KUHP Nasional Menjunjung Semangat Demokrasi
Oleh : Clara Diah Wulandari )*
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) nasional tetap menjunjung semangat demokrasi di Indonesia dan sudah ada jaminan dari banyak pihak. Masyarakat diimbau untuk tidak khawatir, karena KUHP nasional telah mengakomodir banyak kepentingan masyarakat.
Beberapa Pasal dalam KUHP versi baru dianggap kontroversial sebab diprediksi akan mengancam demokrasi, karena ada larangan menghina presiden dan wakil presiden. Ada juga larangan untuk menghina DPR RI dan lembaga-lembaga negara. Padahal prediksi ini salah karena pemerintah menjunjung tinggi demokrasi dan yang dilarang adalah hinaan, bukan kritikan.
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Prof. Edward Omar Sharif menyatakan bahwa tidak benar bila dikatakan bahwa KUHP ini bertentangan dengan demokrasi. Tidak benar kalau dikatakan bahwa KUHP baru ini mengekang kebebasan berpendapat, kebebasan berekspresi dan lain sebagainya. Dengan catatan selama dalam kaidah yang benar dan sesuai ketentuan.
Prof. Edward melanjutkan, apa yang telah dirumuskan oleh para pembentuk dan perumus KUHP ini merujuk pada berbagai putusan MK yang telah diuji materiil, baik terhadap pasal-pasal yang menyangkut penyerangan harkat martabat Presiden dan atau Wakil Presiden, juga pasal-pasal penyebar kebencian.
Jadi, apa yang dirumuskan di dalam KUHP ini sudah disesuaikan dengan isi putusan Mahkamah Konstitusi. Tidak benar jika KUHP baru ini akan mengekang kebebasan, berekspresi, berpendapat, demokrasi dan lain sebagainya
Dalam artian, pasal-pasal di KUHP jangan dianggap melarang demokrasi dan kebebasan pers. Kenyataannya tidak ada yang dilarang, hanya saja diatur agar lebih baik lagi dan sesuai dengan norma-norma di Indonesia.
Yang dilarang dalam KUHP adalah menghina presiden (misalnya berita yang menggiring opini negatif publik padahal itu salah), atau berita yang menampilkan meme Presiden dengan konten yang tidak sopan. Demokrasi tetap ditegakkan di Indonesia. Pers tetap merdeka dalam menyampaikan kritik, asal membangun.
Dalam negara demokrasi, kritikan terhadap pemerintah memang diperbolehkan. Namun lama-lama pemberitaan terhadap pemerintah berubah drastis, dari kritik yang membangun menjadi kritik yang menghancurkan dan berujung hinaan. Hinaan inilah yang dilarang, dan selain melanggar hukum negara juga melanggar norma masyarakat dan hukum agama.
Namun sayang sekali kritik yang ada di media massa dan elektronik rata-rata malah menghujat. Padahal zaman telah berbeda jauh dan keadaan Indonesia jauh lebih baik di masa pemerintahan Presiden Jokowi. Jangan semua wartawan mengkritik keras dan menyamakan pemerintah yang sekarang dengan di era Orde Baru yang serba kaku.
Oleh karena itu pemerintah mengesahkan KUHP agar menegakkan demokrasi dan mengatur masyarakat agar menjaga mulutnya, baik di dunia nyata maupun dunia maya. Indonesia adalah Negara demokrasi, bukan liberal yang terlalu bebas dalam memberikan serangan atau menyebarkan hoaks tentang presiden dan pemerintah. KUHP penting untuk mengembalikan Indonesia ke Negara demokrasi yang sesungguhnya.
Sementara itu, Dini Purwono, Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, menyatakan bahwa tidak ada yang berubah mengenai demokrasi dan kebebasan pers di Indonesia meski ada KUHP baru. Mekanisme mengenai sengketa pers tetap melalui Dewan Pers. Jika ada keberatan maka prosesnya melalui Dewan Pers. Para jurnalis tidak perlu takut akan dikriminalisasi gara-gara pengesahan KUHP.
Ketakutan akan kehilangan demokrasi dan kebebasan pers muncul karena ada pasal larangan penyebaran berita bohong. Para jurnalis takut jika berita yang disiarkan ternyata bohong, lalu akan kena pidana. Memang dalam Pasal 262 KUHP terdapat larangan menyebarluaskan berita palsu atau hoaks.
Pasal 262 KUHP ayat 1 berisi: Setiap orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal diketahuinya bahwa berita atau pemberitahuan tersebut bohong yang mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
Namun para wartawan tidak usah khawatir karena belum tentu berita yang ternyata ketahuan palsu, akan langsung dipidana. Yang dimaksud dengan berita bohong adalah hoaks.Hal tersebut dipertegas secara langsung dalam KUHP nasional.
Dalam Pasal 262 KUHP yang dimaksud berita bohong adalah hoaks seperti berita-berita yang tersebar di media online abal-abal, atau koran kuning. Berita tidak bermutu seperti ini yang dilarang peredarannya, karena akan menimbulkan kesalahpahaman masyarakat. Pasal ini tidak mengambil kebebasan pers karena justru akan membendung hoaks di masyarakat.
KUHP tidak anti demokrasi karena yang dilarang adalah penghinaan, bukan kritikan. Lagipula pasal penghinaan kepala Negara adalah delik aduan di mana presiden yang berhak melakukannya. KUHP juga tidak melanggar kebebasan pers, malah membuat pemberitaan-pemberitaan makin jernih dan tidak hanya menjual click bait semata dan menjerumuskan masyarakat.
)* Penulis adalah kontributor Ruang Baca Nusantara