Larangan Mudik Antisipasi Peningkatan Kasus Baru Covid-19
Oleh : Aditya Akbar )*
Tahun ini, para perantau harus menahan kerinduan bersama keluarga karena pemerintah telah resmi melarang aktifitas mudik selama periode libur hari raya Idul Fitri tahun ini demi menekan penyebaran Covid-19.
Pemerintah resmi melarang mudik Lebaran2021 selama periode 6-17 Mei 2021. Perjalanan yang dilarang adalah perjalanan lintas kota/kabupaten/provinsi/negara di dalam rentang waktu yang telah ditentukan.
Aturan tersebtu tertuang dalam surat edaran Nomor 13 tahun 2021 tentang peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran Covid-19.
Aturan ini tentu saja terdapat pengecualian, terutama bagi distributor logistik dan pelaku perjalanan dengan keperluan mendesak untuk kepentingan nonmudik, seperti perjalanan dinas, kunjungan keluarga sakit, kunjungan duka anggota keluarga meninggal, pendampingan ibu hamil dan kepentingan persalinan.
Namun, untuk dapat melakukan perjalanan, mereka wajib membawa print out surat izin perjalanan tertulis atau surat izin keluar/masuk (SIKM). SIKM sendiri adalah persyaratan bagi orang yang tinggal di luar Jabodetabek untuk keluar/masuk wilayah DKI Jakarta.
Bagi pegawai instansi seperti ASN, pegawai BUMN, BUMD, TNI dan Polri, wajib melampirkan surat izin tertulis dari pejabat setingkat eselon II yang dilengkapi tandatangan basah/tandatangan elektronik pejabat serta identitas diri calon pelaku perjalanan.
Bagi pegawai swasta, wajib melampirkan surat izin tertulis dari pimpinan perusahaan yang dilengkapi tandatangan basah/tandatangan elektronik pimpinan perusahaan serta identitas diri calon pelaku perjalanan.
Bagi pekerja sektor informal, wajib melampirkan surat izin tertulis dari Kepala Desa/Lurah yang dilengkapi tandatangan basah/tandatangan elektronik Kepala Desa/Lurah serta identitas diri calon pelaku perjalanan.
Bagi masyarakat umum nonpekerja, melampirkan surat izin tertulis dari Kepala Desa/Lurag dilengkapi tandatangan basah/tandatangan elektronik Kepala Desa/Lurah serta identitas diri calon pelaku perjalanan.
Surat izin tersebut berlaku secara individual untuk satu kali perjalanan pulang pergi lintas kota, kabupaten, provinsi dan negara. surat tersebut wajib bagi pelaku perjalanan usia 17 tahun ke atas.
Skrining dokumen surat izin tersebut, beserta surat keterangan negatif Covid-19, dilakukan di pintu kedatangan atau pos kontrol yang berada di rest area, perbatasan kota besar dan titik penyekatan daerah aglomerasi.
Aglomerasi sendiri merupakan satu kesatuan wilayah yang terdiri dari beberapa pusat kota atau kabupaten yang saling terhubung.
Khusus untuk moda transportasi darat. Dirjen perhubungan darat kementerian perhubungan (Kemenhub) Budi Setiyadi mengatakan, kendaraan yang dilarang melakukan perjalanan pada tanggal 6 sampai 17 Mei adalah kendaraan bermotor umum dengan jenis mobil bus dan penumpang, serta kendaraan bermotor perseorangan dengan jenis mobil penumpang, mobil bus dan sepeda motor serta kapal angkutan sungai, danau dan penyeberangan.
Budi menyatakan, pihaknya akan memberikan sanksi kepada masyarakat yang masih melanggar aturan ini.
Dirinya berujar, sanksi yang akan ditegakkan bersama kepolisian seperti tahun lalu, pertama bagi masyarakat yang menggunakan kenaraan dan kemudian terbukti tidak memenuhi persyaratan untuk melakukan perjalanan, itu akan diputar balik.
Sementara itu, khusus untuk kendaraan travel atau angkutan perseorangan yang digunakan untuk mengangkut penumpang, maka pihak kepolisian akan melakukan tindakan tegas baik berupa tilang dan juga tindakan lain yang sesuai dengan undang-undang yang ada.
Sementara itu, pengecualian kendaraan untuk penyeberangan yang masih boleh digunakan untuk diangkut oleh kapal penyeberangan adalah kendaraan pengangkut logistik atau barang kebutuhan pokok, kendaraan pengangkut obat-obatan dan alat kesehatan, juga termasuk kendaraan pengangkut petugas operasional dan juga petugas penanganan covid-19, pemadam kebakaran, ambulance dan mobil jenazah.
Menhub Budi Karya Sumadi juga mengungkapkan, sejumlah alasan pemerintah memutuskan untuk kembali melarang mudik lebaran pada tahun ini. Hal tersebut berkaca pada pengalaman tahun lalu.
Dirinya menjelaskan, pemerintah melihat fenomena yang terjadi saat periode libur Natal dan Tahun Baru. Saat itu tidak ada larangan mudik. Pada akhirnya, usai masa libur Natal dan Tahun Baru, kasus Covid-19 pun melonjak drastis.
Alasan lainnya, berdasarkan catatan dari Kementerian Kesehatan, Covid-19 sangat berisiko bagi lansia, sebab bisa mengakibatkan gejala serius. Sehingga bila mudik diperbolehkan maka berpotensi meningkatkan penularan pada lansia.
Keputusan ini tentu saja menjadi sebuah dilema, karena kultur berkumpul bersama keluarga saat lebaran sudah menjadi tradisi yang sulit untuk dihilangkan. Namun bagaimanapun juga, kebijakan ini diambil demi menekan potensi peningkatan kasus Covid-19 di Indonesia.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute