Warta Strategis

KPK Fokus Bekerja dan Tidak Terpengaruh Polemik TWK

Oleh : Zakaria )*

KPK diharapkan tidak terpengaruh polemik alih status pegawai yang saat ini masih dihembuskan oleh  kelompok tertentu. Pegawai KPK  diminta untuk terus fokus bekerja demi optimalisasi pemberantasan korupsi.

Polemik terkait pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) rupanya masih tersiar di berbagai media. Ketua Setara Institute Hendardi, meminta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar lebih fokus bekerja dan menangani berbagai kasus korupsi di Tanah Air. Dirinya menilai bahwa polemik tentang TWK tidak perlu direspons.

Ia mengatakan, bahwa pekerjaan rumah KPK itu masih banyak, sehingga lebih baik KPK tetap fokus bekerja saja.

            Hendardi menuturkan, pelaksanaan TWK hanya menjalankan perintah undang-undang Nomor 19 tahun 2019. Pelaksana teknisnya ialah Badan Kepegawaian Negara (BKN) dengan beberapa asesor. Artinya, KPK tidak terlibat langsung dalam pelaksanaan TWK.

            Dirinya berujar, jika TWK merupakan kemauan Firli Bahuri, tentu saja statement tersebut adalah hal yang keliru.

            Sebetulnya, isu TWK sudah selesai, sudah jelas bahwa 75 pegawai KPK tidak lulus tapi kemudian dikoreksi lagi menjadi 51 pegawai atau sekitar 5,4 persen dari total pegawai. Namun, pegawai yang tidak lulus dinilainya melakukan manuver politik daripada membawa persoalan tersebut ke ranah hukum.

            Dirinya juga meyakini bahwa kinerja lembaga KPK tersebut tidak akan terganggu dengan adanya polemik TWK yang diadukan oleh sejumlah pegawai KPK ke Komnas HAM dan beberapa instansi lainnya.

            Pada kesempatan berbeda, Petrus Selestinus selaku Pakar Hukum mengatakan, bahwa pimpinan KPK tidak boleh dipersalahkan apalagi dimintai pertanggungjawaban terkait pelaksanaan TWK. Namun, berharap bisa menjelaskan ke publik bahwa tidak ada yang salah dari TWK.

Ia berujar agar KPK terus saja bekerja, fokus pada tugas penegakan hukum, dan mengabaikan perilaku pegawai yang tidak lulus.

Petrus menilai, polemik TWK terkesan tidak selesai karena para pegawai yang tidak lulus tidak menempuh upaya hukum.

Sebelumnya, Dr. Johanes Tuban Helan, SH MHum selaku Ahli Hukum Administrasi Negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang mengatakan, pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) uamg tidak lolos TWK tidak perlu dipersoalkan.

            Di Hadapan hukum, semua warga negara sama, jadi terima saja jika sudah ditetapkan dan tidak perlu dipersoalkan, tutur Johanes.

            Johanes menilai, posisi pegawai KPK hari ini sama seperti honorer yang ada di instansi pemerintahan yang memiliki hak yang sama untuk diterima atau tidak menjadi aparatur sipil negara (ASN) melalui tes.

            Ia juga mengemukakan tanda tanya besar, hampir setiap tahun ada penerimaan ASN, banyak honorer yang ikut mengadu nasib mengikuti tes dan tidak semuanya lolos, tetapi hal tersebut tidak pernah dipersoalkan. Lantas mengapa pegawai KPK yang tidak lolos justru dipersoalkan. Apalagi tidak semua pegawai KPK yang ikut dalam tes dinyatakan tidak lolos.

            Jika ada 1.351 pegawai yang ikut tes dan 75 orang tidak lolos, Johanes menganggap bahwa hal tersebut merupakan sesuatu yang wajar. Tidak perlu dipersoalkan. Kalau 90 persen peserta tes tidak lolos, mungkin perlu dipertanyakan.

            Ia menuturkan, bahwa semua warga negara Indonesia, termasuk pegawai KPK, memiliki hak yang sama dengan warga negara yang lain untuk diterima atau tidak sebagai ASN.     

            Karena itu, tidak perlu membuang energi untuk mempersoalkan nasib 75 orang yang tidak lolos TWK.

Perlu diketahui juga bahwa TWK pada seleksi ASN KPK tersebut menyinggung banyak hal seperti HTI, FPI dan terorisme yang dianggap tak sesuai tugas pokok fungsi pegawai.

            Menanggapi polemik tersebut, Bima Haria Wibisana akhirnya angkat bicara, dirinya menilai wajar jika soal TWK dalam seleksi ASN mempertanyakan soal radikalisme dan organisasi massa, sebab memang itulah yang hendak dinilai lewat asesmen.

            Asesmen tersebut sebetulnya juga berguna utuk melihat derajat radikalisme peserta tes. Jadi tentu saja wajar jika terdapat pertanyaan atau pancingan dalam wawancara seperti itu untuk menggali tingkat keyakinan peserta.

            Dirinya juga menegaskan, peralihan pegawai KPK menjadi bagian dari ASN berarti harus mentaati seluruh perundang-undangannya dan membela negara. Dimana membela negara berarti juga membela Pancasila, UUD 1945 dan mentaati seluruh peraturan perundang-undangannya. Karena hal tersebut merupakan sumpah ASN.

            Tugas KPK masih banyak, fokus kepada tugas inti untuk memberangus tikus berdasi tentu lebih penting daripada terjebak dalam polemik TWK yang sebenarnya sudah berakhir..

)* Penulis adalah warganet tinggal di Bogor

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih