Ma’ruf Amin di Mata NU, Bukan Hanya Ideal Tapi Juga Milenial
Jakarta, LSISI.ID – Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma’ruf Amin dipilih Presiden Joko Widodo, untuk mendampinginya di Pilpres 2019. Keputusan Jokowi ini pun, mendapat persetujuan dari sembilan partai yang bergabung dalam Koalisi Indonesia Kerja.
Sebagai tokoh dari Nahdatul Ulama (NU), Ma’aruf dinilai kompeten untuk menjadi cawapres Jokowi. Bahkan, lebih dari sekadar kompeten jika mengetahui sepak terjangnya selama ini. Seperti yang diungkapkan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Pagar Nusa, Nabil Haroen.
“Jangankan cawapres, capres saja saya pikir terlalu cukup untuk Kiai Ma’ruf melaksanakan ini,” bebernya saat dihubungi Tagar News, di Jakarta.
Ma’aruf di Mata Kaum Muda NU
Ia pun menjelaskan sepak terjang Ma’ruf selama ini. Menilik ke belakang, kiprahnya di Nahdlatul Ulama sudah sangat lama dan panjang. Puncak kiprahnya, saat Ma’ruf duduk di kursi tertinggi Rais Aam.
“Dan yang paling krusial ini adalah ketika beliau menjadi Rais Aam ini. Ketika beliau menjadi Rais Aam, beliau bisa mengorganize jajaran syuriyah ini menjadi jauh lebih baik, jauh lebih rapi dan menghasilkan keputusan-keputusan yang produktif” terang pria yang akrab disapa Gus Nabil ini.
“Bukan lagi kompeten, itu sudah melampaui apa yang beliau lakukan. Maaf bukan bermaksud mengecilkan, Rais Aam ini sudah jauh di atas urusan capres cawapres ini, beliau juga sudah lebih dari cakap,” lanjutnya.
Peranan Ma’ruf yang sangat penting juga terletak saat dirinya menjadi pemeriksa keputusan akhir, di Komisi Bahtsul Masail Qonuniyyah atau Perundang-undangan Zaini Rahman.
“Bahtsul Masail adalah suatu media bagi NU untuk membahas-membahas persoalan kekinian yang terjadi di masyarakat. Di situ Kiai Ma’ruf Amin selalu menjadi motor, kemudian menjadi musahih atau pemeriksa akhir sebelum keputusan itu diluncurkan,” jelasnya.
Dengan sosok Ma’ruf yang punya pribadi humble, juga egaliter, ia juga dikenal dekat dengan semua lapisan di NU.
“Pribadinya sangat humble egaliter kemudian dekat sekali dengan semua lapisan di NU. Mulai dari yang sepuh, yang menengah, maupun yang muda-muda ini,” tuturnya.
Meski rentang usia terpaut sangat jauh, Ma’ruf sendiri dikenal dekat dan mau merangkul kaum muda di NU. Baik kaum muda di Anshor Pagar Muda, dan lainnya, Ma’ruf tak segan berkomunikasi dan memberikan ide untuk kaum muda.
“Beliau sangat perhatian dan khususnya bagi kami di Pagar Nusa ini, sangat merasakan kehadiran Kiai Ma’ruf bagaimana beliau memberikan nasihat kemudian gagasan, diberikan Kiai Ma’ruf Amin kepada kami yang muda-muda,” imbuhnya.
Jadi, usia tak pernah menjadi hambatan kaum muda untuk berkomunikasi bahkan bertemu dengan Ma’ruf.
“Beliau ini memang orangnya sudah cukup matang dalam usia, kemudian juga matang dalam berpikir dan mengeluarkan kebijakan tapi sangat dekat dengan anak-anak muda dan beliau sangat mengerti apa yang anak muda butuhkan, apa yang anak muda perlukan,” paparnya.
“Selisih usia kami dengan Ma’ruf tidak menjadi hambatan bagi kamu untuk berkomunikasi dengan beliau, kapanpun kami bisa menghadap beliau setiap saat mudah sekali bertemu beliau,” sambung Gus.
Tak mau melebihi batas dukung-mendukung, ia menegaskan, posisi NU tidak dalam wilayah tersebut. Tetapi, yang jelas NU menyambut gembira, dipilihnya Ma’ruf Amin sebagai cawapres mendampingi Pak Jokowi.
“Kami menyambut gembira ketika beliau dipilih oleh Pak Jokowi, menjadi cawapres. Artinya, Jokowi menganggap penting bahwa NU ini harus diajak menentukan kebijakan, diajak merumuskan keputusan, tidak hanya menjadi penonton. Tapi kalau soal dukung mendukung itu bukan wilayah NU, itu wilayah partai politik,” tandasnya.
Ma’aruf Di Mata PBNU
Sementara itu, jauh sebelum dideklarasikan sebagai cawapres Jokowi, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj telah menerangkan bahwa Ma’ruf punya kriteria ideal.
“Beliau sangat ideal (menjadi pemimpin),” ucapnya saat konferensi pers di Kantor PBNU Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis (9/8) seperti dikutip dari NU Online.
Ada empat kriteria yang disebut terpenuhi oleh Ma’ruf, yakni alim, adil, bersih, dan berani. Sosok Ma’ruf yang pertama yakni alim maksudnya adalah sosok Ma’ruf yang berilmu. Ma’ruf dinilai telah mengeluarkan banyak gagasan, salah satunya soal arus baru ekonomi.
“Kita tahu beliau berilmu. Di mana-mana menjadi dewan syariah nasional. Menguasai kitab kuning dengan baik, dan mampu mengontekstualisasikan hukum fiqih,” tuturnya.
Kemudian, selanjutnya adil. Said yakin, Ma’ruf punya semangat, dalam menegakkan hukum yang berlandaskan keadilan. “Saya yakin, Kiai Ma’ruf Amin mempunyai semangat, mempunyai ruh menegakkan keadilan, tegaknya hukum,” kata Said.
Selama Ma’ruf terjun di dunia politik, seperti menjadi anggota DPRD, DPR RI, dan Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Ma’ruf bersih dari persoalan hukum. Apalagi, tak pernah meninggalkan jejak kasus apa pun termasuk kasus korupsi. “Kita yakin Kiai Ma’ruf Amin seorang ulama yang bersih dari masalah-masalah yang saat ini menyangkut beberapa tokoh politik,” jelasnya lagi.
Terakhir, soal keberanian Ma’ruf yang menghadapi berbagai ancaman dari luar saat Gus Dur menjadi Ketua Umum PBNU. Ma’ruf menjadi sosok yang berani menghadapi berbagai ancaman, tanpa sedikit pun rasa takut.
Said, yang juga akrab disapa Kiai ini juga berpesan pada semua pihak agar tak mempersoalkan usia Ma’ruf yang sudah menginjak usia 75 tahun. Sebab, usia tak bisa menjadi ukuran seseorang untuk menjadi pemimpin.
“Mahathir Muhammad lebih tua (92 tahun). Di kalangan pesantren, Kiai Maimoen Zubair lebih sepuh, tetapi mereka masih tegas. Usia tidak menjadi ukuran,” pungkasnya.
Sumber : tagar.id