Polemik Politik

Langkah Tegas Bubarkan Ormas Anti Pancasila

Oleh : Ahmad Zarkasi S. Ag )*

Hari Senin,  8 Mei 2017, menjadi hari yang membuat ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sedih, marah dan kecewa dengan pemerintah. Hal ini karena pemerintah melalui Kemenko Polhukam memutuskan untuk membubarkan organisasi kemasyarakatan (ormas) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan nantinya akan melegalkannya dengan mengajukan ke pengadilan. Keputusan pembubaran ormas HTI menjadi pro dan kontra dikalangan masyarakat.

Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengimbau pemerintah berhati-hati dalam menangani HTI. Pemerintah tidak begitu saja dapat membubarkan ormas berbadan hukum dan berlingkup nasional, kecuali lebih dahulu secara persuasif memberikan surat peringatan selama tiga kali. Jika langkah persuasif tidak diindahkan, barulah pemerintah dapat mengajukan permohonan untuk membubarkan ormas tersebut ke pengadilan.

Dari kalangan  tokoh agama yang mendukung pembubaran HTI adalah Ketua Bidang Budaya, Media, dan Kerukunan Beragama PBNU, Imam Aziz yang mengatakan PBNU mendukung sikap pemerintah, dalam membubarkan ormas HTI karena mereka menyebarkan ide yang bertentangan dengan sendi negara Indonesia.   Bahkan,  pemerintah terlambat membubarkan HTI sekarang. Sebab sudah lama desakan masyarakat dan PBNU untuk membubarkan HTI. Dalam negara demokratis seperti Indonesia, kebebasan berserikat memang diatur. Namun, HTI adalah sebuah gerakan yang selama ini ingin mengubah dasar negara yaitu Pancasila, UUD 1945  dan Bhinneka Tunggal Ika.

Hal senada dikatakan Sekjen PP GP Ansor Adung Abdurrahman yanag mengatakan  Ansor mendukung penuh pembubaran HTI yang  telah menyebarkan perpecahan di antara umat beragama di negeri ini dengan ide mereka. Mereka sudah meresahkan dan menimbulkan perpecahan.  Ansor siap mengawal pemerintah dalam membubarkan HTI.   Pernyataan yang sama dikatakan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir yang meminta keputusan pemerintah terhadap pembubaran HTI harus konstitusional berdasarkan prinsip hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Jika terdapat suatu perbedaan, maka harus menempuh jalan peradilan. Muhammadiyah secara kelembagaan sangat tegas dan jelas posisi ideologisnya bahwa Negara Pancasila itu Darul Ahdi wa Syahadah. Yaitu negara hasil konsensus seluruh kekuatan bangsa dan harus diisi agar sejalan dengan jiwa, pikiran, dan cita-cita pendiri bangsa.  Oleh sebab itu,  setiap warga, organisasi dan komponen bangsa harus setuju dan menerima Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, setia pada NKRI, serta menjunjung tinggi kebhinekaan. Tidak boleh ada yang bertentangan dengan prinsip dan keberadaan NKRI yang didirikan tahun 1945 itu.

Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai, mengatakan banyak elite politik di Indonesia yang memanfaatkan kelompok radikal untuk memperoleh suara. Kelompok radikal yang ditunggangi oleh kepentingan politik merupakan ancaman nyata dari penyebaran paham radikalisme di tanah air. Hal ini  akibat kurangnya kesadaran dari para elite politik bahwa kelompok radikal juga memiliki misi tersendiri yang perlu diwaspadai.

Sementara pandangan  dari Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma’ruf Amin,  HTI saat ini dipermasalahkan lantaran komitmen kebangsaannya dipertanyakan. Apalagi, belum lama ini HTI sempat akan membuat kegiatan yang bertema khilafah Internasional.                       Khilafah merupakan sistem pemerintahan yang berbeda dengan pemerintahan di Indonesia, sehingga HTI pun menjadi kontroversi dan dianggap tidak mempunyai komitmen kebangsaan dan kenegaraan.  Kendati demikian, pemerintah tidak bisa membubarkan HTI begitu saja, tapi harus ditempuh melalui jalur hukum. Pasalnya, negara Indonesia merupakan negara hukum. Dalam persidangan nantinya pemerintah harus dapat membuktikan bahwa HTI memang merupakan ancaman bagi NKRI dan tidak sesuai dengan Ideologi Pancasila.

