusi merupakan sumber segala kekuasaan dalam Negara Republik Indonesia. Juga diumum, gerakan tersebut ditujukan kepada “Jenderal-Jenderal” anggota Dewan Jenderal yang akan mengadakan coup terhadap pemerintah.

Pada saat bersamaan diumumkan pendemisioniran Kabinet Dwikora. Jam 14.00 diumumkan lagi bahwa Dewan Revolusi diketuai oleh Letkol Untung dengan wakil-wakilnya Brigjen Supardjo, Letkol (Udara) Heru, (Laut) Sunardi dan Arjun Komisaris Besar Polisi Anwas.

Setelah adanya tindakan PKI dengan G 30 S/PKI-nya tersebut, maka keadaan di seluruh tanah air menjadi kacau. Rakyat berada dalam keadaan kebingungan, sebab tidak diketahui di mana Pimpinan Negara berada. Demikian pula halnya nasih para Pemimpin TNI AD yang diculikpun tidak diketahui bagaimana nasib dan beradanya pula. Usaha untuk mencari para pimpinan TNI AD yang telah diculik oleh gerombolan G 30 S/PKI dilakukan oleh segenap Kesatuan TNI/ABRI dan akhirnya dapat diketahui bahwa para pimpinan TNI AD tersebut telah dibunuh secara kejam dan jenazahnya dimasukan ke dalam sumur tua di daerah Pondok Gede.

Dari tindakan PKI dengan G30S nya, maka secara tidak langsung dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa : Pertama, Gerakan 30 September adalah perbuatan PKI dalam rangka usahanya untuk merebut kekuasaan di negara Republik Indonesia dengan memperalat oknum ABRI sebagai kekuatan fisiknya, untuk itu maka Gerakan 30 September telah dipersiapkan jauh sebelumnya dan tidak pernah terlepas dari tujuan PKI untuk membentuk pemerintah Komunis. Kedua, tujuan tetap komunis di Negara Non Komunis adalah merebut kekuasaan negara dan mengkomuniskannya. Ketiga, usaha tersebut dilakukan dalam jangka panjang dari generasi ke generasi secara berlanjut. Terakhir, kegiatan yang dilakukan tidak pernah terlepas dari rangkaian kegiatan komunisme internasional.

Direbut dalam 20 menit  

Berdasarkan fakta sejarah, Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) Mayor Jenderal Soeharto segera bertindak cepat. Setelah menerima laporan lengkap dari Pangdam Jaya Mayjen Umar Wirahadikusumah kala itu, karena pimpinan Angkatan Darat lumpuh karena penculikan-penculikan dan pembunuhan maka untuk sementara pucuk pimpinan Angkatan Darat dipegang oleh Mayor Jenderal Soeharto.

Operasi militer dimulai sore hari tanggal 1 Oktober 1965, pasukan RPKAD di bawah pimpinan Komandannya Kolonel Sarwo Edhie Wibowo menerima perintah untuk merebut RRI Pusat dan Pusat Telekomunikasi. Hanya dalam waktu 20 menit kedua sarana telekomunikasi telah direbut kembali dari tangan pemberontak G.30.S/ PKI. Melalui RRI Pimpinan Angkatan Darat mengumumkan adanya penculikan 6 orang perwira tinggi dan perebutan kekuasaan oleh G.30.S.

Pasukan-pasukan Batalyon 454/Para Divisi Diponegoro dan Batalyon 530/Para Divisi/Brawijaya yang berada di lapangan Merdeka berdiri di pihak yang melakukan pemberontakan. Kedua pasukan ini didatangkan ke Jakarta dalam rangka Hari Ulang Tahun ABRI 5 Oktober 1965. 454

Penangkapan Simpatisan PKI

Dalam bulan-bulan setelah peristiwa G30SPKI, semua anggota dan pendukung PKI, atau mereka yang dianggap sebagai anggota dan simpatisan PKI, semua partai kelas buruh yang diketahui dan ratusan ribu pekerja dan petani Indonesia yang lain dibunuh atau dimasukkan ke kamp-kamp tahanan untuk disiksa dan diinterogasi. Pembunuhan-pembunuhan ini terjadi di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali. Berapa jumlah orang yang dibantai tidak diketahui dengan persis – perkiraan yang konservatif menyebutkan 500.000 orang, sementara lainnya 2.000.000 orang. Namun diduga setidak-tidaknya satu juta orang menjadi korban dalam bencana enam bulan yang mengikuti kudeta itu. Pada akhir 1965, antara 500.000 dan satu juta anggota-anggota dan pendukung-pendukung PKI telah dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi. Sewaktu regu-regu militer yang didukung dana CIA menangkapi semua anggota dan pendukung PKI yang terketahui dan melakukan pembantaian keji terhadap mereka,

Padahal sudah jelas bahwa Pancasila lah satu-satunya ideologi yang sempurna dimana Pancasila ini sifatnya adalah Universal tidak memojok pada satu golongan atau perorangan. Dan kini pun setelah tujuh puluh satu tahun perjalanan bangsa Indonesia, Pancasila telah banyak mengalami batu ujian dan dinamika sistem politik, mulai zaman Orde Lama dengan demokrasi parlementer, zaman Orde Baru dengan demokrasi terpimpin hingga Orde Reformasi saat ini dengan demokrasi multipartai. Tapi Pancasila tetap eksis di bumi Nusantara ini, namun dewasa kini kita perhatikan, Pancasila hanya dijadikan pajangan ditiap ruang-ruang kerja tanpa ada penghayatan dan pengamalan makna dari Pancasila tersebut.

Oleh karena itu, untuk mengingatkan sekaligus mengembalikan lagi dasar negara Indonesia yang sebelumnya terdistorsi oleh paham komunis dan kejadian G30S/PKI ini, maka pada tanggal 1 Oktober setiap tahunnya diperingati sebagai hari Kesaktian Pancasila. (Dikutip dari: http://www.netralnews.com).

 

)* Mahasiswa Pasca Sarjana Jurusan FISIP Universitas Indonesia

Show More

Related Articles

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih