Kolaborasi Masyarakat Cegah Penyebaran Radikalisme
Munculnya kelompok radikal dan intoleran berpotensi semakin besar jelang pelaksanaan Pemilu 2024. Kelompok tersebut memanfaatkan momentum Pilpres 2024 dengan memainkan isu agama, suku, ras, dan antar golongan untuk memprovokasi masyarakat. Umumnya, kelompok tersebut menyebar informasi palsu atau hoaks di berbagai media online.
Radikalisme terkadang sulit untuk diidentifikasi. Radikalisme tidak bisa hanya dilihat dari penampilan atau perilaku, melainkan dari pemikirannya. Paham radikal bisa menyasar siapapun dan tak mengenal umum. Alasannya, para pemuda masih enerjik dan tengah mencari jati diri
Isu radikalisme memang kerap kali menjadi salah satu isu paling menantang yang dihadapi oleh negara-negara di seluruh dunia. Terutama Indonesia yang kaya akan keberagaman. Hal tersebut yang coba dimanfaat kan kelompok radikal dan intoleran untuk menyebarkan pahamnya kepada masyarakat. Apabila radikalisme masuk dalam tataran politik formal, dipastikan akan menimbulkan kekacauan. Maka dari itu, masyarakat dan pemerintah harus bersinergi membangun kehidupan demokrasi menjelang pesta demokrasi terbesar di Indonesia ini.
Jika melihat dari pengalaman Pemilu/Pilpres 2014 dan 2019 yang menjadi kesaksian sejarah satu dekade terakhir bahwa pengerahan identitas agama, ras dan etnis (SARA) memicu ketegangan sosial dalam masyarakat multikultural. Sehingga menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, perhatian terhadap radikalisme politik harus semakin mendalam dan signifikan. Agar potensi potensi tersebut dapat diredam dan diminimalisir.
Kepala BNPT, Komjen Pol. M Rycko Amelza Dahniel mengatakan saat ini terdapat peningkatan aktivitas terorisme seperti pendanaan, radikalisasi, perekrutan dan konsolidasi sel sel teroris. Aktivitas tersebut menyasar tiga kelompok rentan yaitu perempuan, remaja dan anak. Dengan adanya fenomena tersebut, BNPT berkomitmen meningkatkan sinergi dalam menjalankan program pencegahan terorisme di beberapa wilayah di Pulau Jawa. Langkah ini dilakukan dengan membangun ketahanan masyarakat sekaligus meredam penyebaran radikalisme. Pihaknya mengatakan resiliensi akan terbentuk pada saat masyarakat memiliki pengetahuan dan kesadaran akan bahaya radikalisme dan terorisme. Selain pencegahan, sinergi ini juga akan diintensifkan untuk penguatan program deradikalisasi bagi mantan eks narapidana terorisme (eks napiter).
Masyarakat diimbau untuk waspada terhadap setiap konten-konten ataupun berita berbau provokasi yang disebarkan kelompok radikal dan intoleran. Literasi diruang digital perlu terus digalakkan guna meminimalisir hoax, disinformasi, ujaran kebencian, serta radikalisme terutama jelang Pilpres yang akan dilaksanakan 14 Februari 2024 mendatang. Disamping itu, patroli siber perlu terus digalakkan agar situasi Kamtibmas aman dan kondusif.
Wakil Ketua DPRD Kaltim, Muhammad Samsun mengatakan masyarakat perlu terus menerapkan nilai nilai toleransi sebagai landasan utama serta mengutuk segala bentuk ekstremisme, serta menekankan pentingnya saling menghormati perbedaan. Di tengah tantangan global yang semakin kompleks, menjaga persatuan dan toleransi menjadi prinsip kunci untuk menjaga keamanan dan stabilitas negara. Masyarakat perlu memiliki jiwa tanggung jawab bersama untuk memperkuat nilai nilai kebangsaan yang menjunjung tinggi persatuan dalam keberagaman. Langkah pertama dalam mewujudkan masyarakat yang toleran adalah dengan terus meningkatkan pemahaman tentang keberagaman budaya, agama, dan suku di Indonesia. Pendidikan multikultural harus diperkuat, tidak hanya di sekolah tetapi juga melalui berbagai media sosial dan informasi.
Penting untuk terus memberdayakan pemuda, sebagai agen perubahan yang potensial. Melalui pembekalan keterampilan sosial dan pendidikan, pemuda dapat menjadi garda terdepan dalam menolak paham radikal dan mempromosikan nilai nilai toleransi menjelang Pemilu.
Dengan memahami dan menghargai perbedaan tersebut, masyarakat dapat membangun bangsa yang kuat dan bersatu, serta menolak segala bentuk radikalisme yang dapat merusak keberagaman dan persatuan NKRI.
Upaya penangkalan konten radikalisme, terorisme maupun hoaks dilakukan untuk memastikan situasi nasional yang produktif dan sehat. Selain itu kewaspadaan masyarakat terhadap konten konten radikalisme juga harus ditingkatkan, karena apabila tidak, masyarakat dapat terpengaruh sehingga berdampak pada kehidupan sosialnya.
Apabila radikalisme masuk dalam tataran politik formal, dipastikan akan menimbulkan kekacauan. Maka dari itu, masyarakat dan pemerintah harus bersinergi membangun kehidupan demokrasi menjelang pesta demokrasi terbesar di Indonesia ini.
Radikalisme adalah suatu paham atau ideologi yang tidak sejalan dengan Pancasila, ideologi dasar negara Indonesia. Radikalisme dapat berdampak negatif bagi anak muda, baik secara individu maupun kolektif. Oleh karena itu, perlu ada upaya-upaya untuk mencegah radikalisme pada anak muda.
Dalam menghadapi tahun politik, pemerintah giat berupaya menangkal berbagai ancaman, terutama paham radikalisme, yang dapat merusak stabilitas negara. Ancaman ini dapat meresap ke berbagai lapisan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, kesadaran individu memegang peranan kunci dalam mengantisipasi masuknya paham intoleran tersebut. Pendidikan dan peningkatan literasi masyarakat tentang bahaya radikalisme menjadi langkah penting dalam merawat keutuhan sosial. Individu yang memiliki kesadaran tinggi dan pengetahuan yang memadai dapat menjadi garda terdepan dalam melawan penyebaran paham radikal. Kunci untuk mengatasi masalah ini adalah membangun pertahanan diri yang kokoh, didukung oleh informasi yang akurat dan kepedulian terhadap nilai-nilai kebangsaan. Dengan demikian, upaya pencegahan paham radikal dapat dilakukan secara efektif, menjaga persatuan dan keselamatan masyarakat di tengah dinamika politik yang kompleks.