Label Teroris Pantas Untuk KKB Papua
Oleh : Abner Wanggai )*
Kelompok separatis Papua telah resmi dikategorikan sebagai gerakan teror. Masyarakat mendukung keputusan tersebut karena faktanya kelompok tersebut tidak saja tega membunuh TNI/Polri, namun juga rakyat tidak berdosa.
Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua, telah ditetapkan sebagai kelompok teroris oleh pemerintah. Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana menilai bahwa sikap pemerintah disebut sudah tepat berdasarkan UU terorisme.
Hikmahanto juga menilai, tindak kekerasan hingga upaya menghilangkan nyawa seseorang yang dilakukan oleh KKB di Papua sudah tergolong tindakan terorisme.
Ia menyebut, setidaknya terdapat 3 kategori tindak kekerasan yang dilakukan KKB di Papua. Pertama yaitu penggunaan kekerasan dalam bentuk KKB. Namun kekerasan yang digunakan pihak ini tidak bertujuan untuk memisahkan diri dari NKRI atau mengusung ideologi separatisme.
Kedua yakni kategori penggunaan kekerasan untuk tujuan memisahkan diri dari NKRI. Tindakan seperti Ini tentu saja termasuk dalam separatisme bersenjata. Di mana KKB merupakan pihak-pihak yang menggunakan kekerasan dengan tujuan untuk memisahkan diri dari NKRI.
Hikmahanto menyatakan, bahwa target kelompok separatis bersenjata tersebut adalah instalasi militer atau pemerintahan, bukan penduduk sipil.
Terakhir, adanya penggunaan kekerasan yang bertujuan untuk menimbulkan suasana teror. Dalam pasal 6 UU Terorisme menyebutkan, bahwa setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut.
Dirinya juga mengatakan, dengan adanya label teroris tersebut, TNI bisa lebih berperan sesuai UU Terorisme. Ia juga meminta TNI-Polri bertinak tegas sesuai hukum agar KKB tak lagi menciptakan teror.
Hikmahanto juga meyakini bahwa keputusan pemerintah melabeli KKB sebagai teroris dapat dipahami oleh masyarakat internasional. Sebab label tersebut hanya disematkan kepada KKB, bukan rakyat Papua secara umum.
Sementara itu, Kapolda Papua Irjen Pol Mathius D. Fakhiri mengungkap fakta serangan yang dilakukan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) ke sekolah hingga puskesmas di Ilaga, Kabupaten Puncak. Aksi teror itu dilakukan KKB sejak Minggu 2 Mei hingga 3 Mei 2021.
Mathius mengatakan, KKB menyerang sekolah dan puskesmas karena menduga markas TNI-Polri berada di sana.
Dirinya juga mengajak kepada masyarakat untuk melawan aksi KKB. Pasalnya, KKB melibatkan simpatisan dalam penyerangan dan pengerusakan fasilitas publik.
Sebagaimana diketahui, KKB kembali melakukan aksinya dengan membakar gedung SD, puskesmas dan rumah dinas guru di Distrik Ilaga, Kabupaten Puncak.
Kelompok tersebut ternyata juga kembali menyebarkan teror ke masyarakat di Papua. Bahkan mereka juga secara terang-terangan mengincar kelompok suku Jawa di Papua.
Terkait hal itu, Karopenmas Div Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono mengatakan, TNI-Polri berkewajiban memastikan keamanan masyarakat Papua dari ancaman kelompok teroris.
Rusdi menuturkan, TNI-Polri di Papua selalu berusaha menciptakan keamanan dan kedamaian. Pihaknya juga sudah mengantisipasi segala bentuk ancaman.
Sementara itu, pemberian label teroris terhadap KKB tentu saja bukanlah hal yang berlebihan, mengingat bahwa gerakan mereka didukung oleh persenjataan yang dapat mereka gunakan untuk kepentingan mereka.
Direktur Penegakkan hukum Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigadir Jenderal Eddy Hartono mengungkapkan, bahwa label teroris untuk kelompok bersenjata di Papua diberikan untuk mempersempit ruang gerak dan pendanaan.
Menurut Eddy, hal tersebut telah diatur dalam UU Nomor 5 tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Melalui Undang-Undang tersebut, pemerintah tentu dapat mengambil langkah strategis untuk mencegah aksi teror.
Sehingga, peluang-peluang yang selama ini tidak tersentuh yang dilakukan KKB in diharapkan dengan kerangka UU Nomor 5/2018, itu mempersempit gerakan.
Dia menuturkan, bahwa selama ini upaya pemerintah untuk mencegah aksi KKB di Papua terbatas. Pemerintah hanya bisa mengatasi aksi-aksi KKB lewat peradilan tindak pidana khusus.
Menurutnya, UU Nomor 5/2018 akan memberi hak bagi pemerintah dalam mencegah aksi kekerasan yang dilakukan oleh KKB. Pencegahan aksi teror seperti diatur dalam UU Nomor 5/2018 yang dibagi menjadi tiga, yakni kesiapsiagaan nasional, kontra-radikalisasi dan deradikalisasi.
Melalui 3 kewenangan itu, pemerintah tentu saja dapat memblokir akses pendanaan terhadap sebuah kelompok teror. Eddy meyakini, organisasi Papua Merdeka selama ini mendapat pendanaan untuk melaksanakan kegiatan.
Jika status KKB telah menjadi organisasi teroris, tentu saja apa yang dilakukan oleh KKB dan segala nama organisasi yang berfiliasi dengan organisasi tersebut, adalah tindakan teroris.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Yogyakarta