Ketika Virus Jahat itu Bernama Radikalisme
Oleh: Ibrahim Al Hayyi (Relawan Pegiat Media Sosial Independen Regional Solo)
Virus radikalisme masih menjadi ancaman bagi bangsa Indonesia. Paham tersebut sangat menyimpang dan bertentangan dengan Pancasila dan budaya asli bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, penyebaran radikalisme harus diwaspadai oleh segenap rakyat Indonesia untuk ditangkal dan dicegah demi terjaganya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Di era global, ilmu pengetahuan dan teknologi pun mengalami kemajuan yang pesat serta terus menerus menunjukkan perkembangan baru. Sayangnya, seiring dengan perkembangan tersebut, nilai-nilai Pancasila perlahan-lahan mulai terkikis dan intoleransi mulai menggeser nilai-nilai budaya bangsa sehingga menjadi pintu lebar bagi kaum radikal untuk menyebarkan pahamnya. Kelompok radikal tahu memanfaatkan segala kesempatan dan media demi upaya menyesatkan dan menjerumuskan publik dalam lingkaran gelap untuk menggapai tujuannya menghancurkan negara beserta manusianya. Radikalisme mulai masuk ke lingkungan pendidikan dan pekerjaan, baik melalui internet maupun kegiatan-kegiatan publik.
Tren intoleransi dan radikalisme di Indonesia cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Direktur Wahid Institue, Yenny Wahid menyebut bahwa dari hasil kajian yang dilakukan Wahid Institute ada sekitar 0,4% atau sekitar 600.000 jiwa warga negara Indonesia (WNI) yang pernah melakukan tindakan radikal. Menurut Yenny, data tersebut dihitung berdasarkan jumlah penduduk dewasa yakni sekitar 150 juta jiwa.
Selain itu, terdapat kelompok masyarakat yang rawan terpengaruh gerakan radikal, yakni bisa melakukan gerakan radikal jika diajak atau ada kesempatan, jumlahnya sekitar 11,4 juta jiwa atau 7,1%. Sedangkan, sikap intoleransi di Indonesia juga mengalami kecenderungan meningkat dari sebelumnya sekitar 46% dan saat ini menjadi 54%.
Saat ini, radikalisme mulai mengincar kaum perempuan dan generasi muda, khususnya pelajar dan mahasiswa karena dianggap mudah untuk dipengaruhi dan dimanfaatkan.
Karena itu, menangkal radikalisme membutuhkan kerjasama dan dukungan dari semua pihak, mulai dari orang tua, pelajar, mahasiswa, akademisi, pendidik, tokoh agama, pegawai, dan karyawan hingga aparat dan pemerintah.
Lingkungan pendidikan dan keluarga harus menjadi tempat pembinaan karakter yang diperlukan untuk membangun bangsa. Sedangkan lingkungan pekerjaan dan peribadatan harus menjadi tempat untuk mengamalkan nilai-nilai Pancasila, menyebarkan toleransi, dan kerukunan serta menjaga karakter dan budaya bangsa demi tercipta rasa aman dan nyaman dalam kehidupan bermasyarakat.
Pancasila sebagai dasar negera RI, didalamnya mencakup tata cara kehidupan beragama dan bermasyarakat dalam bingkai NKRI. Hingga saat ini, Pancasila sudah memberikan bukti nyata yang mempersatukan segenap bangsa Indonesia, dengan kata lain, Indonesia berdiri, merdeka, dan optimis melangkah menuju negara yang maju.
Masyarakat Indonesia sudah sepatutnya menyampaikan lebih banyak narasi tentang toleransi atau kerukunan, sikap cinta kepada sesama, nasionalisme, patriotisme dan bela negara.