MAHUPIKI Gelar Sosialisasi KUHP Baru di Kota Semarang
SEMARANG – Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) dan Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (Unnes) menggelar acara sosialisasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) di Hotel Patra Semarang, Rabu (1/2). Kegiatan tersebut dihadiri para pejabat daerah setempat, pakar hukum, civitas akademika, serta elemen masyarakat lainnya.
Hadir sebagai narasumber pada acara ini yaitu Guru Besar Hukum Universitas Indonesia (UI), Prof. Dr. Topo Santoso, S.H., M.H. dan Guru Besar Hukum Pidana UI, Prof Harkristuti Harkrisnowo SH, MA, PhD. Sementara Guru Universitas Krisnadwipayana, Prof. Indriyanto Seno Adji hadir melalui daring.
Sekjen Mahupiki, Dr. Ahmad Sofyan, mengatakan kegiatan ini bertujuan mensosialisasikan sekaligus mendiskusikan atau mendialogkan KUHP baru agar seluruh lapisan masyarakat memahami secara utuh substansi KUHP baru.
“Acara ini menjadi sarana dialog substansi aspek-aspek yang menjadi perhatian agar masyarakat memahami secara utuh dan mendalam langsung dari para pakar tim penyusun,” ungkap Dr. Ahmad.
Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Akademik Unnes Semarang, Prof. Dr. Zaenuri Mastur mengatakan acara ini merupakan sarana mendiseminasikan dan mendialogkan KUHP kepada publik agar memahami substansinya, kemudian dapat diimplementasikan.
“Pembaruan KUHP sangat diperlukan sebagai pembaruan hukum, diantaranya harus menyesuaikan dengan perkembangan zaman, berorientasi pada hukum pidana modern, dan menjamin kepastian hukum”, imbuhnya.
Prof. Dr. Topo Santoso, dalam pemaparannya menyebutkan salah satu perbedaan antara KUHP baru atau nasional dengan KUHP yang lama atau Wetboek van Strafrecht (WvS) adalah sudah munculnya pembahasan beserta naskah akademiknya dalam bab atau buku tindak pidana, pertanggung jawaban pidana, serta pidana dan pemidanaan. KUHP nasional ini merupakan bentuk pembaruan atau update dari yang lama dengan mengadopsi atau mengacu KUHP WvS.
“Dalam KUHP nasional sebagian mirip dengan KUHP lama, tetapi salah satu yang baru adalah munculnya pembahasan tindak pidana dengan perantara alat yang sebelumnya tidak ada”, ucapnya.
Pada kesempatan yang sama, Guru Besar FHUI, Prof Harkristuti Harkrisnowo memaparkan beberapa pasal yang menjadi perhatian publik dalam KUHP baru ini diantaranya berkaitan dengan Living Law (hukum adat), aborsi, perzinaan dan kohabitasi, serta penghinaan terhadap pimpinan negara atau lembaga negara.
“Pada saat penolakan kalangan mahasiswa yang mana mayoritas berasal dari para anak muda berkaitan perumusan dan rancangan KUHP ini pasal yang mereka soroti adalah perzinaan atau kohabitasi”, ujar Prof. Harkristuti.
Satu lagi yang menarik menurut Prof. Hakristuti adalah respon publik terkait pasal penghinaan kepala negara atau lembaga negara yang dianggap beberapa pihak dapat mengancam kebebasan berpendapat. Menurutnya, Presiden Joko Widodo sebenarnya pada saat berdiskusi justru tidak pernah mempermasalahkan perihal tersebut.
“Presiden Jokowi bahkan menyampaikan tidak masalah adanya penghinaan, tetapi kami dari tim perumus KUHP baru pada saat itu tetap menyarankan adanya dasar hukum tidak hanya untuk presiden saat ini tetapi presiden selanjutnya sebagai simbol kepala negara yang tidak boleh dilecehkan,” katanya.
Sementara itu, Prof Indriyanto Seno Adji saat menyampaikan materinya secara daring mengatakan tindak pidana secara umum bersifat sangat dinamis mengikuti perkembangan dan dinamika global, regional, hingga nasional. Oleh karenanya perlunya pembaruan hukum pidana di Indonesia melalui KUHP nasional ini. Prof. Indriyanto menyayangkan pemahaman dari beberapa pihak terhadap KUHP nasional yang tidak secara mendalam, utuh dan rinci.
“Pemahaman yang rendah dan mudah termakan isu ini yang memunculkan miskomunikasi dan misinformasi publik akan pemahaman secara utuh substansi pasal-pasal yang diatur dalam KUHP,” pungkasnya. [*]