KPK Gencar Lakukan Pencegahan Korupsi demi Kemajuan Pembangunan Papua
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron mengatakan, hal itu penting dilakukan mengingat korupsi ialah salah satu faktor utama penghambat kemajuan pembangunan suatu daerah. Akibat korupsi, biaya pembangunan menjadi membengkak dan kualitas hasilnya tidak maksimal. Padahal manfaat utama dari pembangunan adalah semaksimal mungkin untuk mensejehterakan masyarakatnya. Mulai dari pendekatan edukasi bagi masyarakat, KPK mengajak generasi penerus khususnya mahasiswa Papua untuk terus belajar dengan baik.
Dalam kuliah umum pendidikan antikorupsi bagi mahasiswa Universitas Papua pada Jumat (10/6), Ghufron menitipkan pesan bahwa dunia pendidikan merupakan tempat menyemai kader bangsa. “Baik dari sisi kompetensi maupun integritas, kedua poin tersebut harus berjalan beriringan karena jika hanya salah satu saja, maka akan menimbulkan sikap korup ketika menduduki sebuah jabatan tertentu,” ujar Ghufron dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa pagi (14/6). Selain itu, KPK melalui kegiatan koordinasi dan supervisi secara kontinyu melakukan pendampingan kepada pemerintah daerah, mulai dari pengadaan barang dan jasa, perizinan, serta pengelolaan keuangan daerah.
Di Papua kata Ghufron, KPK telah melakukan serangkaian kegiatan pencegahan korupsi. Seperti, kegiatan rapat koordinasi program pemberantasan korupsi terintegrasi se-Provinsi Papua Barat, yang digelar di Manokwari, pada Selasa (7/6). Dalam kegiatan tersebut, KPK meminta kepala daerah melakukan pembangunan, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, hingga pertanggungjawabannya secara bersih dan menghindari praktik-praktik korupsi. Apalagi kata Ghufron, Papua merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki kekayaan alam melimpah. Maka dengan pembangunan yang berkualitas akan memberikan dampak signifikan bagi kesejahteraan masyarakat. Setiap kepala daerah wajib memiliki integritas agar tidak melakukan pemufakatan jahat dengan pihak tertentu dalam proses pembangunan di Papua. Hal ini juga sebagai komitmen para pemimpin dalam menjalankan amanah rakyat. Di sektor pariwisata, KPK pun telah menggelar rapat koordinasi dengan para pemangku kepentingan terkait. Kajian Direktorat Monitoring KPK menemukan potensi korupsi dalam rangkaian bisnis proses pengelolaan dana hibah yakni pada aspek perencanaannya.
“Untuk menutup celah itu, hal ini menjadi tugas bersama antar-pihak untuk mengawasi kebocoran yang terjadi agar pemanfaatan dana hibah dari pemerintah khususnya di sektor pariwisata menjadi lebih optimal,” kata Ghufron. Dalam upaya menutup kebocoran potensi korupsi di sektor pariwisata Papua kata Ghufron, KPK memiliki empat pertan. Pertama, koordinasi lintas stakeholders dengan menggandeng pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat sipil. Selanjutnya kedua, monitoring proses dan implementasi perbaikan sistem. Ketiga, review Kebijakan yang berpotensi fraud–misconduct–korupsi. Keempat, supervisi langkah-langkah akselerasi pelaksanaan program, pengawasan dan penegakan hukum. Tidak hanya itu, KPK melalui program penertiban aset juga mengkoordinasikan tiga instansi yaitu Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, PT PLN Persero, dan Pemerintah Papua untuk mewujudkan cita-cita “Papua Terang”.
“KPK melihat legalitas tanah harus menjadi poin penting yang harus diperhatikan, baik dari segi bisnis maupun yuridis. Jangan sampai, tanah yang telah dikuasakan kepada PLN, nantinya terjadi sengketa. Hal ini akan merugikan PLN dan menghambat Program Papua Terang,” jelas Ghufron. Dengan aliran listrik hingga ke pelosok Papua kata Ghufron, diharapkan dapat meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Karena, dengan kualitas SDM yang baik, masyarakat Papua akan memiliki kemampuan mengelola kekayaan alam yang dimiliki dan melaksanakan pembangunan yang berkualitas. Hingga, terwujudlah kesejahteraan bagi masyarakat Papua. Terakhir, KPK mengajak seluruh stakeholder di Provinsi Papua dan Papua Barat untuk bekerja sama meningkatkan skor Survei Penilaian Integritas (SPI). Dalam SPI tahun 2021, Papua mendapat skor 58,04 dan Papua Barat 66,74, di mana perolehan tersebut masih di bawah rata-rata indeks nasional sebesar 72,4 persen. “Ke depannya, nilai ini harus diperbaiki agar semakin banyak masyarakat yang peduli dengan pemberantasan korupsi di tanah Papua,” pungkas Ghufron.