Lawan Hoaks dan Konten Provokatif Seputar Penanganan Covid-19
Oleh : Made Raditya )*
Di saat pemerintah berjuang menangani pandemi covid-19 dan efek negatifnya dari segi kesehatan dan ekonomi, masyarakat juga diminta untuk membantu penanganan corona. Caranya dengan tidak mempercayai hoaks tentang corona dan penanganannya yang berseliweran di media sosial. Jangan menyebarkannya, karena akan menghalangi kinerja dari tim satgas covid-19.
Kita masih berjuang melawan agar tidak terkena corona dan menuruti anjuran pemerintah untuk menaati protokol kesehatan. Pemerintah sejak awal pandemi sudah mencanangkan program 3M yakni mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak. Saat ini bahkan ditambah 2 poinnya menjadi 5M yakni mengurangi mobilitas dan menghindari kerumunan.
Semua yang dilakukan oleh pemerintah adalah upaya untuk mencegah penularan corona. Namun langkah-langkah ini akan percuma jika tidak didukung oleh kesadaran masyarakat. Sudah malas pakai masker dan menaati protokol kesehatan lain, masih termakan hoaks dan konten provokatif tentang corona. Akibatnya jumlah pasien covid makin bertambah dan akan berbahaya karena pandemi akan semakin lama durasinya.
Dalam setahun pandemi covid-19 ada berbagai hoaks mengenai corona. Pertama, berita palsu mengenai virus corona, yang katanya berukuran besar dan bisa menembus masker, sehingga percuma mengenakannya. Hoaks ini sangat berbahaya karena akan membuat orang percaya dan akhirnya malas pakai masker. Padahal tidak memakai masker justru membuat seseorang bisa kena corona.
Hoaks kedua adalah mengenai kehalalan vaksin covid-19, karena mengandung sel monyet hijau afrika dan gelatin babi. Hal ini juga berbahaya karena akan membuat masyarakat takut untuk disuntik vaksin, karena mengiranya haram. Padahal MUI sudah mengeluarkan fatwa bahwa vaksin Sinovac halal, karena pada proses pembuatannya tidak mengandung gelatin babi atau sel monyet.
Sementara ada lagi konten provokatif mengenai penanganan pandemi covid-19 yakni tiap pasien yang masuk Rumah Sakit akan dicovidkan. Provokasi seperti ini sangat ngawur, karena seolah-olah semua orang yang sakit akan divonis kena corona. Padahal yang betul adalah jika ada pasien baru, wajib untuk melakukan rapid test sehingga tahu ia kena corona atau tidak.
Hoaks dan konten provokatif ini sangat mengesalkan karena bisa mengganggu proses penanganan efek pandemi oleh pemerintah. Rizky Ika Safitri, Communication for Development Specialist UNICEF menyatakan bahwa hoaks berbahaya karena dampaknya nyawa. Orang jadi kehilangan hak untuk imunisasi dan kita tidak bisa mencapai herd immunity karena hoaks.
Rizky menambahkan, untuk mencegah penyebaran hoaks, perlu ada edukasi di masyarakat. Jika ada orang tua yang percaya berita palsu seputar corona, maka remajalah yang mengingatkannya. Untuk media, beritakan yang kuat dan berimbang. Dalam artian, jangan ikut menyebar hoaks hanya demi viral dan click bait.
Anda juga bisa mencegah penularan hoaks corona dengan tidak mempercayai broadcast sembarangan. Jika ada yang menyebar BC di grup WA, maka cek dulu keabsahannya. Sekarang cara mengeceknya mudah karena bisa via situs Keminfo atau web lain yang valid. Jangan asal share karena jika itu berita palsu, maka sama saja dengan menyebar hoaks.
Jika ada yang percaya hoaks maka beritahu pelan-pelan dan lihatkan sumber berita yang asli. Jadilah teman yang baik, yang bisa menegur kawan baiknya, yang hampir saja terperosok oleh hoaks.
Keberadaan hoaks dan konten provokatif seputar corona memang menyebalkan. Arus informasi di media sosial dan kanal berita online sungguh deras, dan kita harus mampu memilah mana yang baik dan mana yang hoaks. Jangan sampai percaya hoaks corona karena akan menghalangi kinerja pemerintah dalam menangani pandemi covid-19.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini