Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia Tebar Kedamaian
Oleh: Theresia Oktavian )*
Paus Fransiskus tokoh agama tertinggi Katolik mengunjungi Indonesia pada 3 – 6 September 2024. Dalam agenda kunjungannya, selain melakukan pertemuan dengan kepala negara dan kepala pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Paus Fransiskus juga melakukan pertemuan dengan sejumlah tokoh, pemuka agama Katolik dan pemuda di gereja Katedral Jakarta sejumlah isu yang dibahas diantaranya terkait isu perdamaian.
Setibanya di Istana Negara pada Rabu (4/9/2024), Paus Fransiskus disambut langsung oleh Presiden Jokowi dengan upacara kenegaraan. Presiden Jokowi yang berada di pintu masuk Istana Merdeka langsung menyambut kedatangan Paus Fransiskus. Jokowi terlihat menyapa dan menyalami Paus sambil tersenyum. Selama upacara kenegaraan berlangsung, Paus Fransiskus tampak berdiri tegak di sisi Presiden Jokowi. Seusai acara, Presiden Jokowi memperkenalkan satu per satu menteri yang ikut hadir menyambut kedatangan Paus Fransiskus.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengatakan, Paus Fransiskus adalah tamu negara, sebagai tamu negara akan berupaya mendampingi Paus Fransiskus saat berkegiatan di Masjid Istiqlal dan Misa Akbar di Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta, pada 5 September.
Dalam kesempatan itu, Jokowi juga menyampaikan bahwa ia dan Paus Fransiskus membahas soal isu perdamaian hingga situasi di Gaza saat bertemu Paus Fransiskus di Istana Merdeka. Menurut Presiden, isu perdamaian sangat penting untuk dibicarakan dengan Paus Fransiskus.
Presiden juga menyampaikan bahwa hal yang berkaitan dengan keutamaan umat dalam perdamaian kiranya sangat penting untuk dibicarakan dengan Paus Fransiskus sebagai tokoh umat, agar terjadi perdamaian di seluruh wilayah yang saat ini sedang konflik akibat perang.
Kunjungan Paus Fransiskus ini tidak hanya sekadar lawatan religius, tetapi juga membawa misi penting terkait isu-isu global. Presiden Jokowi menegaskan bahwa perdamaian menjadi topik utama dalam pembicaraannya dengan Paus Fransiskus, terutama terkait konflik yang saat ini masih berlangsung di berbagai belahan dunia.
Perang di Gaza merupakan ancaman yang nyata bagi seluruh umat di atas bumi. Maka hal penting adalah seluruh tokoh bisa mengelobarasikan niat dan gagasan untuk membangun langkah-langkah yang konkrit dalam mewujudkan perdamaian dunia. Paus sebagai simbol perdamaian dunia, sedangkan Jokowi sebagai Kepala Negara kiranya bisa memberikan ide-ide yang konstruktif dalam membangun perdamaiannya dunia.
Kehadiran Paus Fransiskus di seluruh wilayah yang dikunjungi tentu akan memberikan dampak positif bagi negara tersebut, termasuk Indonesia sebagai negara tujuan pertama Paus dalam lawatannya ke sejumlah negara Asia.
Selain perang Gaza yang menjadi perhatian, dalam pertemuan tersebut, kedua tokoh Jokowi dan Paus Fransiskus juga memberikan perhatian khusus terhadap tragedi perang diseluruh belahan dunia. Termasuk perang Rusia-Ukraina juga menjadi salah satu bahasan yang patut disimak.
Pertemuan dua tokoh agama dan tokoh negara diharapkan memberikan konsensus konkrit dalam merumuskan dan menghentikan perang yang saat ini terjadi baik di Gaza maupun perang Rusia-Ukraina telah menimbulkan tragedi kemanusiaan yang sangat hebat.
Semakin lama perang berlangsung, akan semakin memperparah terhadap tragedi kemanusiaan yang terjadi di seluruh belahan dunia. Arus sirkulasi distribusi kebutuhan pokok pangan maupun lainnya tersandera oleh perang yang terus berlangsung.
Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Antonius Subianto Bunjamin, mengatakan bahwa kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia untuk membawa misi kemanusiaan dan misi persaudaraan. Antonius mengatakan bahwa Indonesia sebenarnya siap menyambut Fransiskus pada 2020. Namun, karena pandemi Covid-19, rencana pada 2020 itu batal. Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia diharapkan bisa menjadikan Indonesia dan seluruh masyarakat Indonesia menjadi agen-agen perdamaian dan agen kemanusiaan.
Sementara itu, Uskup Agung Jakarta, Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo mengatakan bahwa Vatikan memiliki keinginan untuk belajar lebih banyak mengenai Islam di Indonesia. Lebih lanjut Uskup Agung mengatakan bahwa para pemimpin Islam di Indonesia banyak diundang dan menjadi pembicara dalam acara-acara yang digelar oleh Vatikan.
Kunjungan Paus Fransiskus ini memang sedikit berbeda dengan kunjungan Santo Paus Yohanes Paulus II ke Indonesia 35 tahun silam. Dalam kunjungan pontifikal selama lima hari di Indonesia pada tahun 1989, Santo Paus Yohanes Paulus II menyambangi lima kota: Jakarta, Yogyakarta, Medan, Maumere, dan Dili.
Juru Bicara KWI yang bertindak mewakili Panitia Kunjungan Paus Fransiskus, Romo Thomas Ulun Ismoyo, Pr, mengatakan gegap gempita umat menyambut kedatangan Paus Fransiskus pun disadari betul oleh KWI. Sangat mengharukan kunjungan kali ini dan merasa bersyukur karena animo umat Katolik Indonesia begitu besar menyambut kedatangan Paus. Romo Ulun mengaku KWI tidak menyediakan cenderamata resmi sehubungan dengan agenda visitasi Paus ke Indonesia.
Misi perdamaian yang dibawa Paus Fransiskus ke Indonesia bisa menjadi titik tolak masyarakat dalam memberikan rasa kasih kepada sesama umat untuk terus menyuarakan perdamaian antar umat beragama.
Indonesia sebagai negara yang multikultur bisa menjadi sample dunia dalam merawat kehidupan antar umat beragama yang selama sudah terjalin dengan sangat baik. Hal ini tentu tidak lepas dari para pendiri bangsa memberikan tauladan yang sangat berharga bagaimana merawat kebhinnekaan yang sudah ada sejak Indonesia lahir.
Peran tokoh agama, tokoh masyarakat dan dukung para petinggi negara serta pemangku kebijakan tetap menjadi peran sentral dalam menjadikan Indonesia yang berbineka ini tetap untuh damai dan sejahtera. Kedatangan Paus tentu menjadi energi positif dalam merawat perdamaian dan toleransi.
Kunjungan Paus Fransiskus ini juga merupakan momentum yang sangat bersejarah bagi Indonesia, sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, yang juga dikenal dengan keragaman agama dan toleransi antarumat beragama. Kehadiran Paus Fransiskus di Indonesia juga diharapkan dapat memperkuat pesan perdamaian dan kerukunan di tengah perbedaan, serta memberikan dampak positif bagi hubungan antaragama di Tanah Air.
)* Penulis adalah Pemerhati Isu Internasional