KUHP Baru Perwujudan Reformasi Sistem Hukum Pidana Nasional
Oleh : Doni Aditya )*
Dengan disahkannya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru, masyarakat patut mendukung KUHP yang merupakan produk murni buatan anak bangsa, dan menggantikan KUHP warisan kolonial Belanda. Dukungan dari masyarakat sangatlah penting demi mewujudkan iklim hukum yang baru di Indonesia agar tercipta ketertiban hukum yang adil dan modern.
Pengesahan KUHP baru ini merupakan momen bersejarah dalam penyelenggaraan hukum pidana di Indonesia. KUHP warisan kolonial Belanda yang dipakai lebih dari 70 tahun sudah tidak relevan dengan situasi masyarakat Indonesia khususnya pada masa sekarang ini. Atas dasar itulah, DPR RI dan pemerintah melakukan rekodifikasi atau perubahan UU KUHP.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro Prof. Dr. Pujiyono, SH. M.Hum. mengatakan, pada saat dulu KUHP dibuat memiliki misi tunggal yaitu dekolonisasi, tetapi kemudian berkembang menjadi demokratisasi, konsolidasi, adaptasi, dan harmonisasi. Pembaruan KUHP, pada hakikatnya bukan pembaharuan norma, tetapi pembaharuan sistem nilai, atau pembaruan ide dasar. Karena KUHP produk Belanda yang masih berlaku saat ini sebetulnya berdasarkan pada ide dasar individualis liberal yang bertentangan dengan konsep ide dasar kita yaitu monodualistik.
Lahirnya KUHP baru juga merupakan perwujudan reformasi sistem Hukum Pidana Nasional secara menyeluruh. Hal ini merupakan kesempatan untuk melahirkan sistem Hukum Pidana Nasional yang komprehensif berdasarkan nilai-nilai Pancasila, budaya bangsa, serta Hak Asasi Manusia yang sifatnya universal. Selain itu KUHP baru ini adalah sebuah mahakarya dalam hukum pidana yang seluruh norma hukumnya bersumber dari Pancasila sebagai ideologi dan pedoman hidup berbangsa Indonesia.
Sementara itu, akademisi Universitas Indonesia Dr. Surastini, SH., MH., menjelaskan KUHP baru telah melalui perjalanan yang panjang hingga sampai disahkan. Salah satunya terkait dengan pasal 256 KUHP terkait unjuk rasa yang mengakibatkan kerusuhan.Dalam hal ini bukan berarti menjadi dibatasi setiap orang yang inging mengungkapkan pendapatnya didepan umum, namun harus lebih dipahami lagi maknanya dimana terkait hal tersebut yang dilarang adalah tidak melakukan pemberitahuan kepada kepolisian untuk melakukan pawai, unjuk rasa atau demonstrasi dijalan umum atau tempat umum yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran dan huru hara (delik materiil).
Selain itu juga yang dapat dipidana adalah tidak melakukan pemberitahuan dan mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran dan huru hara yang artinya apabila tidak melakukan pemberitahuan tertapi terjadi kerusuhan dan apabila melakukan pemberitahuan tertapi terjadi kerusuhan amka tidak bisa dipidana dengan pasal 256 ini melainkan pasal lain yang sesuai tindak pidana lain yang dilakukan atau terjadi, misalnya merusalak fasilitas umum dan lain lain.
Sementara itu, Prof. Dr. Marcus Priyo Gunarto, S.H., M.Hum, Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM), bahwa setelah disahkannya KUHP baru, proses sosialisasi mutlak sangat diperlukan, agar maksud dan tujuan dibuatnya KUHP yang baru dapat tersalurkan dengan baik kepada elemen-elemen publik secara luas.
Dengan adanya sosialisasi tersebut masyarakat diharapkan mengetahui dan memahami isi dari KUHP yang baru dan agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahaminya. Sosialisasi norma serta pasal-pasal yang ada dalam KUHP merupakan tanggung jawab dari semua pihak, tidak terkecuali oleh kalangan akademisi yang berada di lingkungan kampus.
Dengan keseriusan pemerintah melakukan sosialisasi, serta dengan kesediaan semua pihak memahami kepentingan besar yang ingin dilindungi melalui KUHP saat ini, maka dukungan dari berbagai pihak sangatlah penting untuk mensukseskan proses sosialisasi ini.
Sosialisasi dapat dilakukan di kampus, LSM dan Ormas agar proses partisipasi publiknya lebih meluas, karena KUHP baru ini sebuah warisan kekayaan emas bangsa Indonesia di bidang hukum, sehingga pemahaman publik jadi lebih luas.
Sosialisasi di kalangan akademisi perlu dilakukan untuk memastikan kebenaran info terkait KUHP yang banyak beredar di media sosial. Karena banyak terjadi kesalahpahaman masyarakat memahami KUHP baru di media sosial.
Dalam KUHP baru tidak hanya memberikan ketegasan, namun juga keadilan hukum di Indonesia. Salah satunya adalah adanya alternatif sanksi bagi pelaku pelanggaran tindak pidana. Pidana penjara bisa diganti pidana denda, pidana denda bisa diganti dengan pengawasan atau kerja sosial.
Perubahan yang mendasar berada di buku satu karena ada perubahan paradigma tentang pidana. Pidana adalah alat untuk mencapai tujuan. Tujuan untuk melakukan perlindungan terhadap individual atau social walfare policy. Pidana juga bertujuan dengan perlindungan kepentingan umum atau atau social defence policy. Pada kenyataannya pidana itu adalah perlindungan terhadap perbuatan jahat.
Selain itu juga, menurut Prof Marcus, KUHP baru mengubah paradigma menjadi Korektif dan restoratif serta rehabilitatif. KUHP lama sebagian besar menekankan pada jenis pidana perampasan kemerdekaan sedangkan dalam konteks KUHP Nasional atau KUHP baru diberi kemungkinan apabila hakim menjatuhkan pidana kurang dari 5 atau 3 tahun, dia bisa memilih yang non kostudial atau pidana denda, pidana kerja sosial atau pidana pengawasan.
Dengan sejumlah pendapat darai para pakar hukum Indonesia, sebagai warga negara Indonesia sudah sepantasnya kita mendukung KUHP baru yang merupakan karya anak bangsa dibidang hukum, dan menggantikan KUHP yang lama yang sudah tidak relevan lagi untuk diterapkan di Indonesia sekarang ini. Selain itu sebagai warga negara Indonesia turut mensosialisasikan KUHP baru ini melalui media yang ada.
Dengan adanya sosialisasi yang dilakukan, diharapkan dapat meningkatkan pemahaman masyarakat akan pentingnya penyesuaian terhadap KUHP yang baru, karena lebih sesuai dengan dinamika masyarakat yang ada saat ini serta mendorong partisipasi publik untuk mendukung KUHP yang baru. Oleh itu, diperlukan dukungan dari semua komponen bangsa untuk melahirkan dan membawa hukum pidana Indonesia menuju hukum pidana yang modern dan mencerminkan nilai asli Indonesia.
)* Penulis merupakan pengamat hukum Indonesia