Kisah Penumpang Gelap Pilpres 2019 Yang Sakit Hati
Oleh : Ahmad Kurniawan )*
Polarisasi pasca Pemilu telah mereda seiring dengan bertemunya Jokowi dan Prabowo, namun ternyata hal tersebut meninggalkan kisah tersendiri di kalangan internal Partai Gerindra yang tengah membuat heboh dan saling curiga oleh isu penumpang gelap di sekitar Paslon Prabowo – Sandiaga dalam pemilihan presiden lalu.
Tudingan soal penumpang gelap tersebut disampaikan pertama kali oleh Wakil Ketua Umum Sufmi Dasco Ahmad. Menurutnya, kelompok penumpang gelap tersebut berusaha untuk memanfaatkan Prabowo demi kepentingan pribadi dan kelompok mereka.
Dasco yang disebut – sebut merupakan sosok yang turut andil dalam rekonsiliasi Prabowo – Jokowi tersebut memang tidak secara detail menyampaikan siapa yang dimaksudnya sebagai penumpang gelap.
Namun ia memberikan sedikit petunjuk, bahwa penumpang gelap yang dimaksud adalah pihak yang kecewa dengan permintaan Prabowo agar pendukungnya tidak berdemonstrasi di depan Gedung MK saat sidang Perselisiihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) tengah berlangsung.
Dasco juga mengatakan, julukan “penumpang gelap” tersebut juga disematkan kepada pihak yang sering menghasut Prabowo Subianto di Pilpres 2019 demi kepentingan pribadi.
Kita berharap agar Partai Gerindra mengungkap sosok “penumpang gelap” yang dianggap ingin membuat Indonesia Chaos. Isu terkait penumpang gelap tersebut tidak boleh dianggap remeh sehingga harus diungkapkan kepada publik siapa yang dimaksud.
Isu penumpang gelap tersebut rupanya berpotensi mendatangkan bahaya bagi keutuhan bangsa sehingga Gerindra harus membuka seluas – luasnya tentang keberadaan orang – orang tersebut.
Hal ini dirasa perlu untuk mengetahui siapa saja mereka, apa motifnya dan siapa saja yang ada dibelakangnya, hingga mereka seakan sangat fanatik terhadap salah satu paslon.
Penumpang gelap tersebut selama Pilpres 2019 tak kenal lelah mendukung Prabowo. Bahkan, dukungan mereka tak surut hingga Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo – Sandiaga mengajukan sengketa Pilpres ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Penumpang gelap tersebut pun berniat untuk melakukan demonstrasi selama sidang sengketa pilpres di sekitar MK. Namun, saat itu Prabowo dengan tegas menolak hal tersebut.
Rupanya keputusan dan arahan dari Prabowo tersebut membuat penumpang gelap yang sedari awal mendukungnya merasa kecewa. Tak sampai di situ, mereka juga menghasut mantan Danjen Kopassus tersebut agar mengikutsertakan ulama dan emak – emak agar memprotes hasil Pilpres 2019.
Anggota Komisi III DPR RI tersebut tidak berkenan menyebutkan secara rinci terkait dengan penumpang gelap tersebut. Namun, Prabowo dan pihaknya telah menyiapkan strategi untuk “membersihkan” mereka.
Salah satu strateginya tentu merupakan sebuah langkah yang dapat mengubah suasana politis secara signifikan, yaitu pertemuan antara Prabowo dengan Presiden terpilih Joko Widodo di Kereta Moda Raya Terpadu (MRT) yang telah terlaksana pada awal Juli lalu. Ia juga menceritakan, bahwa pertemuan tersebut berhasil membuat penumpang gelap menjadi “gigit jari”.
Oleh karena itu, pertemuan antara Prabowo dan Jokowi tentu menjadi ajang untuk menyambung kembali persatuan Indonesia pasca Pilpres 2019. Serta sebagai upaya untuk menyingkirkan benalu yang mendukung Prabowo demi kepentingan pribadi mereka.
Pada kesempatan Berbeda, Wasekjen Partai Gerindra Andre Rosiade mengatakan ada penumpang gelap yang memanfaatkan Prabowo Subianto. Para penumpang gelap tersebut ingin membuat situasi di Indonesia menjadi kacau dan juga menginginkan Presiden Jokowi disalahkan atas kondisi tersebut.
Andre mengatakan aparat keamanan telah mengetahui sosok “penumpang gelap” tersebut. Ia juga memastikan bahwa sosok tersebut bukan berasal dari kalangan partai politik maupun kalangan Ulama.
Hal ini menunjukkan bahwa kemunculan Penumpang gelap yang dimaksudkan karena terdapat semacam distorsi untuk memutarbalikkan keadaan. Terutama untuk mengacaukan situasi dalam pelaksanaan Pilpres 2019.
Apapun upayanya penumpang gelap tersebut haruslah dibersihkan, apalagi jika bisanya hanya menghasut dan terlampau menyalahkan lawan politiknya, jika dibiarkan maka mereka akan menjadi sutradara dalam drama yang bernama adu domba.
Langkah rekonsiliasi yang ditempuh oleh kedua kubu tentu menjadi semacam penerang bagi masyarakat, kita jadi tahu mana pendukung Prabowo yang memang tulus mendukung dan mana yang mendukungnya karena memiliki motif tertentu.
Dalam berdemokrasi, kita harus paham bahwa kompetisi tidak seharusnya menghancurkan hubungan pertemanan. Pertemuan antara Prabowo dan Jokowi tentu menunjukkan komitmen keduanya untuk menjaga perdamaian.
Lantas bagaimana dengan yang kecewa dengan rekonsiliasi tersebut, mudah saja ditebak, mereka tentu kecewa karena kepentingannya tidak tersalurkan, semoga para penumpang gelap tidak merusak stabilitas politik di Indonesia.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik