Komoditas Politik Baru Pada Gerakan Aksi Bela Tauhid II
Oleh: Yuda Pramono Andi)*
Belakangan ini persoalan tentang pembakaran bendera HTI yang juga oleh sebagian masyarakat dianggap sebagai bendera tauhid, menjadi polemik yang membutuhkan perhatian lebih. Sebagai respon terhadap pembakaran bendera tersebut, sejumlah masyarakat melakukan demonstrasi AKSI BELA TAUHID di kantor Kemenkopolhukan dan menuntut pembakar bendera segera dihukum. Yusuf Martak, perwakilan massa aksi yang menemui anak buah Wiranto menyampaikan jika pelaku pembakaran bendera tauhid tersebut tidak dihukum, maka seminggu kemudian akan dilaksanakan aksi yang sama. Selain itu sejumlah tuntutan lain juga disarankan seperti tuntutan pembubaran banser dan gp ansor dan lebih parah lagi, ada teriakan “2019 ganti presiden” dalam aksi yang mengatasnamakan bela tauhid tersebut.
Sebenarnya, dari sejumlah in konsistensi tuntutan dalam aksi bela tauhid yang pertama, kita bisa paham bahwa peristiwa pembakaran bendera HTI serta banyaknya massa yang terprovokasi ini hanya dimanfaatkan oleh oknum tertentu. Bagaimana tidak, disamping bendera yang dibakar adalah bendera HTI, tuntutan yang disampaikan tidak masuk akal. Semisal terkait pembubaran banser atau gp ansor, siapakah para pendemo ini sehingga menuntut pembubaran organisasi yang telah berjasa besar bagi kemerdekaan serta bahkan mempertahankan kemerdekaan dari ancaman baru seperti PKI? Apakah tuntutan logis jikapun pelaku pembakaran salah sehingga organisasinya harus dibubarkan? Logika yang sederhana, berarti ketika ada satu anggota organisasi berbuat kesalahan, apakah organisasi tersebut harus dibubarkan? Inkonsistensi kedua yakni adanya “kampanye kotor” dalam aksi tersebut dimana bukannya menyuarakan bela tauhid, tetapi massa justru meneriakkan ganti presiden. Jika masyarakat mau membuka hati dan berpikir objektif, semua juga pasti sadar bahwa 3 orang Anggota banser tadi pasti tidak ada niatan sekalipun terkait pelecehan kalimat tauhid. Selain itu masyarakat juga harusnya sudah sadar bahwa aksi ini hanya ditunggangi oleh kepentingan tertentu yang berusaha menyebabkan kegaduhan di Indonesia.
Belakangan ini muncul kembali rencana pelaksanaan AKSI BELA TAUHID II, yang disuarakan oleh alumni 212 serta GNPF ulama pada 2 november mendatang. Juru bicara PA 212, Novel Bamukmin mengatakan saat ini pemerintah dinilai belum cepat tanggap dalam kasus pembakaran bendera serta mengancam bahwa aksi tersebut akan lebih besar dari aksi 212 saat mendemo Ahok. Rencana ngotot ini disebutkan sebagai respon atas pemerintah yang tidak menanggapi tuntutan pada aksi bela tauhid yang pertama. Rencana ngotot ini pun jelas menjadi inkonsistensi selanjutnya dari oknum yang memperdalam masyarakat pendemo. Bagaimana tidak ketika pelaku pembakaran bendera sudah diproses hukum sekarang sesuai tuntutan mereka, tetapi mereka tetap ngotot untuk melakukan aksi demo. Jadi sebenarnya tujuan mereka melakukan aksi bela tauhid untuk kedua kalinya apa? Apakah sekedar mencari eksistensi bahwa mereka peduli islam? Saya rasa umat islam di Indonesia sendiri pun sudah lebih bijaksana dalam menilai bahwa ada suatu kepentingan kotor salam perencanaan aksi kedua ini.
Masyarakat sekarang tidak sadar bahwa fanatisme mereka sedang diobrak abrik oleh suatu oknum, dan kita bangsa Indonesia sedang di adu domba. kita diadu domba oleh organisasi yang sudah dilarang dan dihapus di Indonesia seperti HTI ini. Lebih parahnya lagi, isu pembakaran HTI ini pun masih dimanfaatkan untuk kepentingan politik. Lingkaran setan sebenarnya sedang berjalan di Indonesia. Bagaimana tidak, HTI yang telah dilarang di Indonesia ingin idealismenya tetap ada dan semakin menyebar di Indonesia, dan bahkan ingin kembali eksis di Indonesia. Sementara itu, demi suatu kepentingan politik, beberapa oknum memanfaatkan momen polemik bendera HTI ini untuk menjatuhkan kredibilitas pemerintah saat ini. Pada akhirnya, mereka memprovokasi masyarakat dan memanfaatkan fanatisme tersebut untuk melaksanakan aksi demo yang pada akhirnya berujung pada teriakan GANTI PRESIDEN.