Pernyataan  pro dan kontra pembubaran ormas HTI bagian dari dinamika kehidupan berkebangsaan. Elemen masyarakat yang pro, ormas HTI di bubarkan menilai walaupun terlambat, langkah pemerintah mengajukan HTI di bubarkan dan diajukan ke proses hukum telah melalui kajian komprehensif yang mendalam dan melibatkan proses yang matang. Sementara yang kontra dibubarkannya HTI mengatakan   agar pemerintah cermat dan berhati-hati dalam rencana membubarkan HTI itu, bisa jadi justru akan memicu masalah baru.

Pro dan kontra  dari pernyataan diatas terletak pada mekanisme pembubaran ormas HTI saja, yaitu pembubarannya diserahkan kepada proses hukum agar mempunyai kekuatan hukum tetap. Pada dasarnya mereka setuju HTI di bubarkan asalkan sudah sesuai dengan mekanisme yang berlaku dan pengadilan nantinya dapat membuktikan bahwa ormas HTI adalah ormas yang ingin mengganti ideologi negara dengan khilafah. Apabila HTI dibiarkan berkembang atau  Ormas Islam yang tidak jelas komitmennya pada negara dan bangsa dibiarkan hidup dan menjadi besar, maka akan menyebabkan perpecahan di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Karena mereka berfikir tidak ada demokrasi yang ada khilafah, sementara seperti kita ketahui masyarakat kita adalah masyarakat yang plural dan majemuk, bukan hanya terdiri dari satu suku, agama saja namun beraneka ragam.

Dengan adanya pembubaran ormas HTI oleh pemerintah yang nantinya akan diserahkan kepada proses hokum, maka  Pemerintah dalam hal ini Kemenkumham harus melakukan persiapan didalam menghadapi sidang untuk  menyiapkan alat bukti yang kuat, agar dapat memenangkan  di pengadilan. Kepolisian  dan aparat keamanan lainnya harus dapat mengantisipasi adanya  kelompok kelompok yang ingin memancing agar wacana pembubaran yang dilakukan pemerintah  menimbulkan “kegaduhan”  baru di kalangan umat Islam   sehingga akhirnya dapat mengganggu kamtibmas.

Pembubaran HTI yang dilakukan pemerintah pastinya sudah melalui kajian komprehensif dan mendalam melibatkan pakar dan berbagai unsur masyarakat yang berkompeten. HTI bertindak di luar koridor hukum dan ketatanegaraan Indonesia. Selalu mempropagandakan mengganti sistem pemerintahan yang berdasar Pancasila. Mengganggu ketertiban umum dan kenegaraan. Diberbagai negara juga melarang adanya Hizbut Tahrir. Di berbagai wilayah di Indonesia ada aksi untuk membubarkan rencana pawai HTI, karena sistem khilafah tidak sesuai dengan demokrasi Pancasila, sehingga  jika dibiarkan terjadi negara dalam negara.

Pemerintah juga akan bertindak sama terhadap ormas anti Pancasila lainnya, bukan standar ganda. Dalam demokrasi ada kebebasan, kesetaraan dan aturan. HTI telah melanggar aturan itu sehingga layak untuk dibubarkan.  Ormas yang berdiri di negara kita harus punya komitmen kebangsaan dan kenegaraan. Ini adalah momentum awal pergerakan kebangkitan ideologi bangsa, dengan demikian kita harapkan di Indonesia tidak ada lagi kelompok ormas yang ingin mengganti ideologi negara dengan ideologi lainnya atau tidak ada lagi ormas yang tindakannya tidak mencerminkan nilai nilai dari Pancasila karena dapat  meresahkan masyarakat.

 

)* Penulis adalah  Pemerhati social dan politik.

 

 

Show More

Related Articles

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih