Lembaga Riset: Pengalihan Subsidi BBM Pada Sektor Produktif Dan Bantalan Sosial Lebih Efektif dan Bermanfaat
Situasi global saat ini telah menyebabkan harga minyak dunia melonjak drastis serta membuat kurs mata uang Indonesia menjadi terdepresiasi. Hal itu secara langsung berdampak pada beban besar subsidi energi yang ditanggung negara, yaitu saat ini mencapai sekitar 502 Triliun.
Mamit Setiawan, Executive Director Energy Watch menilai bahwa pada situasi global saat ini yang penuh ketidakpastian, alokasi anggaran untuk BBM bersubsidi akan memberatkan keuangan Negara.
Disisi lain, fakta ditemukan bahwa selama ini penggunaan BBM bersubsidi justru banyak didominasi oleh masyarakat mampu. Hal itu ia nilai sebagai sesuatu yang kontraproduktif dan dapat menimbulkan kesenjangan sosial antara masyarakat menengah keatas dengan masyarakat kelas bawah.
Selanjutnya, Mamit berpendapat bahwa agar tepat sasaran, nilai guna subsidi akan jauh lebih efektif berdampak positif bila dialihkan untuk berbagai sektor produktif seperti program pendidikan dan beasiswa, bantuan kepada nelayan dan petani, pembangunan infrastruktur, rumah sakit, sekolah dan lain sebagainya. Ia menilai penyesuaian harga BBM merupakan langkah tepat pemerintah untuk mengalihkan APBN ke sektor yang produktif. Khususnya terhadap masyarakat yang lebih membutuhkan.
Senada dengan pernyataan tersebut, Pengamat kebijakan Laboratorium Indonesian 45 (LAB 45), Reyhan Noor mengatakan bahwa uang yang tidak sedikit dari subsidi BBM dapat dialihkan untuk melanjutkan agenda transformasi struktural ekonomi.
Reyhan berpendapat bahwa permasalahan utama penyaluran subsidi BBM sejak dulu adalah efektivitas yang rendah untuk membantu masyarakat yang benar-benar membutuhkan. Dalam konteks menjaga kesejahteraan, uang subsidi BBM akan lebih baik bila disalurkan langsung kepada masyarakat yang masuk ke dalam kriteria membutuhkan.
Kebijakan Bantuan Langsung Tunai (BLT) memiliki efektivitas yang lebih tinggi dari subsidi BBM. Sedangkan anggaran subsidi dan kompensasi energi tahun ini yang cukup besar memiliki trade-off dari agenda transformasi struktural ekonomi.
Ditempat terpisah, Direktur Eksekutif Next Policy, Fithra Faisal juga mendukung pemerintah untuk menyesuaikan harga BBM subsidi, akan tetapi langkah tersebut harus disertai dengan BLT kepada masyarakat.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa kompensasi BLT kepada masyarakat bisa mencapai angka Rp 45 triliun. Artinya, itu tidak akan lebih besar dari potensi ledakan anggaran akibat subsidi energi yang saat ini sudah mencapai 500 triliun.