KST Harus Ditangkap Karena Pelanggaran HAM Berat
Oleh : Ones Yikwa )*
Kelompok Separatis dan Teroris (KST) terus diburu oleh Satgas Damai Cartenz karena terus membuat kerusuhan di Papua. Anggota mereka juga masuk dalam DPO, karena beberapa kasus, seperti pembakaran sekolah, pemukiman warga dan pembunuhan masyarakat. Kasus-kasusnya juga makin parah, sehingga sudah masuk dalam pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Aksi brutal KST terus menimbulkan korban jiwa, baik dari rakyat sipil maupun aparat keamanan. Terbaru, KST menyerang aparat keamanan yang sedang berjaga pada senin (3/4) yang mengakibatkan satu orang personel TNI atas nama Pratu Hamdan gugur. Kejadian tersebut terjadi di di Distrik Yal, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan.
Sebelumnya KST menembaki Kodim Persiapan di Distrik Gome, Kabupaten Puncak, Selasa (28/3). Selain itu, KST juga terbukti membakar rumah guru. Tidak hanya itu, pada sabtu (25/3), KST juga melakukan penembakan terhadap aparat yang sedang menjaga masyarakat Papua yang sedang melakukan ibadah. Dalam peristiwa itu ada 2 korban jiwa yang merupakan anggota dari satuan tugas gabungan TNI-Polri.
Kapolda Papua Irjen Mathius D Fakhiri menyatakan bahwa 2 orang aparat yang menjadi korban jiwa pada penyerangan KST bernama Bripda Mesar Indey dan Serda Misawar. Sedangkan ada 1 korban yang terkena tembakan di bagian paha dan masih menjalani perawatan medis, yakni Brigpol M Arif Hidayat. Mereka terluka dan ada yang tak terselamatkan nyawanya setelah terjadi baku tembak.
Ketika aparat gabungan tersebut sedang melakukan pengamanan untuk kegiatan ibadah tarawih masyarakat, secara tiba-tiba mereka langsung mendapatkan tembakan. Menurut Kombes Benny, tembakan yang mengarah kepada aparat gabungan ini berasal dari arah depan dari salah satu kios di lokasi kejadian.
KST harus ditangkap karena kasus pelanggaran HAM berat. Pertama, mereka membunuh aparat, padahal aparat adalah sahabat rakyat. Kedua, mereka menyerang warga Papua yang sedang beribadah. Hal ini menandakan bahwa mereka melakukan pelanggaran hak asasi manusia untuk beribadah dengan tenang dan nyaman, sesuai dengan keyakinannya.
Sementara itu, Ketua Nahdlatul Ulama (NU) Papua, Toni Wanggai mengaku bahwa dirinya sangat prihatin atas kejadian penembakan KST kepada aparat keamanan gabungan tersebut. Tidak hanya sekedar prihatin, namun dirinya juga menyesalkan kejadian penyerangan itu lantaran terjadi di lingkungan rumah ibadah.
Toni melanjutkan, seharusnya rumah ibadah merupakan sebuah tempat yang bisa jauh dan terhindar dari segala bentuk aksi kekerasan. Jika terjadi aksi kekerasan, apalagi sebuah penembakan dan teror yang menyebabkan jatuhnya korban meninggal dunia, tentu hal tersebut mampu mengganggu ketenangan umat dalam beribadah. Bahkan dengan alasan apapun, sama sekali tidak dibenarkan apabila ada terjadi kekerasan namun dilakukan di lingkungan rumah ibadah.
Toni menambahkan, kedua prajurit yang menjadi korban, meninggal dalam keadaan syahid karena sedang menjaga umat muslim yang sedang beribadah dan menjalankan tugas menjaga kedaulatan NKRI. Ia menilai, apa yang dilakukan KKB tidak terkait dengan isu agama sehingga Toni meminta semua pihak bisa melihat ini sebagai sebuah kejadian kriminal.
Dengan tegas, Ketua NU Papua tersebut menerangkan bahwa sebenarnya memang KST Papua terus mengincar para aparat keamanan bahkan serangan bisa jadi dilakukan di mana saja, namun kejadian itu secara kebetulan terjadi di tempat ibadah, yang mana seharusnya orang sangat membutuhkan ketenangan. Serangan KST melanggar hak asasi manusia (HAM) dan melanggar kesepakatan internasional terkait hak untuk beribadah.
Sementara itu, politisi Muhammad Iqbal menyatakan bahwa KST sudah melakukan pelanggaran HAM berat. Apapun alasannya, pembunuhan tidak bisa dibenarkan. KST tidak bisa serta-merta membunuh anggota TNI, Polri, atau aparat lain karena bagai representasi pemerintah Indonesia. Jika mereka ingin merdeka tetapi malah membunuh aparat sembarangan.
Apalagi KST juga beberapa kali membunuh warga sipil, seperti saat ada kasus pembunuhan anak SMA bernama Ali Mom. Ia dituduh jadi mata-mata aparat, karena sering masuk ke tempat TNI. Padahal ia ke sana untuk bertanya-tanya, karena memiliki cita-cita jadi tentara. Tindakan ngawur ini harus ditindak, karena nyawa harus dibalas dengan nyawa.
KST juga tersandung pelanggaran HAM berat karena ketahuan melakukan penembakan terhadap seorang pekerja yang bernama Habel Helenti, di Kabupaten Puncak, Papua. Padahal ia sudah meminta ampun, tetapi masih saja dibunuh. Kekejaman ini tentu sudah termasuk kategori pelanggaran HAM berat, karena lawannya tidak membawa senjata untuk membela diri.
Selain pekerja bangunan, para guru juga ditembak oleh anggota KST. Sama seperti kasus sebelumnya, mereka dibunuh karena dicurigai sebagai mata-mata polisi, padahal bukan. Pelanggaran HAM ini termasuk parah, apalagi yang ditembak adalah guru yang jadi pelita untuk meningkatkan kecerdasan anak-anak Papua. Sehingga wajar jika warga asli di Bumi Cendrawasih sendiri juga antipati kepada KST.
KST harus ditangkap dengan segera karena kasus pelanggaran HAM berat. Mereka tega membunuh aparat yang sedang berjaga agar rakyat Papua aman saat beribadah. Mereka juga menghalangi warga di Bumi Cendrawasih untuk beribadah, sehingga pelanggaran HAM-nya masuk dalam kategori berat.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Makassar