Marinus Yaung: Sudah Saatnya Membangun Papua Tanpa Korupsi
Akademisi Universitas Cenderawasih, (Uncen) Marinus Yaung mengatakan, dengan ditetapkannya Gubernur Papua Lukas Enembe sebagai tersangka korupsi oleh KPK, Senin (11/9), maka sudah saatnya Papua harus bersih dari segala macam praktik korupsi, kolusi dan nepotisme dalam segala bentuk. Menurutnya, Papua bisa belajar dari China tentang bagaimana China membebaskan 100 juta rakyat China dari kemiskinan dengan cara mengembangkan program – program mitigasi anti Korupsi di masyarakat.
“Pemerintah China sadar bahwa korupsi adalah sumber utama kemiskinan dan kemunduran suatu bangsa. Karena itu China memiliki beberapa program mitigasi dalam memerangi budaya korupsi sehingga efektif mengurangi tindak korupsi.”ungkap Marinus melalui pesan Whatt Apps. Menurutnya, mereka yang diterima jadi PNS, diajak tour ke penjara para koruptor yang menanti hukuman mati. Mereka melihat suasana penjara yang sangat memprihatinkan. Juga diperlihatkan tempat eksekusi mati. Ada kamar suntik mati. Ada tiang gantungan. Ada ruang tembak.
“Setiap kenaikan pangkat, mereka juga harus mondok sehari di penjara guna menghayati kehidupan menyedihkan bagi koruptor. Mereka juga diperkenalkan keluarga koruptor yang dimiskinkan secara sistematis,” lanjutnya, Senin, (12/9).
Lanjutnya, bagi anak sekolah dan mahasiswa. Pemerintah sediakan museum korupsi. Museum korupsi tersebut dibangun di kota Nanning, Provinsi Guangzie. Tempat ini tadinya milik seorang konglomerat. Ditutup tahun 2008 setelah diserbu oleh tentara Rakyat bersama team anti korupsi dari Beijng. Beberapa perwira tinggi militer, polisi, elite partai, dan pejabat walikota ditangkap dan dihukum mati bersama lebih 100 pengusaha atau para bisnisman. “Saya membayangkan suatu saat Museum seperti ini harus ada di Indonesia dan secara khusus di Papua,” katanya Dengan desain Museum korupsi ini, diharapkan agar rakyat China selalu ingat betapa kejamnya para koruptor itu dengan kehidupan hedonismenya di tengah keadaan China sedang berjuang mengangkat ratusan juta rakyat keluar dari kubangan lumpur kemiskinan.
“Sebaliknya di Indonesia dan di Papua, mantan Napi korupsi bisa tetap jadi pengurus partai. Mantan napi korupsi masih bisa mendapat posisi terhormat dalam kekuasaan. Mengapa? keluar penjara dia tetap kaya, bahkan lebih kaya. Karena uang yang tadinya tersembunyi bisa bebas digunakan. Termasuk membeli posisi kekuasaan kembali,” katanya. Selain itu, kata soal pendidikan anti korupsi d itingkat sekolah dan universitas belum terprogram. Belum ada museum anti korupsi. Tidak ada program studi tour bagi PNS ke penjara. Perlu untuk segera dipikirkan dan direalisasikan.
“Sudah saatnya di Papua muncul program – program mitigasi anti korupsi. Semoga Tuhan menghendaki, jalan menuju kursi kekuasaan di Papua di tahun 2024 bisa terealisasikan,” katanya. (oel/tri)