KST Melakukan Pelanggaran HAM Berat, Harus Diberantas
Oleh : Saby Kosay)*
Kelompok Separatis Teroris (KST) Papua masih saja melancarkan aksi terornya. Kelompok tersebut tidak saja menargetkan aparat keamanan, namun juga warga sipil di Papua.
Gerombolan KST Papua kembali berulah. Kali ini, KST Papua membakar gedung sekolah SMKN 1 Oksibil dan menembaki pesawat yang hendak mendarat di Bandara Oksibil di Kabupaten Pegunungan Bintang pada Senin (9/1). Sebelumnya mereka juga menembaki mobil patroli polisi dan tukang ojek di Distrik Oksibil, Kampung Ipukdol, Pegunungan Bintang, Papua, pada Sabtu (7/1).
Sebelumnya, pada Desember 2022 KST menyerang enam warga sipil. Dalam kasus penyerangan tersebut, terdapat 4 orang meninggal dunia. Ada tiga warga yang tewas dibunuh di Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua Pegunungan. Sementara di Kabupaten Puncak, seorang warga yang dibunuh tersebut merupakan salah satu pegawai yang bekerja di Bank Papua.
Komnas HAM meminta agar Polisi dapat menangkap pelaku dan diproses hingga kasusnya diputuskan hakim. Komnas HAM pun mendorong agar pemerintah menegakkan hukum kepada pelaku pembunuhan.
Komisioner Komnas HAM Uli Parulian mengatakan, Pihak Kepolisian harus melakukan penangkapan kelompok bersenjata tersebut dan membawanya ke pengadilan untuk diadili sesuai aturan hukum. Pengadilanlah yang memutuskan untuk menghukum kelompok bersenjatan tersebut.
Sehingga pemerintah haruslah melakukan pendekatan penegakan hukum yang tegas terhadap kelompok bersenjata yang melakukan pembunuhan dan lain-lain terhadap masyarakat sipil di Papua.
Di sisi lain, Uli mengatakan Komnas HAM tetap mendorong terlaksananya dialog untuk mencegah kekerasan berkepanjangan.
Komnas HAM sejak berdiri sampai hari ini terus mendorong dialog damai di Papua, mendorong semua pihak untuk menghentikan kekerasan di Papua.
Pada Mei 2022 lalu, Teroris KST juga kembali menunjukkan kekejiannya setelah membunuh seorang sopir truk bernama Nober Palintin di Kabupaten Puncak, Papua. Korban terlebih dahulu diculik kemudian diberondong peluru hingga tewas.
Pembunuhan keji yang menimpa korban bermula saat dirinya bersama rekannya inisial AT menambang pasir di wilayah Distrik Gome, Kabupaten Puncak, Papua.
Wakasatgas Humas Operasi Damai Cartenz AKBP Arif Irawan mengatakan, korban sebelumnya diculik. Korban tiba-tiiba ditarik dari mobil truk dan saat itu dibawa pergi.
Nober dibawa cukup jauh oleh KST, yakni dari Distrik Gome menuju Distrik Ilaga. Tepat di Kali Wilipur Kampung Kimak, Distrik Ilaga, korban langsung ditembak mati.
Saat ditemukan, terdapat dua luka tembak pada jenazah korban. Kedua luka tembak tersebut ditemukan pada bagian punggung dan bahu korban.
Aksi KST tersebut membuktikan bahwa KST benar-benar melakukan pelanggaran HAM berat dan layak diberantas.
Penyematan label teroris untuk KST tentu saja bukan tanpa dasar. Karena pada UU Nomor 5 Tahun 2018 menyebutkan, bahwa teroris adalah siapapun orang yang merencanakan, menggerakkan dan mengorganisasikan terorisme.
Sedangkan terorisme memiliki pengertian, perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas yang dapat menimbulkan korban secara massal atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, terhadap lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik dan keamanan.
Eksistensi KST di Papua dengan semua aksi terornya selama ini pasti menimbulkan rasa takut yang tak berkesudahan bagi warga Papua. Tidak salah jika warga Papua meradang dan mengekspresikan kecemburuan mereka terhadap saudara-saudaranya sebangsa dan setanah air di wilayah lain yang boleh menikmati dinamika kehidupan normal tanpa rasa takut oleh serangan dadakan dari KST.
KST memang tidak henti-hentinya menyuarakan narasi untuk berpisah dari NKRI, kelompok tersebut juga menghalalkan segala cara seperti membuat kerusuhan, membakar fasilitas umum hingga melakukan penyerangan kepada aparat keamanan.
KST sendiri telah mencoreng nama Papua yang dikenal sebagai wilayah dengan pemandangan yang indah. Keindahan Papua tidak semestinya dirusak oleh keberadaan KST yang gemar menebar teror dengan senjata ataupun dengan provokasi.
Padahal pemerintah saat ini juga mulai membangun Papua, seperti pembangunan jalan dan jembatan, sehingga akses transportasi menjadi lebih mudah, dengan harapan dapat memotong harga distribusi barang.
Salah satu pembangunan infrastruktur yang manfaatnya bisa langsung dirasakan adalah pembangunan trans papua. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KPUPR) menyebutkan, panjang jalan trans Papua di Papua mencapai 2.902 km.
Perbaikan konektivitas juga memperbaiki kehidupan sosial, karena masyarakat bisa lebih sering saling mengunjungi. Pembangunan jalan mendorong penurunan biaya dan waktu tempuh. Hal tersebut tentu saja sangat menguntungkan bagi para petani dan pedagang untuk mendistribusikan hasil pertanian maupun dagangannya untuk dipasarkan.
Upaya pembangunan tersebut tentu saja tidak dapat berjalan dengan baik jika dari sisi keamanan masih mengkhawatirkan.
Jangan sampai pembangunan ini justru terhambat oleh aksi teror yang hanya menambah luka dan duka bagi warga Papua.
Pembangunan untuk Papua dilakukan demi terwujudnya Papua yang damai dan sejahtera. Segala bentuk aksi teror yang dilancarkan oleh KST terhadap warga sipil ataupun aparat TNI-Polri, wajib mendapatkan konsekuensi hukum, keberadaan KST harus diberantas karena merekalah yang telah melakukan pelanggaran HAM.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Yogyakarta