Jika kita benar-benar cinta Indonesia, seharusnya kita paham bahwa sudah cukup masyarakat Indonesia terpolarisasi menjadi kelompok suku dan agama pasca permasalahan Ahok yang lalu. Bagaimana ketika itu masyarakat terbagi menjadi pembela Ahok yang umumnya non muslim dengan pendemo Ahok yang semuanya umat muslim. Hal itu tentu menjadi saksi bahwa Indonesia hampir terpecah. Dan saat ini, rencana yang sama dan bahkan lebih besar menurut Novel Bamukmin, sedang dipersiapkan. Saya berani berkata bahwa oknum seperti mereka inilah yang mempersulit persatuan Indonesia sehingga menghambat kemajuan negara ini. Bagaimana mungkin sebuah negara maju ketika masyarakatnya sendiri tidak dapat bersatu?
Kepada masyarakat Indonesia terkhusus peserta demo bela tauhid yang pertama, bukanlah mata anda. Tuntutan anda telah dipenuhi oleh pemerintah. Semua sudah diproses dengan baik oleh pemerintah dan bahkan para pelaku sudah minta maaf. Jadi untuk apa lagi rencana aksi bela tauhid yang kedua? Apakah masih perlu memenuhi undangan PA 212 untuk Aksi Bela Tauhid II? Saya berani katakan bahwa hanya orang-orang bodoh yang mau dimanfaatkan sedemikian rupa. Ketika para pendemo berada di lokasi nantinya, oknum yang memanfaatkan duduk manis sambil tertawa ketika usaha provokasi mereka berhasil. Hal ini bukan persoalan tentang agama lagi, ini sudah menjadi persoalan politik bodoh. Hal ini sudah menjadi aksi yang melibatkan kepentingan elit politik tertentu yang rela mengorbankan persatuan Indonesia demi kursi jabatan semata.
Hasil akhir dari skenario Manuver Kotor dalam Rencana Aksi Bela Tauhid II ini sudah bisa diperkirakan. Suasana masyarakat menjadi berantakan, beban pemikiran pemerintah semakin bertambah untuk mencari cara menyadarkan rakyatnya, dan kemudian dengan kengototan bodoh yang dipertahankan ini HTI akan hidup kembali. Organisasi HTI dan orang-orangnya tentu akan berpihak kepada elit politik yang membantu mereka dan tentunya akan berusaha membalas budi. Semua hanya tentang kepentingan politik. Kepentingan politik semata dari oknum elit tertentu, yang bahkan tidak peduli dengan massa pendemo yang telah dimanfaatkan ya demi kursi jabatan yang diinginkannya.
Jadi, apakah skenario demikian yang diinginkan masyarakat? Apakah Indonesia ingin seperti Yaman yang hancur berantakan karena adanya HT yang menghancurkan negaranya? Jika masyarakat masih bergabung dengan rencana aksi dari alumni 212 ini, maka kita telah membuka pintu untuk kembalinya HTI serta memberikan jalan pintar bagi oknum politik busuk untuk meraih kekuasaan di Indonesia. Kita telah selangkah lebih maju untuk kehancuran Indonesia seperti layaknya negara lain hancur karena ulah HT. Kita telah selangkah lebih maju untuk hancur karena akan dipimpin oleh elit politik kotor yang bahkan hanya mampu melakukan strategi busuk untuk menang.
Jika masih dengan alasan tuntutan terhadap pelaku pembakaran bendera, maka jelas rencana aksi bela tauhid yang kedua ini hanya kepentingan politik dan Manuver Kotor HTI. Aksi yang tidak perlu dilakukan oleh masyarakat yang merasa dirinya pintar dan tidak mau dibodohi. Jika anda senang menjadi alat yang dimanfaatkan, silahkan berbangga hati mengikuti aksi kedua ini. Namun jika anda bijaksana, objektif, dan peduli dengan kemajuan dan persatuan Indonesia, kembalilah ke rumah masing-masing. Maksimalkan waktu dengan keluarga, efektifkan waktu belajar dan bekerja, serta dalami makna Pancasila sebagaimana diinginkan para leluhur kita.
)* Penulis adalah pemerhati politik